SUNDA LAND MENJAWAB MISTERI BENUA ATLANTIS YANG HILANG

Kamis, 04 Juli 2013

SUNDA LAND MENJAWAB MISTERI BENUA ATLANTIS YANG HILANG

SUNDA LAND Menjawab Misteri Benua Atlantis Yang Hilang

 
Atlantis City 
(theunexplainedmysteries.com)
Kontroversi terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia,  tampaknya kini mulai terungkap. Benua Atlantis seperti disebutkan Plato, Filosof Yunani, dalam bukunya Timaeus dan Critias sekitar 2500 tahun silam, dari sudut pandang geologi dan spekulasi ilmiah dewasa ini, sangat mungkin adalah Sunda Land, yang sekarang kita kenal dengan Indonesia Barat (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) hingga semenanjung Malaysia dan Thailand.  
Benua Atlantis disebut sebagai awal peradaban manusia. Penduduknya memiliki kebudayaan tinggi dan bangsa superior. Namun benua itu telah tenggelam selama ribuan tahun karena berbagai bencana alam. Yang menarik, hingga kini tidak diketahui dengan pasti dimana sebenarnya letak benua Atlantis itu? Dari sudut pandang geologis, ternyata sangat mungkin letak Atlantis justru di tataran Sunda….!

Oki Oktariadi, peserta program Doktor Pengembangan Kewilayahan di Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Jawa Barat, belum lama ini mengungkapkan hasil studi yang menarik mengenai kontroversi misteri  benua yang hilang itu.
 
Plato (topsecretwriters.com)
”Peradaban Atlantis yang hilang” hingga kini barangkali hanyalah sebuah mitos mengingat belum ditemukannya bukti-bukti yang kuat tentang keberadaannya.
Mitos itu pertama kali dicetuskan oleh seorang ahli filsafat terkenal dari Yunani, Plato (427 – 347 SM), dalam bukunya ”Critias dan Timaeus”. Disebutkan oleh Plato bahwa terdapat awal peradaban yang disebut Benua Atlantis; para penduduknya dianggap sebagai dewa, makhluk luar angkasa, atau bangsa superior; benua itu kemudian hilang, tenggelam secara perlahan-lahan karena serangkaian bencana, termasuk gempa bumi. Namun dari sudut pandang geologi masa kini, Atlantis itu sangat mungkin adalah Sunda Land.
Selama lebih dari 2000 tahun, Atlantis yang hilang telah menjadi dongeng. Tetapi sejak abad pertengahan (mid century), kisah Atlantis menjadi populer di dunia Barat. Banyak ilmuwan Barat secara diam-diam meyakini kemungkinan keberadaannya. Di antara para ilmuwan itu banyak yang menganggap bahwa Atlantis terletak di Samudra Atlantis, bahkan ada yang menganggap Atlantis terletak di Benua Amerika sampai Timur Tengah. Penelitian pun dilakukan di wilayah-wilayah tersebut. Akan tetapi, kebanyakan peneliti itu tidak memberikan bukti atau telaah yang cukup. Sebagian besar dari mereka hanya mengira-ngira.
Hanya beberapa tempat di bumi yang keadaannya memiliki persayaratan untuk dapat diduga sebagai Atlantis sebagaimana dilukiskan oleh Plato lebih dari 20 abad yang lalu. Akan tetapi Samudera Atlantik tidak termasuk wilayah yang memenuhi persyaratan itu. Para peneliti masa kini malahan menunjuk Sundaland (Indonesia bagian barat hingga ke semenanjung Malaysia dan Thailand) sebagai Benua Atlantis yang hilang dan merupakan awal peradaban manusia.
Fenomen Atlantis dan awal peradaban selalu merupakan impian para peneliti di dunia untuk membuktikan dan menjadikannya penemuan ilmiah sepanjang masa. Apakah pandangan geologi memberi petunjuk yang kuat terhadap kemungkinan ditemukannya Atlantis yang hilang itu? Apabila jawabannya negatif, apakah peluang yang dapat ditangkap dari perdebatan ada tidaknya Atlantis dan kemungkinan lokasinya di wilayah Indonesia?
Hampir semua tulisan tentang sejarah peradaban menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan ‘pinggiran’. Kawasan yang kebudayaannya dapat subur berkembang hanya karena imbas migrasi manusia atau riak-riak difusi budaya dari pusat-pusat peradaban lain, baik yang berpusat di Mesir, Cina, maupun India. Pemahaman tersebut mengacu pada teori yang dianut saat ini yang mengemukakan bahwa pada Jaman Es paling akhir yang dialami bumi terjadi sekitar 10.000 sampai 8.000 tahun yang lalu mempengaruhi migrasi spesies manusia.
Jaman Es terakhir ini dikenal dengan nama periode Younger Dryas. Pada saat ini, manusia telah menyebar ke berbagai penjuru bumi berkat ditemukannya cara membuat api 12.000 tahun yang lalu. Dalam kurun empat ribu tahun itu, manusia telah bergerak dari kampung halamannya di padang rumput Afrika Timur ke utara, menyusuri padang rumput purba yang kini dikenal sebagai Afrasia.
Padang rumput purba ini membentang dari pegunungan Kenya di selatan, menyusuri Arabia, dan berakhir di pegunungan Ural di utara. Jaman Es tidak mempengaruhi mereka karena kebekuan itu hanya terjadi di bagian paling utara bumi sehingga iklim di daerah tropik-subtropik justru menjadi sangat nyaman. Adanya api membuat banyak masyarakat manusia betah berada di padang rumput Afrasia ini.
Maka, ketika para ilmuwan barat berspekulasi tentang keberadaan benua Atlantis yang hilang, merekamengasumsikan bahwa lokasinya terdapat di belahan bumi Barat, di sekitar laut Atlantik, atau paling jauh di sekitar Timur Tengah sekarang.
Penelitian untuk menemukan sisa Atlantis pun banyak dilakukan di kawasan-kawasan tersebut. Namun di akhir dasawarsa 1990, kontroversi tentang letak Atlantis yang hilang mulai muncul berkaitan dengan pendapat dua orang peneliti, yaitu: Oppenheimer (1999) dan Santos (2005).
Kontroversi Dan Rekonstruksi Oppenheimer
Kontroversi tentang sumber peradaban dunia muncul sejak diterbitkannya buku Eden The East (1999) oleh Oppenheimer, Dokter ahli genetic yang banyak mempelajari sejarah peradaban. Ia berpendapat bahwa Paparan Sunda (Sundaland) adalah merupakan cikal bakal peradaban kuno atau dalam bahasa agama sebagai TamanEden. Istilah ini diserap dari kata dalam bahasa Ibrani Gan Eden. Dalam bahasa Indonesia disebut Firdaus yang diserap dari kata Persia “Pairidaeza” yang arti sebenarnya adalah Taman.
Menurut Oppenheimer, munculnya peradaban di Mesopotamia, Lembah Sungai Indus, dan Cina justru dipicu oleh kedatangan para migran dari Asia Tenggara. Landasan argumennya adalah etnografi, arkeologi, osenografi, mitologi, analisa DNA, dan linguistik. Ia mengemukakan bahwa di wilayah Sundaland sudah ada peradaban yang menjadi leluhur peradaban Timur Tengah 6.000 tahun silam. Suatu ketika datang banjir besar yang menyebabkan penduduk Sundaland berimigrasi ke barat yaitu ke Asia, Jepang, serta Pasifik. Mereka adalah leluhur Austronesia.
Rekonstruksi Oppenheimer diawali dari saat berakhirnya puncak Jaman Es (Last Glacial Maximum) sekitar 20.000 tahun yang lalu. Ketika itu, muka air laut masih sekitar 150 m di bawah muka air laut sekarang.
Kepulauan Indonesia bagian barat masih bergabung dengan benua Asia menjadi dataran luas yang dikenal sebagaiSundaland. Namun, ketika bumi memanas, timbunan es yang ada di kutub meleleh dan mengakibatkan banjir besar yang melanda dataran rendah di berbagai penjuru dunia.
Data geologi dan oseanografi mencatat setidaknya ada tiga banjir besar yang terjadi yaitu pada sekitar 14.000, 11.000, dan 8,000 tahun yang lalu. Banjir besar yang terakhir bahkan menaikkan muka air laut hingga 5-10 meter lebih tinggi dari yang sekarang. Wilayah yang paling parah dilanda banjir adalah Paparan Sunda dan pantai Cina Selatan.Sundaland malah menjadi pulau-pulau yang terpisah, antara lain Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sumatera.
Padahal, waktu itu kawasan ini sudah cukup padat dihuni manusia prasejarah yang hidup sebagai petani dan nelayan. Bagi Oppenheimer, kisah ‘Banjir Nuh’ atau ‘Benua Atlantis yang hilang’ tidak lain adalah rekaman budaya yang mengabadikan fenomena alam dahsyat ini. Di kawasan Asia Tenggara, kisah atau legenda seperti ini juga masih tersebar luas di antara masyarakat tradisional, namun belum ada yang meneliti keterkaitan legenda dengan fenomena Taman Eden.
Benua Atlantis Menurut ARYSIO SANTOSKontroversi dari Oppenheimer seolah dikuatkan oleh pendapat Arysio Santos. Profesor asal Brazil ini menegaskan bahwa Atlantis yang hilang sebagaimana cerita Plato itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Pendapat itu muncul setelah ia melakukan penelitian selama 30 tahun yang menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos dalam bukunya tersebut menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Sundaland(Indonesia bagian Barat).
Santos menetapkan bahwa pada masa lalu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Langka, dan Indonesia bagian Barat meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa dan terus ke arah timur. Wilayah Indonesia bagian barat sekarang sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan samudera Pasifik.
 
Temple of Poseidon in Atlantis,
The Lost City (bukisa.com)
Argumen Santos tersebut didukung banyak arkeolog Amerika Serikat bahkan mereka meyakini bahwa benua Atlantis adalah sebuah pulau besar bernama Sundaland, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es.
Wilayah Sundaland (Indonesia bagian Barat dalam buku Santos (2005) Menurut Plato, Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus dan mencairnya Lapisan Es yang pada masa itu sebagian besar benua masih diliputi oleh Lapisan-lapisan Es. Maka sebagian benua tersebut tenggelam.
Santos berpendapat bahwa meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan tergambarkan pada wilayah Indonesia (dulu). Letusan gunung api yang dimaksud di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan, letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba, dan letusan gunung Semeru/Mahameru di Jawa Timur. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah letusan Gunung Tambora di Sumbawa yang memecah bagian-bagian pulau di Nusa Tenggara dan Gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa membentuk Selat Sunda (Catatan : tulisan Santos ini perlu diklarifikasi dan untuk sementara dikutip di sini sebagai apa yang diketahui Santos).
 
atlantis rings (watch.pair.com)
Berbeda dengan Plato, Santos tidak setuju mengenai lokasi Atlantis yang dianggap terletak di lautan Atlantik. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa letusan berbagai gunung berapi menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya sehingga mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events. Catatan : pernyataan Santos ini disajikan seperti apa adanya dan tidak merupakan pendapat penulis.
Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia, diantaranya ialah: Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.
Dalam usaha mengemukakan pendapat, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian oleh para ahli Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.” Atlantis memang misterius, dan karenanya menjadi salah satu tujuan utama arkeologi di dunia. Jika Atlantis ditemukan, maka penemuan tersebut bisa jadi akan menjadi salah satu penemuan terbesar sepanjang masa.
Pandangan Geologi
Pendekatan ilmu geologi untuk mengungkap fenomena hilangnya Benua Atlantis dan awal peradaban kuno, dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu pendekatan tektonik lempeng dan kejadian zaman es. Wilayah Indonesia dihasilkan oleh evolusi dan pemusatan lempeng continental Eurasia, lempeng lautan Pasifik, dan lempeng Australia Lautan Hindia (Hamilton, 1979). umumnya disepakati bahwa pengaturan fisiografi kepulauan Indonesia dikuasai oleh daerah paparan kontinen, letak daerahSundaland di barat, daerah paparan Sahul atau Arafura di timur. Intervensi area meliputi suatu daerah kompleks secara geologi dari busur kepulauan, dan cekungan laut dalam (van Bemmelen, 1949).
Kedua area paparan memberikan beberapa persamaan dari inti-inti kontinen yang stabil ke separuh barat dan timur kepulauan. Area paparan Sunda menunjukkan perkembangan bagian tenggara di bawah permukaan air dari lempeng kontinen Eurasia dan terdiri dari Semenanjung Malaya, hampir seluruh Sumatra, Jawa dan Kalimantan, Laut Jawa dan bagian selatan Laut China Selatan.
Tatanan tektonik Indonesia bagian Barat merupakan bagian dari sistem kepulauan vulkanik akibat interaksi penyusupan Lempeng Hindia- Australia di Selatan Indonesia. Interaksi lempeng yang berupa jalur tumbukan (subduction zone) tersebut memanjang mulai dari kepulauan Tanimbar sebelah barat Sumatera, Jawa sampai ke kepulauan Nusa Tenggara di sebelah Timur. Hasilnya adalah terbentuknya busur gunung api (magmatic arc). Rekontruksi tektonik lempeng tersebut akhirnya dapat menerangkan pelbagai gejala geologi dan memahami pendapat Santos, yang meyakini Wilayah Indonesia memiliki korelasi dengan anggapan Plato yang menyatakan bahwa tembok Atlantis terbungkus emas, perak, perunggu, timah dan tembaga, seperti terdapatnya mineral berharga tersebut pada jalur magmatik di Indonesia. Hingga saat ini, hanya beberapa tempat di dunia yang merupakan produsen timah utama. Salah satunya disebut Kepulauan Timah dan Logam, bernama Tashish, Tartessos dan nama lain yang menurut Santos (2005) tidak lain adalah Indonesia. Jika Plato benar, maka Atlantis sesungguhnya adalah Indonesia.
Selain menunjukan kekayaan sumberdaya mineral, fenomena tektonik lempeng tersebut menyebabkan munculnya titik-titik pusat gempa, barisan gunung api aktif (bagian dari Ring of Fire dunia), dan banyaknya komplek patahan (sesar) besar, tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Indonesia bagian timur. Pemunculan gunung api aktif, titik-titik gempa bumi dan kompleks patahan yang begitu besar, seperti sesar Semangko (Great Semangko Fault membujur dari Aceh sampai teluk Semangko di Lampung) memperlihatkan tingkat kerawanan yang begitu besar.
Menurut Kertapati (2006), karakteristik gempa bumi di daerah Busur Sunda pada umumnya diikuti tsunami. Para peneliti masa kini terutama Santos (2005) dan sebagian peneliti Amerika Serikat memiliki keyakinan bahwa gejala kerawanan bencana geologi wilayah Indonesia adalah sesuai dengan anggapan Plato yang menyatakan bahwa Benua Atlantis telah hilang akibat letusan gunung berapi yang bersamaan.
 
