Legenda Nyi Roro Kidul - RATNA DEWI SUWIDO (Sunda) V.2
Nyai ratu kidul dipercayai
sebagai seorang ratu kidul yang sakti, yang menguasai samudra
Indonesia. di Jawa Tengah, dia juga dikenal dengan nama Nyai Loro Kidul atau Nyi Lara Kidul. Penduduk sepanjang pantai selatan pulau Jawa sampai saat ini masih mempercayai kesaktiannya, bahkan di Parang Tritis
sebuah obyek wisata, kadang-kadang masih dilakukan upacara yang
berkaitan dengan Nyi Lara Kidul. Tentang asal usul dan riwayat Nyi Lara
Kidul, ada bermacam-macam versi. Dan yang diceritakan di sini adalah
sebuah riwayat yang berasal dari Jawa Barat.
Konon di kerajaan Pajajaran Purba bertahtalah seorang raja bernama Prabu Mundingsari.
Baginda dikenal sebagai raja yang berwajah tampan dan bijaksana dalam
pemeritahan, hingga dicintai segenap rakyat Pajajaran. Prabu Mundingsari
sangat gemar pergi berburu dengan diiringi tamtama atau pengawal.
Tetapi hati itu, panglima tersesat dan terpisah dari pengawalnya ketika
memburu seekor kijang. Prabu Mundingsari mencoba mencari pengawalnya.
Tetapi, sesudah menjelajahi rimba itu sampai setengah hari jejak para
pengawal itu belum juga tampak, sehingga Baginda Mundingsari semakin
jauh tersesat. Haripun mulai gelap, baginda bermaksud beristirahat.
Karena lelahnya, baginda Mundingsari tertidur. Dalam keadaan setengah
tertidur itu, tiba-tiba ada seorang berada di dekatnya. Baginda terkejut
dan segera terbangun. Di hadapannya telah berdiri seorang gadis yang
sangat cantik dan tengah tersenyum padanya.
"Oh, siapakah kau…?!" tanya Prabu Mundingsari keheranan.
"Hamba adalah cucu dari raja rimba ini. Apakah tuan adalah raja Mundingsari dari Pajajaran?"
"Ya, aku adalah raja Mundingsari. Ada apa kiranya?"
"Tuanku
tampaknya tersesat dan terpisah dari para pengawal tuanku. Sudilah
kiranya tuanku singgah di istana kakekku sambil beristirahat di sana."
Karena
undangan itu disampaikan dengan ramah dan sopan santun, baginda
Mundingsari tidak dapat menolaknya, apalagi orang yang mengundangnya
adalah seorang gadis yang sangat cantik. Raja Pajajaran itupun mengikuti
si gadis cantik itu.
Tak
seberapa lama kemudian sampailah mereka pada istana tempat tinggal
gadis itu. Gadis itu segera membawa prabu Mundingsari masuk ke dalam
istana. Mereka disambut oleh raja yang berwajah cukup seram. Tetapi
kata-katanya cukup ramah.
"Ahahahahahahaha!!!
Prabu Mundingsari, selamat datang di istanaku walau tidak seindah
istanamu. Kuharap kau akan betah tinggal di sini!! Cucuku mencintai tuan
hingga tiap malam, wajah tuan selalu terbawa mimpi dan bahkan dia jatuh
sakit. Soal terpisahmu dari pengawal tuan tersesat di rimba ini, akulah
yang mengaturnya. Prabu Mundingsari merasa heran akan kata-kata raja
itu. Dia menoleh putri cantik itu yang tampak wajahnya yang tersipu sipu
malu.
Karena
kecantikan putri itu, lagi pula karena kelemah lembutannya putri itu,
Prabu Mundingsari segera jatuh hati pada perempuan itu. Kemudian
merekapun menikah dan hidup dalam kebahagiaan.
Baginda tinggal beberapa lama bersama istrinya di istana dalam rimba itu. Hingga pada suatu hari…
"Adinda,
rasanya sudah cukup lama kakanda meninggalkan istana Pajajaran. Aku
hendak menjenguk ke sana dan hendak kulihat bagaimana keadaan rakyatku,"
Kata Prabu Mundingsari.
"Baiklah
kakanda! Tetapi sesekali datanglah kakanda menjenguk hamba…" sahut
istrinya dengan sedih mendengar niat prabu Mundingsari, suaminya itu.
Kemudian,
Prabu Mundingsari keluar dari istana menuju Pajajaran. Tetapi, kali ini
baginda tidak tersesat dan mudah mendapatkan jalan pulang.
Setiba
di istana Pajajaran, baginda disambut dengan isak tangis kegembiraan
oleh permaisuri dan siisi istana, karena sudah berbulan-bulan baginda
menghilang dalam sebuah perburuan. Kemudian, baginda kembali menduduki
tahta Pajajaran dan memerintah sebagaimana sebelumnya. Berbulan-bulan
kemudian. Pada suatu malam, baginda terjaga dari tidurnya karena
mendengar suara tangis bayi. Baginda Mundingsari segera bangkit, dan
mendatangi sumber suara itu. Maka tampak olehnya sebuah buaian dan di
dalamnya terdapat seorang bayi yang tengah menangis. Baginda segera
mendukung bayi yang ternyata seorang bayi perempuan. Tiba-tiba seraut
wajah yang dikenalnya sebagai wajah istrinya dari istana di tengah rimba
tempo lalu.
"Kakanda
Mundingsari, bayi itu adalah anak kita! Dia kuserahkan kepada kakanda
untuk kau besarkan di kalangan manusia," kata istrinya itu.
