Suku Betawi merasa bahwa seseorang dengan genealogi
yang sama adalah saudara. Yakni jika seseorang tersebut memiliki runutan
silsilah keturunan atau masih ada hubungan darah satu dengan yang
lainnya. Meski garis genealogi itu telah sangat jauh. Maka tidak heran
di antara orang Betawi satu sama lain masih saling mengenal jika mereka
masih sehubungan darah.
Sistem kekerabatan di kalangan orang Betawi pada umumnya bersifat bilateral atau bilineal. Suatu sistem kekerabatan yang dalam pergaulan antar anggota kerabat tidak dibatasi pada kerabat ayah atau kerabat ibu saja. Melainkan meliputi kedua-duanya. Jadi, dalam sistem kekerabatan ini hubungan anak terhadap sanak keluarga pihak ayah adalah sama dengan hubungan keluarga di pihak ibu.
Hubungan saudara para orang Betawi selain karena faktor hubungan darah, juga dilatarbelakangi faktor perkawinan. Orang Betawi biasanya menikah dengan orang Betawi juga. Meski mereka tidak dilarang menikah dengan orang di luar suku Betawi. Salah satu penyebabnya adalah karena lingkungan tempat tinggal mereka yang sebagian besar adalah sesama orang Betawi. Walaupun sekarang orang betawi juga hidup berdampingan dengan suku lainnya.
Dalam suku Betawi juga berlaku istilah menyapa dan menyebut sesuai dengan sistem kekerabatan dalam bahasa Betawi. Mereka mengenal istilah menyapa dan menyambut sampai tingkat tujuh keturunan. Hal tersebut dipandang cukup penting untuk diketahui. Karena apabila seseorang ingin melakukan hajatan, maka dalam salah satu doa yang diucapkan terkadang dikirimkan juga doa-doa untuk para kerabat yang telah meninggal, maupun yang masih hidup sampai tujuh keturunan.
Istilah menyapa dipakai ego untuk memanggil seorang kerabat apabila ia berkomunikasi langsung dengan kerabatnya. Sebaliknya, istilah menyebut dipakai oleh ego apabila ia berhadapan dengan orang lain, bebicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga. Demikian di dalam istilah Bahasa Indonesia istilah menyapa bagi ayah adalah Bapak atau Pak, sedangkan istilah menyebut ayah adalah orang tua.
Di bawah ini adalah beberapa kata sapaan dalam kekerabatan Betawi:
Orang Betawi menyebut kepada laki-laki maupun perempuan paling tua dengan istilah uyut. Untuk menyapa, mendapat tambahan kata sesuai dengan jenis kelami; yakni uyut laki-laki dan uyut perempuan. Begitu pula untuk menyapa atau menyebut kumpi untuk menyebut orang tua laki-laki dari orang tua ego; yakni kumpi laki-laki. Sedangkan untuk orang tua perempuan, orang tua dari orang tua ego, yakni kumpi perempuan.
Kemudian istilah menyapa atau menyebut orang tua dari orang tua ego berdasarkan prinsip seks. Orang tua laki-laki dari orang tua ego disapa dan disebut engkong. Sedangkan untuk orang tua perempuan, dari orang tua ego, disapa dan disebut nenek. Sapaan dan sebuatn untuk orang tua laki-laki ego adalah babe, sedangkan untuk orang tua perempuan adalah enyak atau nyak.
Kakak laki-laki atau suami dari kaka perempuan orang tua ego disebut uwak laki-laki. Sementara kakak perempuan atau istri dari kakak laki-laki orang tua ego disebut uwak bini. Sebutan Adik laki-laki dari orang tua ego adalah mamang, sedangkan adik perempuan dari orang tua ego disapa dan disebut encing. Kemudian Istri ego (bila ego adalah laki-laki) disebut bini. Sedangkan suami ego (bila ego adalah perempuan) disebut laki.
Istri dari anak laki-laki ego atau suami dari anak perempuan ego disebut anak mantu. Sedangkan anak laki-laki dan anak perempuan dari anak-anak ego disebut cucu. Adapun ego dalam bahasa Indonesia adalah saya atau aku, dalam bahasa betawi banyak dipengaruhi oleh bahasa Cina dan Arab, yaitu gue/gua atau ane.
Jika dilihat sistem istilah kekerabatan orang Betawi seperti di atas, maka akan didapati adanya pengaruh beberapa bahasa dalam bahasa Betawi. Antara lain bahasa Cina untuk engkong dan encing, bahasa Jawa untuk uwak dan uyut, dan bahasa Sunda untuk mamang.
Dengan demikian seorang Betawi akan mudah menggambarkan pohon genealogi kekerabatnya hingga tujuh turunan.