atlantis-indonesia map 
(ahmadsamanto.wordpress.com)
Pendekatan lain akan keberadaan Benua Atlantis dan awal peradaban manusia (hancurnya Taman Eden) adalah kejadian Zaman Es. Pada zaman Es suhu atau iklim bumi turun dahsyat dan menyebabkan peningkatan pembentukan es di kutub dan gletser gunung. Secara geologis, Zaman Es sering digunakan untuk merujuk kepada waktu lapisan Es di belahan bumi utara dan selatan; dengan definisi ini kita masih dalam Zaman Es. Secara awam untuk waktu 4 juta tahun ke belakang, definisi Zaman Es digunakan untuk merujuk kepada waktu yang lebih dingin dengan tutupan Es yang luas di seluruh benua Amerika Utara dan Eropa.
Penyebab terjadinya Zaman Es antara lain adalah terjadinya proses pendinginan aerosol yang sering menimpa planet bumi. Dampak ikutan dari peristiwa Zaman Es adalah penurunan muka laut. Letusan gunung api dapat menerangkan berakhirnya Zaman Es pada skala kecil dan teori kepunahan Dinosaurus dapat menerangkan akhir Zaman Es pada skala besar.
Dari sudut pandang di atas, Zaman Es terakhir dimulai sekitar 20.000 tahun yang lalu dan berakhir kira-kira 10.000 tahun lalu atau pada awal kala Holocene (akhirPleistocene). Proses pelelehan Es di zaman ini berlangsung relatif lama dan beberapa ahli membuktikan proses ini berakhir sekitar 6.000 tahun yang lalu.
Pada Zaman Es, pemukaan air laut jauh lebih rendah daripada sekarang, karena banyak air yang tersedot karena membeku di daerah kutub. Kala itu Laut China Selatan kering, sehingga kepulauan Nusantara barat tergabung dengan daratan Asia Tenggara.
Sementara itu pulau Papua juga tergabung dengan benua Australia. Ketika terjadi peristiwa pelelehan Es tersebut maka terjadi penenggelaman daratan yang luas. Oleh karena itu gelombang migrasi manusia dari/ke Nusantara mulai terjadi. Walaupun belum ditemukan situs pemukiman purba, sejumlah titik diperkirakan sempat menjadi tempat tinggal manusia purba Indonesia sebelum mulai menyeberang selat sempit menuju lokasi berikutnya (Hantoro, 2001).
Tempat-tempat itu dapat dianggap sebagai awal pemukiman pantai di Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut, yang mencapai puncaknya pada zaman Holosen ±6.000 tahun dengan kondisi muka laut ± 3 m lebih tinggi dari muka laut sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga bergeser ke tempat yang lebih tinggi masuk ke hulu sungai.
 
taman Eden
(webber-scream.blogspot.com)
Berkembangnya budaya manusia, pola berpindah, berburu dan meramu (hasil) hutan lambat laun berubah menjadi penetap, beternak dan berladang serta menyimpan dan bertukar hasil dengan kelompok lain. Kemampuan berlayar dan menguasai navigasi samudera yang sudah lebih baik, memungkinkan beberapa suku bangsa Indonesia mampu menyeberangi Samudra Hindia ke Afrika dengan memanfaatkan pengetahuan cuaca dan astronomi. Dengan kondisi tersebut tidak berlebihan Oppenheimer beranggapan bahwa Taman Eden berada di wilayah Sundaland.
Taman Eden hancur akibat air bah yang memporak-porandakan dan mengubur sebagian besar hutan-hutan maupun taman-taman sebelumnya. Bahkan sebagian besar dari permukaan bumi ini telah tenggelam dan berada dibawah permukaan laut, Jadi pendapat Oppenheimer memiliki kemiripan dengan akhir Zaman Es yang menenggelamkan sebagian daratan Sundaland.
Read More..

Makuta Hayam Wuruk di Majalaya

Makuta Hayam Wuruk di Majalaya

Makuta Hayam Wuruk di Majalaya ( Dokumen Salakanagara)
Kintunan : Aan Merdeka Permana,