"Dia kalangan manusia? Apa maksud adinda? " tanya prabu Mundingsari tak mengerti.
"Sebenarnya
bahwa aku dari kalangan siluman!"sahut istrinya itu. Baginda Prabu
Mundingsari merasa heran dan hanya tertegun sampai beberapa saat. Dia
tidak tahu dan tidak menyadari ketika bayangan wajah putri siluman
istrinya itu menghilang.
Demikianlah, bayi perempuan itu dipelihara di lingkungan istana dan abadi diberi nama RATNA DEWI SUWIDO.
Permaisuri
baginda Mundingsari merasa tidak senang akan kehadiran Dewi Suwido di
istana Pajajaran. Dia memperlakukannya dengan bengis. Delapan belas
tahun kemudian. Dewi Suwido tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat
cantik dan sukar dicari tandingannya. Kecantikannya itu terkenal hingga
ke negara-negara tetangga. Hal ini semakin mebuat tak senang hati sang
permaisuri apalagi putrinya tidak secantik Dewi Suwido.
Sementara
itu sudah banyak lamaran dari para pangeran yang bermaksud mepersunting
Dewi Suwido, hati permaisuri semakin geram. Oleh sebab itu, timbul
maksud jahatnya untuk menyingkirkan Dewi Suwido dari istana. Dalam
mewujudkan maksud jahatnya itu, permaisuri segera mendatangi seorang
ahli tenung yang terkenal pandai.
"Ah tuanku permaisuri tidak perlu khawatir! Hal itu bukan pekerjaan sukar buat hamba," kata dukun tenung itu.
"Ingat…aku inginkan wajah gadis itu rusak. Hingga tak seorangpun sudi memandanginya!" pesan sang permaisuri.
Sepeninggal
permaisuri, tukang tenung itu segera melaksanakan permintaan
permaisuri. Pada malam harinya, dia mulai menyebarkan ilmunya. Keesokan
harinya, Dewi Suwido bangun dari tidurnya dan merasa tidak enak di
sekujur tubuhnya.
"Ah,
kepalaku terasa berat. Kulit wajahkupun terasa tebal. Karena merasa ada
kelainan pada wajahnya, gadis itu berkaca. Dia sangat terkejut melihat
wajahnya dalam kaca yang kini telah berubah mejadi buruk.
"Ah…apakah…apakah
yang berada dalam cermin itu adalah wajahku? Mengapa jadi demikian?"
Ketika menyadari bahwa wajah yang berada di cermin itu memang betul
wajahnya. Hati Dewi Sumido jadi hancur. Dia menangis terus menerus.
Kecantikannya
sama sekali sudah tidak tersisa. Berhari-hari gadis itu mengurung diri
di kamar, dan tidak mau menjumpai orang. Tetapi, atas pembritahuan sang
permaisuri, prabu Mundingsari akhirnya tahu kalau Dewi Sumido mengidap
penyakit yang berbahaya.
"Ah…kau
mengidap penyakit kudis, anakku. Penyakit itu adalah penyakit kulit
yang menular ….ayahanda merasa menyesali sekali. Tetapi apa boleh buat,
kau akan kuasingkan dari istana." kata Prabu Mundingsari, ayahnya.
Hati
Dewi Suwido semakin remuk ketika ayah kandungnya sendiri bermaksud
menyingkirkan dan tidak mau berdekatan dengan dirinya. Baginda
Mundingsari segera memerintahkan beberapa orang pengawal mengantarkan
Dewi Sumido ke dalam rimba.
Setiba
di tepi rimba, para pengawal tidak mau mengantarkannya lebih jauh.
Dengan hati pilu, gadis itu melanjutkan perjalanan ke dalam rimba
seorang diri. Dia masih belum tahu hendak menuju ke mana. Pada akhirnya,
Dewi Sumido tiba di gunung Kombang. Kemudian, dia bertapa di
sana dan memohon pada para dewa agar wajahnya dikembalikan sebagaimana
sebelumnya. Bertahun-tahun dia melakukan tapa, malahan wajahnya semakin
rusak. Tetapi, pada suatu hari, dia mendengar sebuah suara.
"Cucuku.
Dewi Suwido! Kalau kamu ingin wajahmu kembali seperti semula,
berangkatlah menuju ke selatan. Kau harus masuk ke laut Selatan dan
bersatu dengannya. Dan tak usah kembali dalam pergaulan manusia."
Setelah
mendengar suara itu, Dewi Sumido segera berangkat ke arah selatan
seperti yang diperintahkan. Berhari-hati kemudian, tibalah dia di Pantai
Selatan. Gadis itu merasa ngeri berada di pantai yang tajam dan curam
itu. Tetapi dia percaya akan kata-kata yang didengar dalam tapanya itu,
yang dipercaya sebagi petunjuk dari para dewa.
Dengan
penuh kepercayaan pula Dewi Suwido terjun laut tebing yang curam.
Setelah muncul kembali dari dalam air laut, segala penyakit yang
menempel pada tubuh Dewi Suwido telah hilang. Kecantikan Dewi Suwido
kembali pada keadaannya semula bahkan lebih cantik. Menurut kepercayaan
penduduk setempat, Dewi Suwido masih hidup hingga kini dan menjadi Ratu di Laut Selatan, ratu dari segala jin dan siluman di sana.
Benar
atau tidaknya cerita di atas, yang jelas penduduk di sepanjang pantai
selatan pulau Jawa sampai saat ini masih mempercayai akan kesaktian Ratu
Samudra Indonesia itu.
0 komentar:
Posting Komentar