Sumber Rujukan :
Soimun, Drs. 1993. Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup pada Masyarakat Betawi. Jakarta: Depdikbud
Adel, “Suku Betawi”, Maret 2012< http://adelkudel30.wordpress.com/education/ilmu-pengetahuan-sosial/7-unsur-kebudayaan/7-unsur-budaya-suku-betawi/ > [diakses 18/12/2012 ]
Sistem kekerabatan di kalangan orang Betawi pada umumnya bersifat bilateral atau bilineal. Suatu sistem kekerabatan yang dalam pergaulan antar anggota kerabat tidak dibatasi pada kerabat ayah atau kerabat ibu saja. Melainkan meliputi kedua-duanya. Jadi, dalam sistem kekerabatan ini hubungan anak terhadap sanak keluarga pihak ayah adalah sama dengan hubungan keluarga di pihak ibu.
Hubungan saudara para orang Betawi selain karena faktor hubungan darah, juga dilatarbelakangi faktor perkawinan. Orang Betawi biasanya menikah dengan orang Betawi juga. Meski mereka tidak dilarang menikah dengan orang di luar suku Betawi. Salah satu penyebabnya adalah karena lingkungan tempat tinggal mereka yang sebagian besar adalah sesama orang Betawi. Walaupun sekarang orang betawi juga hidup berdampingan dengan suku lainnya.
Dalam suku Betawi juga berlaku istilah menyapa dan menyebut sesuai dengan sistem kekerabatan dalam bahasa Betawi. Mereka mengenal istilah menyapa dan menyambut sampai tingkat tujuh keturunan. Hal tersebut dipandang cukup penting untuk diketahui. Karena apabila seseorang ingin melakukan hajatan, maka dalam salah satu doa yang diucapkan terkadang dikirimkan juga doa-doa untuk para kerabat yang telah meninggal, maupun yang masih hidup sampai tujuh keturunan.
Istilah menyapa dipakai ego untuk memanggil seorang kerabat apabila ia berkomunikasi langsung dengan kerabatnya. Sebaliknya, istilah menyebut dipakai oleh ego apabila ia berhadapan dengan orang lain, bebicara tentang seorang kerabat sebagai orang ketiga. Demikian di dalam istilah Bahasa Indonesia istilah menyapa bagi ayah adalah Bapak atau Pak, sedangkan istilah menyebut ayah adalah orang tua.
Di bawah ini adalah beberapa kata sapaan dalam kekerabatan Betawi:
Orang Betawi menyebut kepada laki-laki maupun perempuan paling tua dengan istilah uyut. Untuk menyapa, mendapat tambahan kata sesuai dengan jenis kelami; yakni uyut laki-laki dan uyut perempuan. Begitu pula untuk menyapa atau menyebut kumpi untuk menyebut orang tua laki-laki dari orang tua ego; yakni kumpi laki-laki. Sedangkan untuk orang tua perempuan, orang tua dari orang tua ego, yakni kumpi perempuan.
Kemudian istilah menyapa atau menyebut orang tua dari orang tua ego berdasarkan prinsip seks. Orang tua laki-laki dari orang tua ego disapa dan disebut engkong. Sedangkan untuk orang tua perempuan, dari orang tua ego, disapa dan disebut nenek. Sapaan dan sebuatn untuk orang tua laki-laki ego adalah babe, sedangkan untuk orang tua perempuan adalah enyak atau nyak.
Kakak laki-laki atau suami dari kaka perempuan orang tua ego disebut uwak laki-laki. Sementara kakak perempuan atau istri dari kakak laki-laki orang tua ego disebut uwak bini. Sebutan Adik laki-laki dari orang tua ego adalah mamang, sedangkan adik perempuan dari orang tua ego disapa dan disebut encing. Kemudian Istri ego (bila ego adalah laki-laki) disebut bini. Sedangkan suami ego (bila ego adalah perempuan) disebut laki.
Istri dari anak laki-laki ego atau suami dari anak perempuan ego disebut anak mantu. Sedangkan anak laki-laki dan anak perempuan dari anak-anak ego disebut cucu. Adapun ego dalam bahasa Indonesia adalah saya atau aku, dalam bahasa betawi banyak dipengaruhi oleh bahasa Cina dan Arab, yaitu gue/gua atau ane.
Jika dilihat sistem istilah kekerabatan orang Betawi seperti di atas, maka akan didapati adanya pengaruh beberapa bahasa dalam bahasa Betawi. Antara lain bahasa Cina untuk engkong dan encing, bahasa Jawa untuk uwak dan uyut, dan bahasa Sunda untuk mamang.
Dengan demikian seorang Betawi akan mudah menggambarkan pohon genealogi kekerabatnya hingga tujuh turunan.
Sumber Rujukan :
Soimun, Drs. 1993. Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Daur Hidup pada Masyarakat Betawi. Jakarta: Depdikbud
Adel, “Suku Betawi”, Maret 2012< http://adelkudel30.wordpress.com/education/ilmu-pengetahuan-sosial/7-unsur-kebudayaan/7-unsur-budaya-suku-betawi/ > [diakses 18/12/2012 ]
0 komentar:
Posting Komentar