Naha Enya
Makuta Hayam Wuruk
Kapanggih di Majalaya?===dimuat deui,margi seueur urang Majalaya anu tacan uninga(aya sababaraha urang anu inbox) ==NU écés, ti wewengkon Majalaya mémang geus kapanggih hiji makuta raja. Sawatara urang dinya nyangka,éta téh makuta Prabu Hayam Wuruk sawaktu ngadatangan (tur maot) di wewengkon Majalaya. Kapanggih gambar galudra anu jadi lambang Majapahit. ANYAR-ANYAR ieu di wewengkon Majalaya, Kabupatén Bandung kapanggih artéfak sejarah, mangrupa makuta. Ari kapanggihna téh di lelewek lembur Leuwidulang, Désa Sukamaju. Di kompléks SMA Pasundan Majalaya. Henteu digujrudkeun, nepi ka paraguru gé réa anu teu apal. Geus puguh murid-muridna mah. Tapi, ari urang Yayasan Pasundan mah geus réa nu dibéré iber. Malah, sababaraha urang mah maké jeung hayang mecakan, kaasup kapala sakola SMA Pasundan Majalaya tapi, sarua deuih, henteu gujrud.
Ayeuna makuta téh disimpen dina lomari kaca, di ruang Kapala Sakola. Lian ti makuta, aya deuih barang séjénna mangrupa tongkat. Bahanna sarua, campuran pérak, wesi kuning, jeung emas 18 karat. “Tapi, da sanajan ditawar sabaraha ogé moal dibikeun. Jeung moal sina nyingkah ti dieu,” omong Pa Dédé, salasaurang staf SMA Pasundan Majalaya basa ngobrol jeung Ujung Galuh.
Rada ahéng, saenyana mah. Percaya teu percaya basa narima béja yén di Majalaya kapanggih makuta raja. Cindekna di Kampung Leuwidulang, Désa Sukamaju. Mimitina mah henteu waka hayang maluruh, da angkanan téh asa mustahil. Sualna, ngaran-ngaran makuta raja, meureun kudu aya patalina jeung urut wilayah karajaan. Naha baheulana di Majalaya kungsi ngadeg hiji karajaan, nepi ka danget kiwari ogé tacan enya kapaluruh.Nurutkeun sawatara katerangan ti sababaraha urang tokoh kolot Majalaya, rarasaan mah tacan aya deuih nu ngaguar sajarah Majalaya dipatalikeun jeung ngaran hiji karajaan. Tapi, basa ngaguar patilasan Karajaan Saunggalah di Kadatuan Paséh, kungsi meunang katerangan, yén dina mangsa yuganing rajakawasa saméméh abad ka-16, di dinya kungsi ngadeg 2 karajaan leutik, katelahna Karajaan Saunggalah jeung karajaan Madyalaya.
Ngeunaan Karajaan Saunggalah mémang kungsi ditulis sasakalana. Tapi, ari Karajaan Madyalaya mah nepi ka danget kiwari gé, masih kénéh lebeng, tacan aya katerangan anu jinek, boh sacara lisan boh sacara tékstual. Nya kitu deui, artéfak-artéfak pangrojongna. Ngan aya sotéh batu candi, nu pernahna di Kampung Tanggulun, Désa Tanggulun. Wates Majalaya jeung Kacamatan Ibun ayeuna.
Tapi, ayana batu candi di hiji lelewek, tacan karuhan deuih bisa dipatalikeun jeung ayana pusat pamaréntahan karajaan. Da ari batu candi mah bisa di mana waé. Contona di Kampung Bojongemas, Kacamatan Solokanjeruk jeung di Kampung Bojongménjé, Désa Cangkuang, Rancaékék. Sanajan enya gé aya kompléks urut candi, euweuh saurang gé anu matalikeun jeung pusat kagiatan karajaan.
Alatan sacara kawilayahan tacan aya bukti ngadegna hiji karajaan di wilayah Majalaya, nya saheulaanan mah panalungtikan makuta bisa dimimitian ku cara ngaguar tina jihat nu séjén.
Kabeneran maluruh makuta téh henteu bisa kebat ka nu manggihanana. Da rada hésé dipanggihan. Ngan cenah ari hayang-hayangan teuing mah kateranganana, bisa waé nepungan sababaraha sumber, diantarana, Dra. Hj. Tetty Héndriyati, B.Sc. salasaurang guru sajarah, jeung Drs, H. Dédi Sutardi, M.M.Pd., Kepala Bidang Sejarah Dan Kepurbakalaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupatén Bandung.
Matakna, harita kénéh gancang nepungan para narasumber anu dituduhkeun téa. Tétéla deuih, boh Hj. Tetty Héndriyati, boh H. Dédi Sutardi, saenyana mah tacan pati enya narima katerangan anu leuwih jero tur lengkep.
Hj. Tetty Héndriyati ngan saukur nyebutkeun yén éta makuta téh asalna ti Majapahit. Naha enya kitu ti Majapahit? Ké heula, kudu puguh alesanana. Tapi kétah, boa enya bisa jadi kacindekanana kitu, sabab aya sawatara ciri tina totem ukiran atawa tata rupa makuta. Salian ti makuta, aya deuih tongkat komando. Nu hiji huluna winangun ukiran hulu manuk hanura atawa garuda. Hiji deui mah ukiran buleudan kéong. Manuk garuda simbol Karajaan Majapahit minangka filosofi kajayaan nagara. Ari ukiran buleudan kéong, simbol tina gelung indung anu hartina ajaran yén hirup kudu ngahargaan jeung hormat tilawat ka nu indung atawa kaum istri. Tah, nu ieu mah simbul anu dipaké ku karajaan-karajaan di Tatar Sunda. Dina salasahiji tongkat kapanggih aksara Jawa. Dijieunna tina bahan campuran pérak, wesi kuning jeung emas.
Ari H. Dédi Sutardi ngan semet nyebutkeun ciri-cirina katut raja anu kungsi makéna. Diantara ciri-cirina, éta makuta téh ngabogaan ukuran anu jangkungna kurang leuwih 45 cm, kalawan diaméter antara 25-30 cm. Ari wangunna méh mirip makuta Déwa Krisna dina dunya pawayangan. Béda jeung makuta raja-raja Sunda anu leuwih mirip makuta Batara Guru.
“Ieu makuta téh lain jang pakéeun sapopoé,” ceuk Pa Dédé, anu mimiti ngampihan éta makuta. “Tapi, digunakeunana ukur dina waktu raja rék diwastu (dilantik). Nu pangahirna maké ieu makuta katelahna Prabu Ulun Umbul, pokna deui. Aya deuih anu nyebutkeun yén ieu makuta téh dipaké ku Raja Sungging Perbangkara.
Dumasar kana katerangan bieu, bisa dihartikeun yén makuta anu kapanggih di Majalaya, éstuning disamarkeun niléy kasajarahanana. Kawas aya carita anu disumputkeun dina jaman karajaan-karajaan baheula.
Lamun nurut kana katerangan Hj. Tetty Héndriyati anu nyebutkeun asalna makuta ti Majapahit, hartina dina mangsa baheula aya hubungan nu raket antara Karajaan Majapahit jeung Karajaan Sunda. Tapi, naha ieu hubungan téh bet kudu nyamuni ngeunaan raja-raja anu makéna éta makuta.
Dina catetan sajarah resmi, mémang henteu kungsi aya nu nyebutkeun Prabu Ulun Umbul. Nya kitu deui Prabu Sungging Perbangkara.
Tokoh Prabu Sungging Perbangkara mémang kungsi disebut-sebut dina carita Sangkuriang atawa sasakala Tangkubanparahu. Kajadian munculna Gunung Tangkubaparahu sorangan aya dina zaman kwartér tua antara 1,5 juta nepi 1 juta kalarung. Ari tradisi tatanan karajaan di Tatar Sunda kakara muncul taun 130 M ku ngadegna Karajaan Salakanagara.
Sedengkeun, ngaran Prabu Ulun Umbul mah, saenyana bisa diudag sacara étimologis atawa tradisi ayana ngaran jujuluk anu sok dipaké di kalangan para raja-raja baheula. Ngaran Prabu Ulun Umbul, nilik kana katerangan bieu mah nya bisa waé ukur ngaran jujuluk, lain ngaran sabenerna.
Disamarkeun
Saha saenyana ari Prabu Ulun Umbul nu asalna ti Majapahit téh?
Mun seug ngungkab deui carita Sasakala Majalaya vérsi lalampahan Prabu Hayam Wuruk sabada Perang Bubat atawa turun tahta tina karatuan, ceuk dina ieu vérsi carita, ngaran Majalaya aya patula-patalina jeung kajadian perlayana Raja Majapahit di wewengkon Hénéng Galuh (wilayah Bandung Kidul sabudeureun huluwotan Citarum, ayeuna).
Dicaritakeun, sabada turun tahta tina karatuan di Majapahit taun 1389 M., Prabu Hayam Wuruk ngahaja ninggalkeun Karajaan Majapahit. Inditna éstuning rerencepan. Teu ieuh loba nu apal kamana Hayam Wuruk léosna. Aya nu nyebutkeun yén Hayam Wuruk ngahaja napak tilas ka tanah luluhurna, ka wilayah urut kakawasaan Prabu Darmasiksa anu harita jadi Karajaan Sunda.
Basa Prabu Hayam Wuruk datang ka tatar Sunda, nu madeg raja, nyaéta Prabu Niskala Wastukancana (1371-1475 M.). Sakumaha pituduh, Prabu Hayam Wuruk henteu langsung muru ka Kawali, pusat pamaréntahan Wastukancana. Tapi nepungan salasaurang panguasa wewengkon kawesian anu katelahna Rahyang Campaka. Nya dumasar kana pituduh Rahyang Campaka, Hayam Wuruk diperenahkeun di wilayah Hénéng Galuh anu masih kénéh leuweung gerotan.
Di leuweung Hénéng Galuh, Hayam Wuruk mimiti muka padukuhan anyar. Beuki lila beuki lila, éta padukuhan téh beuki haneuteun. Antukna mah jadi daérah binayapanti, tempat latihan kaprajuritan. Hasil didikanana, loba anu kapaké jaradi baladhika, puragabaya atawa jagabaya di Karajaan Sunda katut karajaan-karajaan bawahanana.
Geus diniatan ti saméméhna, yén datangna Hayam Wuruk ka tatar Sunda téh éstuning boga tujuan ngaresibakti ka tanah luluhurna, bari sakalian nebus dosa tina timbulna kajadian Perang Bubat dina jaman pamaréntahanana. Kajadian Perang Bubat anu ngabalukarkeun gugurna Prabu Linggabuana katut Putri Dyah Pitaloka geus ngadatangkeun kagegeringan anu pohara dina sanubari Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk ngarasa geus ngarempak amanat luluhurna, Prabu Darmasiksa anu ditepikeun ka Radén Wijaya atawa Prabu Kertarajasa Jayawardana (1293-1299). Tatanan amateguh kadatwan, dina mangsa Hayam Wuruk diganti ku tatanan amukti pa liu pa jieunan patihna, Sang Ma Hong Foe alias Mahapatih Gajah Mada, anu ngabalukarkeun hubungan Sunda jeung Majapahit bengkah.
Kadatangan Hayam Wuruk ka tatar Sunda, dibagéakeun ku Rahyang Campaka. Malah, ti Rahyang Campaka, Hayam Wuruk saenyana meunang iber yén Putri Dyah Pitaloka henteu ngalaman gugur di Bubat sabab kaburu aya nu nyalametkeun. Dina kaayaan keur kapiuhan Dyah Pitaloka dibawa deui ka Tatar Sunda, tur diperenahkeun di hiji tempat bari ngasuh nu jadi adi, Rakéan Pitara anu masih kénéh leutik. Sanggeus Rakéan Pitara sawawa, tuluy diwastu jadi raja Sunda kalawan gelar Prabu Niskala Wastukancana. Ti harita, Dyah Pitaloka milih hirup jadi ahli tatapa bari sakali-kali mantuan nu jadi adi sangkan bisa nanjeurkeun Karajaan Sunda.
Satadina mah Hayam Wuruk teu nyangka yén Dyah Pitaloka masih kénéh aya dikeuna. Da disangkana mah geus gugur di Bubat, matakna Hayam Wuruk kungsi ngadegkeun sanggah jang sembahbakti ka Dyah Pitaloka. Tapi, sanggeus dibawa kalawan rerencepan tempat tapana, Hayam Wuruk mimiti percaya. Jeung deuih, harita mah Hayam Wuruk teu daék ganggu, sabab katingalina Dyah Pitaloka jongjon pisan kawas nu henteu bisa diganggu.
Ngan basa Dyah Pitaloka dibawa ku Rahyang Campaka ka sanggah tempat Hayam Wuruk ngayakeun sembahbakti ka Dyah Pitaloka jeung ka tatar Sunda. kasampak Hayam Wuruk geus palastra, dirempug puluhan karaman anu boga maksud hayang ngarebut harta kakayaan Hayam Wuruk. Para karaman apaleun yén Hayam Wuruk nu malih warni jadi Ki Anom téh horéng mah Raja Majapahit.
Tangtu waé Hayam Wuruk henteu mikeun kitu waé. Ongkoh deuih harta kakayaan bawana ti Majapahit geus disumputkeun di hiji tempat anu saurang gé taya nu apal. Diantara harta kakayaan anu dibawana téh, nya salasahijina mangrupa makuta karajaan.
Mun nurut kana carita di luhur, istilah Majalaya boa enya asalna tina kalimah Raja Majapahit Perlaya. Ari makutana anu salila ieu disumputkeun henteu kapanggih ku karaman bet kabeneran kapanggih di lelewek Leuwidulang, Désa Sukamaju, Kacamatan Majalaya.
Tapi, naha bet ngaranna Makuta Ulun Umbul?
Kecap ulun, ngabogaan harti babakti. Ari kecap umbul, bisa dihartikeun rupa-rupa. Harti nu kahiji, robah jadi kecap umbul-umbul, hartina kaén warna-warni anu dipasang dina awi gantar, biasana rada melengkung ka congona. Sok dipaké keur hiasan di sisi-sisi jalan mun mapag tamu agung. Harti kadua, sok robah jadi kecap umbur, hartina gancang pisan badagna. Harti katilu, hartina Cikahuripan. Harti kaopat, robah jadi kecap mumbul, atawa ngumbul harti ngapung atawa keur aya di luhur bari kokoléaban. Harti kalima, pamingpin daérah.
Dipatalikeun deui kana carita tadi, boa enya anu dimaksud Prabu Ulun Umbul téh taya lian ti jujulukna Prabu Hayam Wuruk salila ngaping di wewengkon Hénéng Galuh. Anu jadi alesanana:
Miangna Hayam Wuruk ti Majapahit ka Tatar Sunda boga niat hayang babakti (ulun) atawa ngaresi bakti pikeun nebus dosa ka Raja Sunda katut ka Putri Dyah Pitaloka.
Sanajan datangna ka Tatar Sunda bari rerencepan, tapi ngaran-ngaran ka Raja Agung teu burung wé dihiap tur dibagéakeun ku panguasa anu kadatangan nyéta Rahyang Campaka (dipapag ku umbul-umbul).
Basa Hayam Wuruk diperenahkeun di wilayah Hénéng Galuh, (deukeut ka umbul atawa Sumber Cikahuripan) nu asalna leuweung-luwang-liwung, dina waktu anu teu lila (umbur) geus bisa robah jadi padukuhan anu kacida haneuteun.
Saenyana Karajaan Majapahit nu ditinggalkeun ku Hayam Wuruk téh kaasup karajaan anu keur meujeuhna mumbul (aya di luhur, disebutna gé karajaan agung).
Salila aya di tatar Sunda, da tadina gé puguh raja, nya Hayam Wuruk dijadikeun pamingpin (umbul) padukuhan.
Dumasar kana alesan-alesan tadi, Prabu Ulun Umbul mémang larap pisan jeung kaayaan Hayam Wuruk waktu aya di Tatar Sunda. Enya henteuna, nyanggakeun. (Dimuat dina Majalah Sasakala Ujung Galuh No.16)
CENAH IEU TEH Lukisan Hayam Wuruk ( tina Google)
Makuta Hayam Wuruk di Majalaya ( Dokumen Salakanagara)<br /><br /><br /><br />
Kintunan :  Aan Merdeka Permana,<br /><br /><br /><br />
Naha Enya<br /><br /><br /><br />
Makuta Hayam Wuruk<br /><br /><br /><br />
Kapanggih di Majalaya?<br /><br /><br /><br />
===dimuat deui,margi seueur urang Majalaya anu tacan uninga(aya sababaraha urang anu inbox) ==</p><br /><br /><br />
<p>NU écés, ti wewengkon Majalaya mémang geus kapanggih hiji makuta raja. Sawatara urang dinya nyangka,éta téh makuta Prabu Hayam Wuruk sawaktu ngadatangan (tur maot) di wewengkon Majalaya. Kapanggih gambar galudra anu jadi lambang Majapahit.</p><br /><br /><br />
<p>ANYAR-ANYAR ieu di wewengkon Majalaya, Kabupatén Bandung kapanggih artéfak sejarah, mangrupa makuta. Ari kapanggihna téh di lelewek lembur Leuwidulang, Désa Sukamaju. Di kompléks SMA Pasundan Majalaya. Henteu digujrudkeun, nepi ka paraguru gé réa anu teu apal. Geus puguh murid-muridna mah. Tapi, ari urang Yayasan Pasundan mah geus réa nu dibéré iber. Malah, sababaraha urang mah maké jeung hayang mecakan, kaasup kapala sakola SMA Pasundan Majalaya tapi, sarua deuih, henteu gujrud.</p><br /><br /><br />
<p>Ayeuna makuta téh disimpen dina lomari kaca, di ruang Kapala Sakola. Lian ti makuta, aya deuih barang séjénna mangrupa tongkat. Bahanna sarua, campuran pérak, wesi kuning, jeung emas 18 karat. “Tapi, da sanajan ditawar sabaraha ogé moal dibikeun. Jeung moal sina nyingkah ti dieu,” omong Pa Dédé, salasaurang staf SMA Pasundan Majalaya basa ngobrol jeung Ujung Galuh.</p><br /><br /><br />
<p>Rada ahéng, saenyana mah. Percaya teu percaya basa narima béja yén di Majalaya kapanggih makuta raja. Cindekna di Kampung Leuwidulang, Désa Sukamaju. Mimitina mah henteu waka hayang maluruh, da angkanan téh asa mustahil. Sualna, ngaran-ngaran makuta raja, meureun kudu aya patalina jeung urut wilayah karajaan. Naha baheulana di Majalaya kungsi ngadeg hiji karajaan, nepi ka danget kiwari ogé tacan enya kapaluruh.</p><br /><br /><br />
<p>Nurutkeun sawatara katerangan ti sababaraha urang tokoh kolot Majalaya, rarasaan mah tacan aya deuih nu ngaguar sajarah Majalaya dipatalikeun jeung ngaran hiji karajaan. Tapi, basa ngaguar patilasan Karajaan Saunggalah di Kadatuan Paséh, kungsi meunang katerangan, yén dina mangsa yuganing rajakawasa saméméh abad ka-16, di dinya kungsi ngadeg 2 karajaan leutik, katelahna Karajaan Saunggalah jeung karajaan Madyalaya.</p><br /><br /><br />
<p>Ngeunaan Karajaan Saunggalah mémang kungsi ditulis sasakalana. Tapi, ari Karajaan Madyalaya mah nepi ka danget kiwari gé, masih kénéh lebeng, tacan aya katerangan anu jinek, boh sacara lisan boh sacara tékstual. Nya kitu deui, artéfak-artéfak pangrojongna. Ngan aya sotéh batu candi, nu pernahna di Kampung Tanggulun, Désa Tanggulun. Wates Majalaya jeung Kacamatan Ibun ayeuna.<br /><br /><br /><br />
Tapi, ayana batu candi di hiji lelewek, tacan karuhan deuih bisa dipatalikeun jeung ayana pusat pamaréntahan karajaan. Da ari batu candi mah bisa di mana waé. Contona di Kampung Bojongemas, Kacamatan Solokanjeruk jeung di Kampung Bojongménjé, Désa Cangkuang, Rancaékék. Sanajan enya gé aya kompléks urut candi, euweuh saurang gé anu matalikeun jeung pusat kagiatan karajaan.<br /><br /><br /><br />
Alatan sacara kawilayahan tacan aya bukti ngadegna hiji karajaan di wilayah Majalaya, nya saheulaanan mah panalungtikan makuta bisa dimimitian ku cara ngaguar tina jihat nu séjén.</p><br /><br /><br />
<p>Kabeneran maluruh makuta téh henteu bisa kebat ka nu manggihanana. Da rada hésé dipanggihan. Ngan cenah ari hayang-hayangan teuing mah kateranganana, bisa waé nepungan sababaraha sumber, diantarana, Dra. Hj. Tetty Héndriyati, B.Sc. salasaurang guru sajarah, jeung Drs, H. Dédi Sutardi, M.M.Pd., Kepala Bidang Sejarah Dan Kepurbakalaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupatén Bandung.<br /><br /><br /><br />
Matakna, harita kénéh gancang nepungan para narasumber anu dituduhkeun téa. Tétéla deuih, boh Hj. Tetty Héndriyati, boh H. Dédi Sutardi, saenyana mah tacan pati enya narima katerangan anu leuwih jero tur lengkep.</p><br /><br /><br />
<p>Hj. Tetty Héndriyati ngan saukur nyebutkeun yén éta makuta téh asalna ti Majapahit. Naha enya kitu ti Majapahit? Ké heula, kudu puguh alesanana. Tapi kétah, boa enya bisa jadi kacindekanana kitu, sabab aya sawatara ciri tina totem ukiran atawa tata rupa makuta. Salian ti makuta, aya deuih tongkat komando. Nu hiji huluna winangun ukiran hulu manuk hanura atawa garuda. Hiji deui mah ukiran buleudan kéong. Manuk garuda simbol Karajaan Majapahit minangka filosofi kajayaan nagara. Ari ukiran buleudan kéong, simbol tina gelung indung anu hartina ajaran yén hirup kudu ngahargaan jeung hormat tilawat ka nu indung atawa kaum istri. Tah, nu ieu mah simbul anu dipaké ku karajaan-karajaan di Tatar Sunda. Dina salasahiji tongkat kapanggih aksara Jawa. Dijieunna tina bahan campuran pérak, wesi kuning jeung emas.</p><br /><br /><br />
<p>Ari H. Dédi Sutardi ngan semet nyebutkeun ciri-cirina katut raja anu kungsi makéna. Diantara ciri-cirina, éta makuta téh ngabogaan ukuran anu jangkungna kurang leuwih 45 cm, kalawan diaméter antara 25-30 cm. Ari wangunna méh mirip makuta Déwa Krisna dina dunya pawayangan. Béda jeung makuta raja-raja Sunda anu leuwih mirip makuta Batara Guru.</p><br /><br /><br />
<p>“Ieu makuta téh lain jang pakéeun sapopoé,” ceuk Pa Dédé, anu mimiti ngampihan éta makuta. “Tapi, digunakeunana ukur dina waktu raja rék diwastu (dilantik). Nu pangahirna maké ieu makuta katelahna Prabu Ulun Umbul, pokna deui. Aya deuih anu nyebutkeun yén ieu makuta téh dipaké ku Raja Sungging Perbangkara.<br /><br /><br /><br />
Dumasar kana katerangan bieu, bisa dihartikeun yén makuta anu kapanggih di Majalaya, éstuning disamarkeun niléy kasajarahanana. Kawas aya carita anu disumputkeun dina jaman karajaan-karajaan baheula.<br /><br /><br /><br />
Lamun nurut kana katerangan Hj. Tetty Héndriyati anu nyebutkeun asalna makuta ti Majapahit, hartina dina mangsa baheula aya hubungan nu raket antara Karajaan Majapahit jeung Karajaan Sunda. Tapi, naha ieu hubungan téh bet kudu nyamuni ngeunaan raja-raja anu makéna éta makuta.</p><br /><br /><br />
<p>Dina catetan sajarah resmi, mémang henteu kungsi aya nu nyebutkeun Prabu Ulun Umbul. Nya kitu deui Prabu Sungging Perbangkara.<br /><br /><br /><br />
Tokoh Prabu Sungging Perbangkara mémang kungsi disebut-sebut dina carita Sangkuriang atawa sasakala Tangkubanparahu. Kajadian munculna Gunung Tangkubaparahu sorangan aya dina zaman kwartér tua antara 1,5 juta nepi 1 juta kalarung. Ari tradisi tatanan karajaan di Tatar Sunda kakara muncul taun 130 M ku ngadegna Karajaan Salakanagara.<br /><br /><br /><br />
Sedengkeun, ngaran Prabu Ulun Umbul mah, saenyana bisa diudag sacara étimologis atawa tradisi ayana ngaran jujuluk anu sok dipaké di kalangan para raja-raja baheula. Ngaran Prabu Ulun Umbul, nilik kana katerangan bieu mah nya bisa waé ukur ngaran jujuluk, lain ngaran sabenerna.</p><br /><br /><br />
<p>Disamarkeun<br /><br /><br /><br />
Saha saenyana ari Prabu Ulun Umbul nu asalna ti Majapahit téh?<br /><br /><br /><br />
Mun seug ngungkab deui carita Sasakala Majalaya vérsi lalampahan Prabu Hayam Wuruk sabada Perang Bubat atawa turun tahta tina karatuan, ceuk dina ieu vérsi carita, ngaran Majalaya aya patula-patalina jeung kajadian perlayana Raja Majapahit di wewengkon Hénéng Galuh (wilayah Bandung Kidul sabudeureun huluwotan Citarum, ayeuna).</p><br /><br /><br />
<p>Dicaritakeun, sabada turun tahta tina karatuan di Majapahit taun 1389 M., Prabu Hayam Wuruk ngahaja ninggalkeun Karajaan Majapahit. Inditna éstuning rerencepan. Teu ieuh loba nu apal kamana Hayam Wuruk léosna. Aya nu nyebutkeun yén Hayam Wuruk ngahaja napak tilas ka tanah luluhurna, ka wilayah urut kakawasaan Prabu Darmasiksa anu harita jadi Karajaan Sunda.<br /><br /><br /><br />
Basa Prabu Hayam Wuruk datang ka tatar Sunda, nu madeg raja, nyaéta Prabu Niskala Wastukancana (1371-1475 M.). Sakumaha pituduh, Prabu Hayam Wuruk henteu langsung muru ka Kawali, pusat pamaréntahan Wastukancana. Tapi nepungan salasaurang panguasa wewengkon kawesian anu katelahna Rahyang Campaka. Nya dumasar kana pituduh Rahyang Campaka, Hayam Wuruk diperenahkeun di wilayah Hénéng Galuh anu masih kénéh leuweung gerotan.<br /><br /><br /><br />
Di leuweung Hénéng Galuh, Hayam Wuruk mimiti muka padukuhan anyar. Beuki lila beuki lila, éta padukuhan téh beuki haneuteun. Antukna mah jadi daérah binayapanti, tempat latihan kaprajuritan. Hasil didikanana, loba anu kapaké jaradi baladhika, puragabaya atawa jagabaya di Karajaan Sunda katut karajaan-karajaan bawahanana.<br /><br /><br /><br />
Geus diniatan ti saméméhna, yén datangna Hayam Wuruk ka tatar Sunda téh éstuning boga tujuan ngaresibakti ka tanah luluhurna, bari sakalian nebus dosa tina timbulna kajadian Perang Bubat dina jaman pamaréntahanana. Kajadian Perang Bubat anu ngabalukarkeun gugurna Prabu Linggabuana katut Putri Dyah Pitaloka geus ngadatangkeun kagegeringan anu pohara dina sanubari Hayam Wuruk.<br /><br /><br /><br />
Hayam Wuruk ngarasa geus ngarempak amanat luluhurna, Prabu Darmasiksa anu ditepikeun ka Radén Wijaya atawa Prabu Kertarajasa Jayawardana (1293-1299). Tatanan amateguh kadatwan, dina mangsa Hayam Wuruk diganti ku tatanan amukti pa liu pa jieunan patihna, Sang Ma Hong Foe alias Mahapatih Gajah Mada, anu ngabalukarkeun hubungan Sunda jeung Majapahit bengkah.</p><br /><br /><br />
<p>Kadatangan Hayam Wuruk ka tatar Sunda, dibagéakeun ku Rahyang Campaka. Malah, ti Rahyang Campaka, Hayam Wuruk saenyana meunang iber yén Putri Dyah Pitaloka henteu ngalaman gugur di Bubat sabab kaburu aya nu nyalametkeun. Dina kaayaan keur kapiuhan Dyah Pitaloka dibawa deui ka Tatar Sunda, tur diperenahkeun di hiji tempat bari ngasuh nu jadi adi, Rakéan Pitara anu masih kénéh leutik. Sanggeus Rakéan Pitara sawawa, tuluy diwastu jadi raja Sunda kalawan gelar Prabu Niskala Wastukancana. Ti harita, Dyah Pitaloka milih hirup jadi ahli tatapa bari sakali-kali mantuan nu jadi adi sangkan bisa nanjeurkeun Karajaan Sunda.<br /><br /><br /><br />
Satadina mah Hayam Wuruk teu nyangka yén Dyah Pitaloka masih kénéh aya dikeuna. Da disangkana mah geus gugur di Bubat, matakna Hayam Wuruk kungsi ngadegkeun sanggah jang sembahbakti ka Dyah Pitaloka. Tapi, sanggeus dibawa kalawan rerencepan tempat tapana, Hayam Wuruk mimiti percaya. Jeung deuih, harita mah Hayam Wuruk teu daék ganggu, sabab katingalina Dyah Pitaloka jongjon pisan kawas nu henteu bisa diganggu.</p><br /><br /><br />
<p>Ngan basa Dyah Pitaloka dibawa ku Rahyang Campaka ka sanggah tempat Hayam Wuruk ngayakeun sembahbakti ka Dyah Pitaloka jeung ka tatar Sunda. kasampak Hayam Wuruk geus palastra, dirempug puluhan karaman anu boga maksud hayang ngarebut harta kakayaan Hayam Wuruk. Para karaman apaleun yén Hayam Wuruk nu malih warni jadi Ki Anom téh horéng mah Raja Majapahit.<br /><br /><br /><br />
Tangtu waé Hayam Wuruk henteu mikeun kitu waé. Ongkoh deuih harta kakayaan bawana ti Majapahit geus disumputkeun di hiji tempat anu saurang gé taya nu apal. Diantara harta kakayaan anu dibawana téh, nya salasahijina mangrupa makuta karajaan.<br /><br /><br /><br />
Mun nurut kana carita di luhur, istilah Majalaya boa enya asalna tina kalimah Raja Majapahit Perlaya. Ari makutana anu salila ieu disumputkeun henteu kapanggih ku karaman bet kabeneran kapanggih di lelewek Leuwidulang, Désa Sukamaju, Kacamatan Majalaya.</p><br /><br /><br />
<p>Tapi, naha bet ngaranna Makuta Ulun Umbul?<br /><br /><br /><br />
Kecap ulun, ngabogaan harti babakti. Ari kecap umbul, bisa dihartikeun rupa-rupa. Harti nu kahiji, robah jadi kecap umbul-umbul, hartina kaén warna-warni anu dipasang dina awi gantar, biasana rada melengkung ka congona. Sok dipaké keur hiasan di sisi-sisi jalan mun mapag tamu agung. Harti kadua, sok robah jadi kecap umbur, hartina gancang pisan badagna. Harti katilu, hartina Cikahuripan. Harti kaopat, robah jadi kecap mumbul, atawa ngumbul harti ngapung atawa keur aya di luhur bari kokoléaban. Harti kalima, pamingpin daérah.</p><br /><br /><br />
<p>Dipatalikeun deui kana carita tadi, boa enya anu dimaksud Prabu Ulun Umbul téh taya lian ti jujulukna Prabu Hayam Wuruk salila ngaping di wewengkon Hénéng Galuh. Anu jadi alesanana:<br /><br /><br /><br />
Miangna Hayam Wuruk ti Majapahit ka Tatar Sunda boga niat hayang babakti (ulun) atawa ngaresi bakti pikeun nebus dosa ka Raja Sunda katut ka Putri Dyah Pitaloka.<br /><br /><br /><br />
Sanajan datangna ka Tatar Sunda bari rerencepan, tapi ngaran-ngaran ka Raja Agung teu burung wé dihiap tur dibagéakeun ku panguasa anu kadatangan nyéta Rahyang Campaka (dipapag ku umbul-umbul).</p><br /><br /><br />
<p>Basa Hayam Wuruk diperenahkeun di wilayah Hénéng Galuh, (deukeut ka umbul atawa Sumber Cikahuripan) nu asalna leuweung-luwang-liwung, dina waktu anu teu lila (umbur) geus bisa robah jadi padukuhan anu kacida haneuteun.</p><br /><br /><br />
<p>Saenyana Karajaan Majapahit nu ditinggalkeun ku Hayam Wuruk téh kaasup karajaan anu keur meujeuhna mumbul (aya di luhur, disebutna gé karajaan agung).<br /><br /><br /><br />
Salila aya di tatar Sunda, da tadina gé puguh raja, nya Hayam Wuruk dijadikeun pamingpin (umbul) padukuhan.</p><br /><br /><br />
<p>Dumasar kana alesan-alesan tadi, Prabu Ulun Umbul mémang larap pisan jeung kaayaan Hayam Wuruk waktu aya di Tatar Sunda. Enya henteuna, nyanggakeun. (Dimuat dina Majalah Sasakala Ujung Galuh No.16)</p><br /><br /><br />
<p>CENAH IEU TEH Lukisan Hayam Wuruk ( tina Google)” src=”<a href=http://sphotos-b.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash4/420320_335425896586190_208931427_n.jpg
Read More..

KITAB HENOKH (ENOCH) MENGUNGKAP MISTERI PERADABAN KUNO YANG HILANG (LEMURIA)

KITAB HENOKH (ENOCH) MENGUNGKAP MISTERI PERADABAN KUNO YANG HILANG (LEMURIA)

 Kitab Henokh (Enoch) Mengungkap Misteri Peradaban Kuno yang Hilang (Lemuria)
Kitab Henokh (Enoch) mengungkap misteri peradaban kuno yang hilang (Lemuria), peradaban pertama yang maju dengan ilmu pengetahuan dari ‘surga’?
Potongan Buku Henokh atau sebagian sejarawan menyebutnya kitab Henokh yang ditemukan akhirnya sedikit demi sedikit bisa menjawab keberadaan benua yang hilang, peradaban Lemuria yang menjadi wilayah maju dan sombong hingga Tuhan harus menenggelamkannya kedalam Samudera Pasifik.
‘Fallen Angels and the Origins of Evil‘ karya Elizabeth Clare, setidaknya menjelaskan secara rinci tentang asal usul Benua Lemuria, Atlantis, dan Dunia Bawah dengan menerjemahkan Kitab Henokh dan Alkitab yang ada saat ini.
Ada juga sumber lain yang diperoleh dari seorang penulis Arab di abad pertengahan, Al Masoudi. Mungkin, artikel kali ini terdengar seperti sebuah ‘keyakinan’ tapi nantinya lebih mendekati ‘mitos’ yang terdengar seperti ‘kenyataan’.
Kitab Henokh, Kunci Misteri Peradaban Awa lAhli Alkitab dan beberapa arkeolog menganggap kisah Henokh (Enoch) berada di Timur Tengah, ada kemungkinan Henokh ( ataupun Idris ) hidup di peradaban kuno Lemuria ataupun Atlantis.
Henokh adalah generasi ke-7 keturunan Adam, hidup di Taman Eden yang terletak di Lemuria (Mu) Samudera Pasifik (dan Nusantara ?). Benua Lemuria yang menghilang 250.000 tahun lalu akibat ledakan gas di bawah benua. Pada tahun 2004, beberapa studi ilmiah independen telah mengkonfirmasi ledakan ini. Salah satu ilmuwan benar-benar mengatakan ada ledakan saat ini. Yang lainnya mengatakan ada bencana lain yang didasarkan adanya penurunan oksigen dalam jumlah besar di planet bumi.
Henokh diperkirakan lebih dekat dengan generasi Nabi Nuh yang mungkin menempatkan dirinya di wilayah yang sama dengan Nuh. Secara umum diakui oleh para ilmuwan dan mereka yang akrab dengan sejarah esoterik bumi, bahwa banjir terjadi sekitar 12.000 tahun yang lalu. Banyak yang percaya bahtera itu mendarat di timur tengah, tapi bukan berarti bahwa Atlantis dekat dengan Mediterrenean.
Sebagian arkeolog menempatkan Atlantis dekat dengan Yunani tetapi tidak semua, mereka yang tidak dibatasi ortodoksi seperti John Anthony West, Robert Shoch, Graham Hancock, Robert Bauval, Michael Cremo dan ilmuwan lain yang mengetahui bahwa sejarah Mesir kuno dan legenda Atlantis sangat jauh berbeda.
Plato menulis bahwa benua Atlantis berada di luar Pilar Hercules, ilmuwan masih belum memberikan gambaran peradaban kuno yang mampu membangun piramida Mesir dengan batu dan saat ini manusia tidak sanggup membangunnya. Selama ini, Gereja Katolik menolak Plato dan mendukung Aristoteles karena Plato lebih bersifat mistis. Mistisisme menyiratkan bahwa individu memiliki kemampuan untuk memasuki arus Ilahiyah atau memiliki hubungan langsung dengan Tuhan. Hal ini tentu saja dianggap ‘laknat’ oleh Gereja Katolik yang takut tergerus kekuasaan dan otoritasnya.
Dalam penerjemahan secara Islami, naskah Aristoteles yang diterjemahkan Roger Bacon perlahan mulai terungkap. Tapi polemik dan perbedaan pendapat terjadi, Roger Bacon adalah seorang alkemis yang dianggap mistik dan hal itu lebih selaras dengan filosofis Plato.
Literatur esoteris dan metafisik selama lebih dari 120 tahun terakhir menyatakan bahwa Atlantis berada di tengah Samudra Atlantik. A Dweller on Two Planets (1, 2) karya Phylos, adalah buku yang menceritakan tentang Atlantis dan diterbitkan sekitar waktu yang sama.
Edgar Cayce tidak hanya menggambarkan Atlantis tapi juga mengatakan bukti akan ditemukan sekitar Bimini.
Tradisi esoterik lainnya seperti ‘The Bridge to Freedom and The Summit Lighthouse‘ telah memberikan gambaran yang dimulai dari tradisi-tradisi yang tersisa. Taylor Caldwell diusia 12 tahun menulis tentang legenda peradaban kuno di benua Atlantik dalam buku ‘The Romance of Atlantis’. Dalam bukunya menyatakan tentang kejatuhan dan penurunan moral serta spiritual. Pada puncaknya mengalami bencana banjir besar seperti yang diceritakah cucu Henokh (Nuh) dalam Alkitab.

KETURUNAN ADAM MENDIRIKAN PERADABAN LEMURIA

KETURUNAN ADAM MENDIRIKAN PERADABAN LEMURIA
Berkembangnya manusia di Bumi melalui beberapa tahap yang akhirnya mendirikan peradaban kuno yang dibentuk anak-anak Adam. Keturunan Adam sebagian besar sejarahnya hampir tidak bisa ditelusuri. Bumi tenggelam hingga ke level paling rendah dan ketika itu kesadaran spiritual padam. Adam dan Hawa hidup di muka bumi dengan berbagai perkembangan yang kurang maju. Ketika Cain (Qabil) membunuh Habel (keturunan Adam yang saling membunuh), dia diusir untuk mencari istri dari keturunan lain, Cain pergi ke daratan Lemuria untuk menemukan pasangan.Adam dan Hawa bukan makhluk pertama di Bumi, mereka memiliki tetangga meskipun jauh. Misteri yang melahirkan keturunan Cain dan berkembang di Lemuria, keturunan yang kehilangan moral dan spritual hingga Tuhan memberikan bencana besar.
Beberapa sejarawan memiliki anggapan berbeda dalam konsep penerjemahan Adam dan Hawa sebagai manusia yang pertama kali diciptakan Tuhan. Adam lebih berkaitan dengan Roh yang pertama kali diciptakan, kemudian mereka ditemani oleh banyak ‘pasangan’ yang juga hidup di planet bumi. Logikanya, ketika Cain diusir dari lingkaran Adam, bagaimana dia bisa mendapatkan pasangan? Yang menjadi pertanyaan, apakah fisik pasangannya sama seperti Hawa?

KITAB HENOKH MENCERITAKAN KEHANCURAN LEMURIA DAN ATLANTIS

Gambar PERADABAN LEMURIA yang hancur
Kitab Henokh memiliki banyak misteri yang bisa mengungkap keberadaan peradaban kuno Lemuria dan Atlantis. Berikut beberapa isi kitab Henokh yang diterjemahkan Elizabeth Clare.
Kitab Henokh berbicara tentang alam yang tidak jelas di mana sejarah dan mitologi saling tumpang tindih, serta huruf-huruf rahasia tak terduga tentang pengetahuan kuno. Ketika para malaikat surgawi dan pemimpin mereka bernama Samyaza mengembangkan nafsu tak terpuaskan atas ‘anak perempuan dari manusia’ di bumi dan keinginan tak tertahankan untuk melahirkan anak dengan wanita-wanita ini. Samyaza takut untuk turun sendiri, maka dia meyakinkan 200 malaikat yang disebut ‘Penjaga’ untuk menemaninya dalam misi kenikmatan. Kemudian para malaikat mengambil sumpah dan terikat diri melalui ‘kutukan bersama’. Para malaikat turun dan mengambil istri di antara anak perempuan manusia. Mereka mengajarkan sihir kepada wanita, mantra, dan ramalan versi rahasia surga.
Para wanita itu mengandung anak dari para malaikat, raksasa-raksasa jahat. Raksasa yang melahap semua makanan manusia di bumi, mereka membunuh dan memakan burung, reptil, dan ikan. Tidak ada yang sakral, tak lama kemudian Homo Sapiens menjadi hidangan mewah (7:1-15). Azazyel menciptakan perlengkapan tidak wajar untuk istrinya seperti riasan mata dan gelang mewah untuk meningkatkan daya tarik seks. Sedangkan untuk pria, Azazyel mengajarkan mereka ‘setiap jenis kejahatan’ termasuk sarana untuk membuat pedang, pisau, perisai, pakaian perang dan semua peralatan perang (8:1-9).
Ketika manusia di bumi berseru menentang kekejaman ditimpakan pada mereka, Surga mendengar permohonan manusia. Para malaikat perkasa Mikail, Jibril, Raphael (Israfil), Suryal, dan Uriel banding atas nama manusia di hadapan Yang Mahatinggi, Raja segala raja (9:1-14). Tuhan memerintahkan Raphael untuk mengikat tangan dan kaki Azazyel. Jibril dikirim untuk menghancurkan anak-anak hasil perzinahan, keturunan dari para Penjaga. Mikail kemudian mengikat Samyaza dan keturunannya yang jahat selama 70 generasi di dunia bawah (bumi), bahkan sampai hari penghakiman. Dan Tuhan mengirimkan Banjir Besar untuk melenyapkan raksasa jahat, anak-anak dari para Penjaga.
Disini dijelaskan bahwa peradaban Lemuria dan Atlantis yang diyakini pengikut NAZI dan segala bentuk organisasi Rosicrucian, mereka meyakini Taman Eden di benua yang hilang, meyakini dunia bawah (yang diceritakan sebagai tempat ‘pengurungan’ Samyaza), adalah bangsa yang menginginkan pemusnahan masal terhadap manusia sebagai pembalasan ‘nenek moyang’ mereka yang terbuang.Tapi penerjemahan naskah ini masih menjadi misteri, bagaimana mungkin kitab Henokh bisa menjelaskan tentang Banjir Besar, sementara bencana itu terjadi di masa Nabi Nuh? Dalam Alkitab, Henokh ataupun Idris diangkat ke langit dan mungkin saja Kitab Henokh ditulis kembali sesudah bencana banjir besar.

PERADABAN MAJU, ASAL USUL PEMBANGUNAN PIRAMIDA MESIR

PERADABAN MAJU, ASAL USUL PEMBANGUNAN PIRAMIDA MESIR
Dalam narasi yang ditemukan, Henokh (Idris) melihat visi masa depan tentang zaman nabi Nuh. Seorang penulis Arab dari abad ke-10 AD bernama Al Masoudi menulis sebuah catatan sejarah berjudul ‘Fields of Gold-Mines Of Gems‘. Di dalamnya, Masoudi menceritakan kisah Raja Saurid Ibnu Salhouk, seorang penguasa Mesir yang hidup 300 tahun sebelum banjir.
Saat bumi itu sedikit lebih muda, Saurid Ibnu Salhouk, tidurnya terus-menerus terganggu oleh mimpi buruk yang mengerikan. Dia melihat bahwa ‘seluruh bumi diserahkan’ beserta penghuninya. Dia melihat pria dan wanita jatuh di atas mereka dan ‘bintang jatuh ke bawah dengan suara mengerikan’. Akibatnya ‘mengambil’ semua manusia yang hidup di masa itu. Setelah satu malam lebih mimpi itu terus berlanjut, ia memanggil para imam yang datang dari semua provinsi di Mesir kuno. Tidak kurang dari 130 imam berdiri di depannya, salah satu pemimpin mereka mempelajari dan mencoba menafsirkan mimpi itu.
Masing-masing imam berkonsultasi dengan mempelajari ketinggian bintang di angkasa. Mereka mengatakan kepada raja bahwa mimpi buruknya mengisyaratkan bahwa banjir besar akan menutupi bumi. Kemudian api besar akan datang dari arah konstelasi bintang Leo. Mereka meyakinkan bahwa setelah bencana ini ‘dunia akan kembali ke awal’.“Apakah akan datang ke negara kami” tanya raja, dan mereka menjawab dengan jujur. “Ya, dan itu akan menghancurkannya?”Setelah menerima nasib masa depan kerajaannya, Saurid memutuskan untuk membangun tiga piramida Mesir yang menakjubkan serta lemari besi yang sangat kuat. Semua itu harus diisi dengan ‘pengetahuan tentang ilmu rahasia’ termasuk semua ilmu astronomi, matematika dan geometri yang telah mereka pelajari. Semua pengetahuan ini akan tetap tersembunyi, dan suatu hari akan datang seseorang yang membuka tempat-tempat rahasia itu.
Tulisan Al Masoudi masih menjadi misteri, apakah Idris (Henokh) menjadi pemimpin para imam yang meramalkan kehancuran bumi? Etimologi menyebutkan bahwa Idris seorang yang pintar, penemu tulisan dan alat tulis, dan ahli astronomi (perbintangan). Dia juga pernah disebut sebagai Singa dari segala singa karena keberanian dan kegagahannya.
Masih banyak rahasia Buku Henokh yang belum terselesaikan, misteri-misteri peradaban kuno mungkin akan terjawab melalui naskah kuno dan alkitab yang ada saat ini. Di lain waktu, kita akan membahas masalah makhluk asing atau alien yang diyakini (juga disinggung dalam kitab Henokh) muncul di zaman nabi Idris, apakah Henokh berhasil dalam rekayasa genetik?

PIRAMID BERASAL DARI NUSANTARA?

PIRAMID BERASAL DARI NUSANTARA
Sebelum saya meneruskan topik di atas saya ingin menyampaikan kekesalan saya terhadap beberapa pihak terutama Kerajaan, Universiti-Universiti tempatan, ahli-ahli sejarah dan yang penting ahli-ahli arkeologi di Malaysia.
Apakah yang dilakukan oleh ahli-ahli arkeologi di Malaysia? Mengapa perkembangan kajian mereka begitu lembab berbanding dengan rakan se bidang mereka di negara- negara jiran?
Saya pernah bertanya soalan ini dengan Professor saya dahulu, beliau menjawab bahawa ini semua kerana kurangnya support dari kerajaan Malaysia. Sampai bila mereka hendak duduk menggali di tempat yang sama? Balik-balik lembah Bujang sahaja yang digali cari sedangkan banyak lagi tapak-tapak lain yang tidak kurang hebatnya ada di seluruh hutan belantara Negara ini.
Jika mereka masih berada di bawah tempurung dan sentiasa mengharapkan bantuan kerajaan dalam segala hal saya rasa rahsia-rahasia besar ketamadunan Melayu di semenanjung ini takkan terbongkar dalam masa 50 tahun lagi. Kemanakah semangat mereka? Selama ini tesis-tesis yang saya baca di rak-rak tesis di universiti juga amat mengecewakan. Kebanyakan tesis hanya membincangkan tentang manik-manik serta artifak-artifak porselin dan tidak adanya penemuan agung seperti di negara jiran. Apakah nasib bidang arkeologi di negara kita agaknya?
Alasan demi alasan mereka berikan. Tiada bujet, susah, tiada alat, memerlukan masa, tiada kepakaran dan sebagainya. Jika ini berterusan maka bidang arkeologi akan terkubur. Nak mujurlah ada penemuan penting di sungai batu sebelum ini , kalau tidak tak siapa didunia ini tahu bahawa Malaysia juga ada tapak arkeologi.
Berbalik kepada topik kita, sebenarnya sudah ada kajian yang dibuat oleh para arkeologis barat dan dari negara jiran sendiri yang menunjukkan bahawa budaya piramid sebenarnya berasal dari Nusantara. Lebih tepat lagi ianya dikaitkan dengan sebuah benua yang telah tenggelam iaitu Sundaland.
Sudah lama sebenarnya saintis-saintis barat mengeluarkan teori mereka mengenai Sundaland dan kebanyakan teori ini memang benar. Namun demikian sebahagian besar ahli-ahli arkeologi, geologi dan Sejarah aliran perdana masih meraguinya kerana menurut mereka ini semua pseudoscience dan arkeologi terlarang. Seperti yang kita tahu sebenarnya banyak penemuan arkelologis yang terpaksa dirahsiakan oleh kerajaan-kerajaan tertentu kerana ia bercanggah dengan teori-teori ilmuan perdana.
Namun yang benar tetap akan tersingkap walau bagaimana carapun kita menutupnya bak kata orang Melayu bangkai gajah kalau ditutup akan berbau juga.Di negara jiran kita Indonesia beberapa Ahli arkeologi dan geologi ternama mereka sedang giat untuk membuktikan bahawa sememangnya tanah Nusantara ini wujud sebuah ketamadunan purba yang tinggi teknologinya. Salah satu teknologi tamadun purba ini adalah pembinaan piramid.
Professor Robert Schoch dalam kajian beliau ada menyatakan bahawa sebenarnya ilmu pembinaan piramid bukanlah asli dari Mesir tetapi sebaliknya milik bangsa yang lebih tua yang berasal dari timur di sebuah benua yang telah tenggelam.
Menurut beliau lagi Sundaland yang tenggelam lebih kurang 70000 tahun yang lalu telah memperlihatkan penghijrahan satu kaum yang maju yang membawa ilmu pembinaan piramid ke serata dunia termasuklah Mesir.Kajian yang dibuat beliau bukan sahaja menyetuh tentang bukti-bukti arkeologi tetapi juga bukti linguistik, antropologi, DNA, dan geologi.
Oleh karena itu adalah sukar untuk menyangkal teori yang dibuat beliau tanpa pengetahuan dalam bidang-bidang tersebut. Tambah beliau lagi tamadun-tamadun utama dunia seperti Sumer, China, Bolivia, Peru dan lain-lain mendapat ilmu mereka dari orang-orang Sundaland yakni Nusantara. Menurutnya lagi manusia dari Sundaland ini mempunyai ilmu pelayaran yang hebat dan telah berlayar ke seluruh pelusuk dunia untuk menyebarkan tamadun mereka.
Adakah anda pernah menonton filem 10 000 b.c? jika belum sila tonton kerana dalam filem itu ada maksud tersembunyi. Jika kita teliti betul-betul dalam babak akhir filem tersebut setelah kesemua hamba-hamba itu memberontak para penguasa yang mengarah untuk membina piramid tersebut cuba melarikan diri dengan sebuah kapal besar yang disembunyikan di belakang Piramid. Filem ini dengan jelas cuba memberi clue kepada kita bahawa Pembina piramid datang dari wilayah asing yang jauh.
Mungkin maklumat ini terlalu asing bagi kalian semua namun sebenarnya kenyataan Prof Robert ini ada asasnya. Seperti yang telah saya katakana Ahli-ahli arkelologi Indonesia sedang giat mencari piramid-piramid di seluruh Nusantara dan hasilnya mereka berjaya menemui beberapa buah piramid dan step piramid yang berusia beribu-ribu tahun lebih tua dari piramid Mesir!
Salah satu tapak yang telah dikenal pasti oleh geologis dan arkelologis Indonesia ialah di gunung Lalakon, Bandung. Menurut mereka setelah mereka mengadakan unjian batuan secara saintifik mereka mendapati dibawah permukaan Gunung lalakon terdapat bentuk batu-batuan yang seakan-akan dibina manusia dan bukan terbentuk secara semulajadi. Jika ini benar bermakna Gunung Lalakon adalah salah satu piramid yang terbesar dan tertinggi di dunia. Pasukan yang digelar Turangga Seta ini mengklaim masih ada ratusan piramid lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mengatakan bahwa piramid-piramid itu tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Secara geomorfologis, bentuk Gunung Lalakon di Bandung mahupun Gunung Sadahurip di Garut memang memiliki bentuk yang mirip dengan piramid. Mereka memiliki empat sisi yang ternyata simetri.

BENTUK GUNUNG LALAKON ADALAH TIDAK UBAH SEPERTI PIRAMID. MAMPUKAH ALAM SEMULAJADI MEMBENTUK PIRAMID SEBEGINI?

BENTUK GUNUNG LALAKON ADALAH TIDAK UBAH SEPERTI PIRAMID. MAMPUKAH ALAM SEMULAJADI MEMBENTUK PIRAMID SEBEGINI
Adakah penemuan ini sama seperti penemuan di Bosnia. Saya juga mendapat maklumat bahawa penggalian di Bosnia telah dihentikan kerana kurang bukti ditemui dan dihalang oleh lembaga Arkeologi yang berpengaruh di dunia. Mengapa mereka betul-betul takut jika piramid ditemui di Bosnia atau di Indoneisa agaknya?

PUNDEN BERUNDAK DI JAWA BARAT YANG BERBENTUK PIRAMID

Selain daripada Gunung-gunung yang disebutkan diatas sebenarnya ada banyak lagi tapak lain terutama tapak megalitik di Indonesia yang mempunyai binaan berupa piramid dan step piramid. Antaranya ialah Candi Sukuh yang amat terkenal itu. Jika kita lihat betul-betul Candi ini tidak ubah seperti piramid kaum Maya dan Aztec di Amerika tengah! Selain Candi Sukuh satu lagi candi yang hampir serupa ialah Candi Cheto. Semua ini terletak di Pulau Jawa.
Sebenarnya jika kita membuat kajian lebih mendalam ciri-ciri pembinaan candi-candi di Nusantara adalah amat unik. Hal ini kerana ianya berasaskan kepada binaan step piramid. Contoh yang paling nyata ialah candi Borobudur sendiri. Selain Borobudur candi-candi lain seperti Candi pasemah di Sumatera selatan dan Candi Prambanan terutama di bahagian atasnya yang melambangkan Gunung Mahameru juga mempunyai asas step piramid. Jadi pada pendapat saya adalah logik sekiranya kita katakan bahawa pembinaan piramid adalah tidak asing sebenarnya di Nusantara.

CANDI SUKUH SALAH SATU CANDI UNIK YANG BERBENTUK PIRAMIDCANDI CHETO JUGA BERBENTUK SEPERTI PIRAMID AMERIKA TENGAH PUNDEN BERUNDAK, SALAH SATU TAPAK MEGALITIK BERBENTUK STEP PIRAMIDCANDI BORUBUDUR JUGA DIBINA DENGAN ASAS PIRAMID

Gambar Masjid kampung laut
Masjid kampung laut.
Gambar Masjid Minang.
Masjid Minang.
Rumah kaum Melayu Merina di Madagaskar juga mengekalkan bentuk 3 segi dan piramid.
Para pengkalji dari UKM sendiri pernah membuat kesimpulan bahawa di sekitar Tasik Chini ada bukit-bukit yang berbentuk seperti piramid yang mempunyai empat bucu yang lurus. Tambahan lagi jika kita lihat senibina rumah-rumah Melayu di seluruh nusantara maka akan kita lihat tidak hilangnya tradisi piramid dalam masyarakat kita. Apakah yang saya maksudkan? yang saya maksudkan adalah senibina bumbungnya yang berbentuk piramid dan antara contohnya ialah Masjid kampung laut. Apakah semua ini? adakah benar piramid berasal dari Nusantara? Adakah benar Sundaland adalah Atlantis yang dicari-cari selama ini? Saya tinggalkan persoalan ini untuk anda semua fikirkan. Wallah hu a’lam.
This entry was posted in Peninggalan Sejarah on 18 October 2012.KEARIFAN BUDAYA LOKAL YANG TERCERMIN DALAM SITUS Situs Astana Gede KawaliLeave a reply

Abstrak

Kawali adalah sebuah kota kecamatan yang berada di kabupaten Ciamis propinsi Jawa Barat-Indonesia. Kawali merupakan aset yang sangat berharga bagi kabupaten Ciamis. Dari kota kecil ini kita akan banyak menemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang sangat penting. Karena peninggalan-peninggalan tersebut menyangkut sejarah peninggalan akar budaya Sunda, baik berupa makam-makam petinggi Kerajaan Sunda sebelum Kawali jadi pusat ibukota kerajaan (yang berada di Winduraja Kawali) maupun peninggalan-peninggalan raja-raja yang pernah bertahta di Kawali yang berada di Astana Gede Kawali.
Kawali tidak akan menjadi tempat penting dalam sejarah sunda jika di tempat ini tidak terdapat peninggalan sejarah yang sudah diakui keabsahannya. Baik sumber primer seperti prasasti dari abad 14 M yang terdapat di Astana Gede, maupun sumber sekunder lainnya berupa catatan atau naskah yang ditulis dengan cara ditoreh atau digores dalam daun lontar atau nipah dengan menggunakan peso pengot. Kegiatan menulis dengan menggunakan daun lontar dan pisau pengot rupanya sudah menjadi budaya pada waktu untuk melahirkan karya-karya sastra sunda buhun.
Read More..

PRABU SILIWANGI

PRABU SILIWANGI

PRABU SILIWANGI
dicopas tina: pikiran-rakyat.com
Prabu Siliwangi mangrupakeun hiji tokoh anu kamashur dina kasusastran Sunda, nujul ka tokoh sajarah anu gelarna Sri Baduga Maharaja (sakumaha dina prasasti Batutulis) atawa Jayadéwata (dina Carita Parahyangan), ti karaton Pakuan Pajajaran, puseur pamaréntahan karajaan Sunda.

Sumber sajarah pangbuhunna nu nyabit-nyabit kecap “Siliwangi” nyaéta naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian (1518 M) nu maksudnya nyebutkeun hiji lalakon pantun, éta ogé lalakonna mah teu dicaritakeun. Nu kadua nyaéta Carita Purwaka Caruban Nagari (1720) nu ditulis ku Pangéran Arya Cirebon, nu ngadadarkeun yén Prabu Siliwangi téh putra Prabu Anggalarang ti Galuh, nu kungsi matuh di karaton Surawisésa, Parahyangan Wétan. Prabu Siliwangi ngadeg naléndra di Pakuan Pajajaran nganggo jenengan Prabu Déwatawisésa, linggih di kadaton Pakuan nu ngaranna “Sri Bhima”. Prabu Siliwangi jeneng ratu di Pakuan teu lila satutasna nikah ka Subanglarang di Singapura (1422), dina jaman Prabu Niskala Wastu Kancana mingpin kénéh karajaan Sunda ti Kawali (1371-1475).
Lian ti Subanglarang, Prabu Siliwangi ogé nikah ka Ambetkasih.
Numutkeun naskah ieu kénéh, nalika Prabu Siliwangi ngalih ka Pakuan
téh, agama Islam geus sumebar di masarakat.
Dina naskah Carita Ratu Pakuan (Kr. 410, ditulis kira ahir abad ka-17 atawa awal abad ka-18), Prabu Siliwangi téh nujul ka Ratu Pakuan, nu gaduh istri Ambetkasih jeung Subanglarang.
Katerangan ieu cocog jeung eusi naskah Cirebon nu kasebut tadi, sahingga écés yén Ratu Pakuan téh Prabu Siliwangi alias Sri Baduga Maharaja.
Dina prasasti Batutulis disebutkeun yén Jayadéwata téh diistrénan dua kali: “Prabu Guru Déwataprana” (kira taun 1420-an ahir atawa awal 1430-an) jeung “Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Déwata” (1482).
Anu munggaran, diistrénan kalawan jenengan “Prabu Guru Déwataprana” téh sigana ku Prabu Susuktunggal raja Sunda, ramana, nu ngadegkeun kadaton Sri Bhima Punta Narayana Madura Suradipati. Sedengkeun anu kadua, nyaéta nalika ngaganti Ningrat Kancana (nu gelarna “Prabu Déwa Niskala” di Galuh) sakaligus ngahijikeun (deui) kakawasaan Sunda-Galuh.
Catetan ti Portugis (Summa Oriental karya Tome Pires) nyebutkeun yén (1513) Karajaan Sunda téh diparéntah kalawan adil, jalmana jalujur. Kagiatan dagang Sunda jeung Malaka téh nepi ka Maladéwa. Produksi pedesna (cenah kualitasna leuwih hadé batan produksi India) nepi ka 1000 bahar
(1 bahar = 3 karung) per taun, malah asemna mah bisa minuhan 1000 kapal, nu dimuat di palabuan Banten, Kalapa, Cimanuk, Tangerang, Pomdam
(?), jeung Cigedé. Komoditas lianna di antarana emas murni, kaén, daging (bagong, domba, embé, sapi), sayuran, jeung bubuahan. Ogé ngeunaan kaayaan Pakuan, nu disebutkeun pangeusina aya 50 rébu urang, sedengkeun angkatan nu siap perangna aya 100 rébu urang, nu dirojong ku 4000 kuda ti Pariaman jeung 40 gajah.
Prabu Siliwangi mingpin karajaan Sunda di Pakuan Pajajaran salila 39 taun (1482-1521), dikurebkeun di Rancamaya (wewengkon nu kiwari mangrupa padumukan méwah Rancamaya, deukeut Ciawi, Bogor), sedengkeun pamaréntahan Sunda salajengna diteruskeun ku Surawisésa.

Islamisasi Dinasti Prabu Siliwangi

Oleh Prof.Dr. AHMAD MANSUR SURYANEGARA
DINASTI
Sang Prabu Siliwangi pada abad ke-15, menjadikan Islam sebagai agamanya secara aman dan damai. Diawali dengan sebab adanya pernikahan kedua Sang Prabu Siliwangi dengan Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa, Syah Bandar Cirebon. Subang Larang adalah santri Syekh Kuro atau Syekh Hasanuddin dengan pesantrennya di Karawang. Dinasti Sang Prabu Siliwangi dari pernikahannya dengan Subang Larang, terlahirlah tiga orang putra putri. Pertama, Pangeran Walangsungsang, kedua, Nyai Lara Santang dan ketiga Raja Sangara. Ketiga-tiganya masuk Islam.

Pesantren Syekh Kuro

Syekh Kuro yang dikenal pula dengan nama Syekh Hasanuddin, memegang peranan penting dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi. Persahabatan Ki Gedeng Tapa dengan Syekh Kuro, menjadikan putrinya, Subang Larang masantren di Pesantren Syekh Kuro. Adapun kedudukan Ki Gedeng Tapa adalah sebagai Syahbandar di Cirebon.
Menggantikan Ki Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Ki Gedeng Tapa dikenal pula dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati.
Dalam Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya Pangeran Arya Cirebon yang ditulis (1720) atas dasar Negarakerta Bumi, menuturkan bahwa Ki Gedeng Sinangkasih memiliki kewenangan yang besar. Tidak hanya sebagai Syahbandar di Cirebon semata. Ternyata juga memiliki kewenangan mengangkat menantunya, Raden Pamanah Rasa sebagai Maharaja Pakwan Pajajaran dengan gelar Sang Prabu Siliwangi. Adapun istri pertama Sang Prabu Siliwangi adalah Nyi Ambet Kasih putri kandung Ki Gedeng Sindangkasih. Istri kedua, Subang Larang putri Ki Gedeng Tapa.
Isteri ketiga, Nyai Aciputih Putri dari Ki Dampu Awang. Dari peristiwa pergantian kedudukan di atas ini, antara Ki Gedeng Tapa dan Sang Prabu Siliwangi memiliki kesamaan pewarisan. Keduanya memperoleh kekuasaan berasal dari Ki Gedeng Sindangkasih setelah wafat. Hubungan antara keduanya dikuatkan dengan pertalian pernikahan. Sang Prabu Siliwangi mempersunting putri Ki Gedeng Tapa yakni Subang Larang.
Dengan demikian Sang Prabu Siliwangi adalah menantu Ki Gedeng Tapa. Pernikahan di atas ini, mempunyai pengaruh yang besar terhadap kekuasaan politik yang sedang diemban oleh Sang Prabu Siliwangi. Tidaklah mungkin kelancaran kehidupan Kerajaan Hindu Pajajaran, tanpa kerja sama ekonomi dengan Syahbandar Cirebon, Ki Gedeng Tapa. Begitu pula sebaliknya, Ki Gedeng Tapa tidak mungkin aman kekuasaannya sebagai Syahbandar, bila tanpa perlindungan politik dari Sang Prabu Siliwangi. Guna memperkuat power of relation antar keduanya, maka diikat dengan tali pernikahan.

Pengaruh eksternal

Pengaruh islamisasi terhadap Dinasti Sang Prabu Siliwangi tidak dapat dilepaskan hubungan dengan pengaruh Islam di luar negeri. Di Timur Tengah, Fatimiyah (1171) dan Abbasiyah (1258) memang sudah tiada digantikanoleh kekuasaan Mamluk di Mesir dan Mongol di Baghdad. Namun pada kelanjutan Dinasti Khu Bilai Khan, Mongol pun memeluk Islam. Kemudian membangun kekaisaran Mongol Islam di India.
Perkembangan kekuasaan politik Islam di Timur Tengah di bawah Turki semakin berjaya. Konstantinopel dapat dikuasainya (1453). Di Cina Dinasti Ming (1363-1644) memberikan kesempatan orang-orang Islam untuk duduk dalam pemerintahan. Antara lain Laksamana Muslim Cheng Ho ditugaskan oleh Kaisar Yung Lo memimpin misi muhibah ke-36 negara. Antara lain ke Timur Tengah dan Nusantara (1405-1430). Membawa pasukan muslim 27.000 dengan 62 kapal. Demikian penuturan Lee Khoon Choy, dalam Indonesia Between Myth and Reality. Di Cirebon Laksmana Cheng Ho membangun mercusuar. Di nSemarang mendirikan Kelenteng Sam Po Kong.
Misi muhibah Laksamana Cheng Ho tidak melakukan perampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan bantuan membangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yang didatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya. Oleh karena itu, kedatangan Laksamana Cheng Ho disambut gembira oleh Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebon.
Perubahan tatanan dunia politik dan ekonomi yang dipengaruhi oleh Islam seperti di atas, berdampak besar dalam keluarga Sang Prabu Siliwangi. Terutama sekali pengaruhnya terhadap Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar di Cirebon.
Karena sangat banyak kapal niaga muslim yang berlabuh di pelabuhan Cirebon, kapal niaga dari India Islam, Timur Tengah Islam dan Cina Islam.
Pembangunan mercusuar di pelabuhan Cirebon memungkinkan tumbuhnya rasa simpati Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebon terhadap Islam. Dapat dilihat dari putrinya Subang Larang, sebelum dinikahkan dengan Sang Prabu Siliwangi, dipesantrenkan terlebih dahulu ke Syekh Kuro. Di bawakondisi keluarga dan pengaruh eksternal yang demikian ini, putra putriSang Prabu Siliwangi mencoba lebih mendalami Islam dengan berguru ke Syekh Datuk Kahfi dan Naik Haji.
Gunung dan guru
Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari kelanjutannya menuturkan, setiap dalamupaya pencarian guru pasti tempat tinggalnya ada di Gunung. Tampaknyasudah menjadi rumus, para Guru Besar Agama atau Nabi selalu berada di Gunung. Dapat kita baca Rasulullah saw juga menerima wahyu Al Quran dandiangkat sebagai Rasul di Jabal Nur. Jauh sebelumnya, Nabi Adam asdijumpakan kembali dengan Siti Hawa ra, di Jabal Rahmah.
Tempat pendaratan Kapal Nuh as setelah banjir mereda di Jabal Hud. Pengangkatan Musa as sebagai Nabi di Jabal Tursina. Demikian pula Wali Sanga selalu terkait aktivitas dakwah atau ma kamnya dengan gunung.
Tidak berbeda dengan kisah islamisasi putra putri Prabu Siliwangi erathubungannya dengan guru-guru yang berada di gunung. Subang Larang tidak mungkin mengajari Islam putra putrinya sendiri di istanaPakuan Pajajaran. Diizinkan putra pertamanya Pangeran Walangsungsang untuk berguru ke Syekh Datuk Kahfi di Gunung Amparan Jati. Di sini Pangeran Walangsungsang diberi nama Samadullah.Walaupun demikian Pangeran Walangsungsang harus pula berguru kedua guru Sanghyang Naga di Gunung Ciangkap dan Nagagini di Gunung Cangak. Disini Pangeran Walangsungsang diberikan gelar Kamadullah. Di Gunung Cangak ini pula berhasil mengalahkan Raja Bango. PangeranWalangsungsang diberi gelar baru lagi Raden Kuncung. Dari data yang demikian, penambahan atau pergantian nama memiliki pengertian sebagaiijazah lulus dan wisuda dari studi di suatu perguruan.
Dengan cara yang sama Lara Santang harus pula mengaji ke Syekh Datuk Kahfi Cirebon. Dalam Naskah Babad Cirebon dikisahkan Lara Santang sebelumsampai ke Cirebon, berguru terlebih dahulu ke Nyai Ajar Sekati diGunung Tangkuban Perahu. Kemudian menyusul berguru ke Ajar Cilawung di Gunung Cilawung. Di sini setelah lulus diberi nama Nyai Eling.
Naik haji
Atas anjuran Syekh Datuk Kahfi agar Pangeran Walangsungsang dan Lara Santang Naik Haji. Ternyata dalam masa Ibadah Haji di Makkah, Lara Santang dipersunting oleh Maolana Sultan Mahmud disebut pula Syarif Abdullahdari Mesir. Lara Santang setelah haji dikenal dengan nama Syarif Mudaim. Dari pernikahannya dengan Syarif Abdullah, lahir putranya, Syarif Hidayatullah pada 12 Mualid 1448 dikenal pula setelah wafatdengan nama Sunan Gunung Jati. Dan putra kedua adalah Syarif Nurullah.
Walangsungsang setelah haji, dikenal dengan nama Haji Abdullah Iman. Karena sebagai Kuwu di Pakungwati, dikenal dengan nama Cakrabuana. Prestasi Cakrabuana yang demikian menarik perhatian Sang Prabu Siliwangi, diberi gelar Sri Mangana. Pengakuan Sang Prabu Siliwangi yang demikian ini, menjadikan adik Walangsungsang atau Cakrabuana, yakni Raja Sangara masuk Islam dan naik haji kemudian berubah nama menjadi Haji Mansur.
Untuk lebih lengkapnya kisah islamisasi Dinasti Sang Prabu Siliwangi, dapat dibaca pada Dr. H. Dadan Wildan M.Hum, Sunan Gunung Jati Antara Fiksi dan Fakta.
Silsilah Prabu Siliwangi
Kembali ke masalah pokok artikel saya di atas ini. Suatu artikel yang saya angkat dari karya Dr. H. Dadan Wildan M.Hum. Bagi saya sejarah Prabu Siliwangi merupakanbelukar yang sukar saya pahami. Dari karya Dr. H. Dadan Wildan M.Hum ada bagian sangat menarik, Carita Purwaka Caruban Nagari-CPCN karya Pangeran Arya Cerbon 1720. Diangkat dari terjemahannya karya PangeranSulendraningrat (1972), dan Drs. Atja (1986).
Prabu Siliwangi seorang raja besar dari Pakuan Pajajaran. Putra dari Prabu Anggalarang dari dinasti Galuh yang berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh. Pada masa mudanya dikenal dengan nama Raden Pamanah Rasa. Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih, seorang juru pelabuhan Muara Jati.
Istri pertama adalah Nyi Ambetkasih, putri dari Ki Gedengkasih. Istri kedua, Nyai Subang Larang putri dari Ki Gedeng Tapa. Ketiga, Aciputih Putridari Ki Dampu Awang.
Selain itu, CPCN juga menuturkan silsilah Prabu Siliwangi sebagai ke turunan ke-12 dari Maharaja Adimulia. Selanjutnya bila diurut dari bawah ke atas, Prabu Siliwangi (12) adalahputra dari (11) Prabu Anggalarang, (10) Prabu Mundingkati (9) Prabu Banyakwangi (8) Banyaklarang (7) Prabu Susuk tunggal (6) Prabu Wastukencana (5) Prabu Linggawesi (4) Prabu Linggahiyang (3) Sri RatuPurbasari (2) Prabu Ciungwanara (1) Maharaja Adimulia. Sudah menjadi tradisi penulisan silsilah, hanya menuliskan urutan nama. Tidak dituturkan peristiwa apa yang dihadapi pada zaman pelaku sejarah yangmenyangdang nama-nama tersebut. Kadang-kadang juga disebut makamnya di   mana.
Pengenalan Islam
Adapun Dinasti Prabu Siliwangi yang masuk Islam adalah dari garis ibu, Subang Larang. Dapat dipastikan dari Subang Larang ajaran Islam mulai dikenal oleh putra-putrinya.
Walaupun Subang Larang sebagai putri Ki Gedeng Taparaja Singapora bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Namun Subang Larang adalah murid dari Syekh Hasanuddin atau dikenal pula sebagai Syekh Kuro.
Adapun putra pertama adalah Walangsungsang. Kedua, putri Nyai Larang Santang.
Ketiga, Raja Sangara. Tidak mungkin Subang Larang dengan bebas membelajarkan ajaran Islam secara terbuka dalam lingkungan istana. Olehkarena itu, Walangsungsang, mempelopori meninggalkan istana dan berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Gunung Amparan Jati di Cirebon. Syekh Datuk Kahfi dikenal pula dengan nama Syekh Nuruljati.
Dalam pengajian dengan Syekh Nurjati, diwisuda dengan ditandai pergantian nama menjadi Ki Somadullah. Kemudian membuka pedukuhan baru, Kebon Pesisir.
Kelanjutannya menikah dengan Nyai Kencana Larang putri Ki Gedeng Alang Alang. Dari sini memperoleh gelar baru Ki Wirabumi.***
Read More..

BUKTI KEBESARAN SEJARAH KUNINGAN

BUKTI KEBESARAN SEJARAH KUNINGAN

” SALAH SATU BUKTI KEBESARAN SEJARAH KUNINGAN YANG HAMPIR LENYAP TERKUBUR SEJARAH JAMAN “Bismilahirohmanirohim. Asalamualaikum wr wb… Salamunqaolamirobbirrohim …

Sejarah Kouning atau King of Kuningan sebagai Symbol Kerajaan Kejayaan Emas … Arca Gajah Erevata sebagai Gajah Tunggangan Kebesaran Bhatara Surya Sang Sura Liman Sakti Sri Baginda Maha Raja Purna Warman Raja Resi Dewa Raja Ewangga (Samara) 230 SM… dan digunakan pula sebagai tunggangan Kebesaran Cucunya yang bernama Pangeran Rama Wijaya Sri Baginda Maha Raja Candra Warman Sang Pandawa sebagai Penerus Dinasti Surya Raja Resi Dewa Raja 421 SM.
Kertawangunan Kuningan dahulu kala adalah termasuk wilayah Kitha Kidul sebagai tempat berkumpulnya Para Raja Agung, wilayah ini sekarang termasuk Kecamatan Sindang Agung. Pada masanya wilayah ini masih merupakan pantai / laut, yang merupakan garis root cosmologi wilayah Tirta Kencana Babakan Rama.Nama itu selanjutnya sekarang diabadikan sebagai nama Desa Babakan Reuma …yang mana tempat ini merupakan tempat pertemuan Sang Rama Wijaya Sang Pandawa dengan Sri Baginda Maha Raja Umar Maya.Wilayah tersebut merupakan titik menuju garis route cosmologi +3 derajat ke utara dari 7 Derajat LS Desa Taraju yang mengabadikan dari suatu nama perjanjian besar yg bernama perjanjian ” Manghyuga Taraju Djawa Dwipa “… yang mana Perjanjian itu membahas tentang Kesimbangan dan Kekuasaan Raja-raja Tanah Jawa dan Nusantara bahkan Dunia. Salah satu hasil perjanjian ini adalah Sang Pandawa Raja Kuningan menyerahkan Mandat dan Kekuasaannya kepada Raden Demunawan atau Seuweukarma dengan gelar Rang Hyang Tang Kuku sebagai Maha Raja dan Maha Resi yang merupakan Susuhunan Yang Dituakan di Tanah Jawa dan Nusantara bahkan Dunia dan selanjutnya mengangkat dan menobatkan Raden Jamri Haris Dharma Purna Yudha bergelar SAN-JAYA sebagai Penguasa Bhumi Medang Mataram.
Tidaklah pula terlalu jauh dari wilayah itu terdapat nama tempat yang bernama Sindang Barang, yang mana tempat ini dahulu kala merupakan tempat Panglima Besar Samara Sweta Liman Sakti atau Sri Baginda Maha Raja Purna Warman Raja Resi Dewa Raja.
Demikian sekilas sejarah yang dapat kami sampaikan. Semoga kiranya bisa menjadi bahan renungan kita bersama.
Wasalamualaikum wr wb …
Ket … :
Beeld van een olifant te Kartawangoengan bij Koeningan 1900 M .
( Photo … : Kang Rampes Sadayana. Digital Media Library Netherland )
— at Moho_Sin_To Salaka Nagara Medang Kamuliaan Kuningan.
Read More..

INI ADALAH BUDAYA SUNDA, DUNIA SUNDA SATU JUTA TAHUN YANG LALU, NENEK MOYANG KITA MENCIPTAKAN BUDAYA DUNIA.

INI ADALAH BUDAYA SUNDA, DUNIA SUNDA SATU JUTA TAHUN YANG LALU, NENEK MOYANG KITA MENCIPTAKAN BUDAYA DUNIA.


INI ADALAH BUDAYA SUNDA, DUNIA SUNDA SATU JUTA TAHUN YANG LALU, NENEK MOYANG KITA MENCIPTAKAN BUDAYA DUNIA.diunduh dari Kang Ahmad Yanuana SamanthoDitulis oleh: Yana Sastra, New York USA, Urang Sunda Asli.Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang”
Kitab Weda dari India adalah kitab yang dibukukan oleh para pendeta, dan usianya jauh lebih tua daripada Injil, Jabur dan Taurat. Menurut saintis dari India, Kitab Weda yang di tulis adalah dari kumpulan ajaran SUNDA WIWITAN salah satu role model di JABAR bagian dari SUNDA NUSANTARA. Salah satau contoh ada ajaran RAMA YANA , RAVANA dan SHINTA banyak sekali kesmaan nama di India dan Tatar Sunda Misal RAMA, RESI dan RATU jelas ada di Sunda awal ,dari bahasa menjadi RAMA YANA, begitu juga MAHA BRATA dll. SUNDA adalah arti SHINDU di India dari nama sungai yang di keramatkan sebagai KABUYUTAN, Shindu adalah HINDU menjadi bagian budaya HARAVA di India dan mejadi kegiatan agama India. Rama-Rasi-Ratu mengadakan perjalanan / DARMA WAWAYANGAN WAE di sungai SHINDU membuat budaya HARAVA yang asalnya dari SUNDALAND atau ATLANTIC.
Suatu bukti nama-nama gunung ada penamaan dari cerita wayang model Gn. Wayang dan Gn. Arjuna dll, bangsa Sunda terikat dengan keadaan alam model Gunung sebagai tempat SEMBAH-HYANG/ solat, gunung ibarat mesjid, temple, church, sebagai KABUYUTAN terutama yang paling ujung gunung/ MANDALA NYUNGCUNG , sementara yang tengah MANDALA BEUTEUNG, yang bawah MANDALA LARANG (TILU TANGTU).Ini pituduh leluhur / karuhun jaman Prabu Silwangi dan sebelumnya: “LAIN MUJA GUNUNG, WULAN, RA ; TAPI DUA WUJUD NU BEDA NGA HIJI JEUNG NU NYIPTA  (bukan nyembah gunung, bulan , matahari ; tapi ada dua wujud yang berbeda menyatu dengan penciptanya (GUSTI) = TILU TANGTU /1. GUSTI , 2.ALAM JAGAT RAYA , 3.MANUSIA)Bila suatu saat di mana gunung sebagian besar berapi dengan pusernya magma di dalamnya adalah energy / daya penghangat BUANA , maka untuk menstabilkan rotasi bumi terkait dengan planets lain model RA / matahari, jupiter, mars dll ribuan bintang2, Magma yg suatu saat memuntahkan lahar panas dengan letusan yang dahyat, maka gunung menjadi siloka (metafora) yang menjadi dasar filosofi kehidupan bangsa Sunda. Munculnya GUGUNUNGAN dalam cerita wayang sebelum cerita RAMAYANA atau MAHA BRATA di ceritakan oleh KI DALANg.Demikan RA akan menjadi sumber malapetaka bila matahari mendekat ke bumi dan akan kering , manusia jadi kerupuk/ sate dengan panasnya , juga air memuai dari perut bumi, dan juga menjauhnya Wulan dari rotasinya akan menajadi PUNDUNGNYA/AMARAH/BENDU alam semesta kalau manusa tidak memelihara keseimbangan hidup.
Suatu contoh urang Baduy Kanekes Banten yang mempertahan ajaran SUNDA WIWITAN  lebih memelihara kesimbangan alam dalam filosofi yang termashur PONDOK TONG DI SAMBUNG, PANJANG TONG DI TEUKTEUK (pendek jangan di sambung, panjang jangan di potong.)
Itulah Sunda WIWITAN memelihara keseimbangan kehiduapan di buana melalui alamnya berupa meresapi ACI PATI ALAM dari RA, Gunung, da WULAN dan planet lain di jagat raya semua menjadi KITAB SUCI SUNDA WIWITAN,
Bacalah/IKRA/IKRAR (jadi AKSARA SUNDA BUHUN lihat di manuscript AKSARA SUNDA Kuno 150 000 BC Garut, dan Bandung di TAMAN SARI AKSARA Kuno 150 000 -120 000 BC harus di IQRO kan menjadi pengetahuan sebagaiSASTRA DININGRAT/ KITAB JAGAT RAYA/ SASTRADIKUSUMAH RAHAYUNING BWANA, MANUSIA MENCARI SELAMAT DUNIA DAN AHERAT dengan HAKIKI ILAHI. INI ADALAH BUDAYA SUNDA, DUNIA Sunda JUTA TAHUN YANG LALU, nenek moyang kita MENCIPTAKAN BUDAYA DUNIA.
RAHAYU __/|\_
Read More..

KALPATARU / KALA-PA-TARU

KALPATARU / KALA-PA-TARU

*** KALPATARU / KALA-PA-TARU***
diunggah dari LQ Hendrawan

TARU=pohon, PA=ruang & KALA=waktu… maka “kala-pa-taru” itu artinya POHON RUANG & WAKTU yang maknanya setara dgn POHON MATAHARI atau POHON CAHAYA atau lebih dikenal sebagai POHON TERANG…
KALA-PA-TARU kelak melahirkan TARU-UMA-NAGA-RA (*pohon induk / ibu yang melahirkan para penguasa 3 alam ; UDARA / langit, DARAT / pegunungan, dan SAMUDRA)… dalam pola ke-TA…TA-NAGA-RA-an dikenal sebagai TRI-CULA-NAGA-RA yg disilibkan melalui bentuk TRI-SU-LA (Trident)… Rasi-Ratu-Rama-Hyang (SITUMANG).
Dijaman modern bangsa2 di dunia kelak menyebutnya sebagai : “…atas nama bapa… bla-bla-bla… dan roh kudus… amon…” —-> dan lahirlah JARO SALAMET di PA-LA-ASTA-NA (Astina-Pura) yg mengajarkan “welas-asih”….. (*weiiitssss… kenapfa jadi begini…???)

Wilayah TARU-UMA-NAGA-RA adalah wilayah RAMA HYANG AGUNG tempat “PURNAWARMAN” (Manusia Cahaya yg Paripurna/ Sunda) melahirkan RAT JAGAT PRAMUDITA (RATU SEJAGAT) dgn gelar “DEWAWARMAN” (Manusia Cahaya-utusan-Dewata) dan begitu seterusnya secara turun-temurun… (*kecuali sekarang… sebab Kalpataru sudah RUNTUH…)
Semua berasal dari KALA-PA-TARU sebagai “pohon hayat”… maka dari itu sebagai pengingat & penghormatan kepada para LELUHUR di ka-MAYA-an (*yg ada di MAYA-PA-DA) para seweu-siwi keturunan leluhur bangsa MATAHARI itu senantiasa membakar wewangian yg disebut KAMAYAAN (kemenyan)… diambil dari GETIH / GETAH POHON (*taru)… pada gilirannya kelak di daerah Sunda Kecil (Bali) kita mengenal istilah TRUNYAN yg berasal dari kata Taru-Menyan.
Read More..
Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogroll

About

Blogger news