Banyak kisah yang menjadi catatan para pelaku sejarah di Kabupaten
Sumbawa khususnya tentang gerak kiprah pembantu-pembantu Raja dalam
mengawal daerah nya menjadi wilayah yang disegani. Haji M. Zain Anwar (
alm ) misalnya, adalah salah seorang pelaku sejarah yang memiliki
sejumlah catatan tentang Sumbawa antara lain bagaimana hebatnya bala
tentara kerajaan Sumbawa ketika melawan bajak laut yang selalu
mengganggu dan meresahkan.
Konon dahulunya perairan Sumbawa banyak dikuasai oleh bajak laut yang
berlindung di Teluk Saleh bahkan konon pula mereka dilindungi oleh Raja
Kempong Dompu. Banyak pedagang yang berlayar ke Sumbawa dirompak
ditengah laut baik itu yang datang dari Sulawesi, Kalimantan dan
sebagainya. Mereka lalu mengadu kepada Sultan Sumbawa agar bagaimana
para bajak laut itu bisa dilumpuhkan.
Tersebutlah seorang pelaut ulung dari Pulau Bungin yang memiliki
kedekatan pribadi dengan Sultan dan keluarganya. Ia dijuluki Panglima
Mayu karena ia adalah Panglima Perang Tentara Laut Kerajaan Sumbawa.
Panglima Mayu dikenal sebagai orang yang tidak banyak omong dan setiap
titah Raja selalu dipatuhi dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Nama Panglima Mayu sudah dikenal hingga ke Negeri Aceh dan Banjar
bahkan pula di kerajaan-kerajaan yang berada di Sulawesi. Siapapun yang
ingin menganggu kedaulatan laut kerajaan Sumbawa akan berpikir seribu
kali jika mengetahui Panglima Mayu berpatroli disepanjang garis pantai.
Sebelum diangkat menjadi Panglima Tentara Laut Kerajaan Sumbawa Daeng
Mayu ..begitu ia akrab dipanggil, hanya mengawal perairan bagian barat
Sumbawa khususnya pulau-pulau kecil yang berada dikawasan itu. Satu
ketika ia sempat adu kekuatan dengan sekelompok orang di Pulau Panjang.
Mereka dikenal sebagai perampok-perampok kecil oleh masarakat disekitar
itu. Semua hasil tangkapan ikan masarakat dirampok bahkan sampan-sampan
pun mereka ambil.
Ketika seorang warga Bungin pulang dari melaut dengan cara berenang,
ributlah orang sekampung dan mereka langsung menyebut para perampok di
Pulau Panjang sebagai biang keladinya. Itu pun mereka harus bersukur
jika hanya ikan hasil tangkapan dan sampannya saja yang diambil. Karena
juga sering terjadi para nelayan itu dibunuh oleh perampok itu.
Seorang Mayu lalu mengumpulkan warga dan bersepakat membuat semacam
kelompok kecil untuk menghajar para perampok itu. Suatu hari
berangkatlah Daeng Mayu bersama rekan nya menyusuri pantai kemudian
mengelilingi Pulau Panjang dengan berbekal 3 buah sampan layar. Dua hari
dua malam kisah mencari perampok ini dilakukan Daeng Mayu dan
teman-teman nya namun pulau Panjang dianggap aman saat itu.
Ketika angin mulai bertiup kencang dan kelompok Mayu berniat kembali
ke Bungin terlihatlah oleh mereka sejumlah orang di Gili ( Pulau )
Kalong tidak jauh dari Pulau Panjang. Ketika didekati dan turun di
pantai orang-orang itu tidak dikenal nya hanya sampan yang mereka pakai
dikenali sebagai milik masarakat Bungin yang beberapa waktu lalu
dirampoknya.
Perampok itu melakukan perlawanan terhadap Daeng Mayu dan
rekan-rekannya. Namun mereka ternyata tidak bisa menandingi kemampuan
bela diri dari Daeng Mayu dan kawan-kawan. Peristiwa itu berakhir dengan
tewasnya para perampok tsb. Dan sejak saat itu Gili Rakit seperti
diharamkan oleh masarakat untuk mendatanginya,karena disitulah para
perampok itu dikuburkan. Ditambah lagi dengan cerita-cerita yang
berkembang, bahwa ditempat itu selalu terdengar suara orang berteriak
dan mengerang kesakitan seperti ketika mereka dihajar kelompok Daeng
Mayu.
Daeng Mayu memiliki ilmu bela diri yang tidak dimiliki orang lain
saat itu. Ia juga jago dalam ilmu kebal, memanah dan bertarung dibawah
laut. Ia sanggup tinggal berjam-jam lamanya didasar laut. Jadi jangan
heran kalau sebagian masarakat Bungin dikenal juga sebagai penyelam.
Semua itu adalah kemampuan yang diturunkan oleh Daeng Mayu kepada anak
keturunan nya kemudian diwarisi oleh masarakat lainnya sampai hari ini.
Sultan Sumbawa kala itu sudah mendengar kemampuan Daeng Mayu dan
keluarga kerajaan sudah sering berkunjung ke Bungin. Tatkala Perairan
Timur Sumbawa semakin terancam oleh para bajak laut, Daeng Mayu
dipanggil ke Istana Raja Sumbawa. Ia diberi tugas untuk menumpas
perompak atau bajak laut diperairan timur Sumbawa. Ketika itulah ia
diangkat menjadi Panglima Perang dari Tentara Laut Kerajaan Sumbawa. Ia
juga diberi hak untuk menggunakan bendera Perang “ Lipan Api “
Dalam melaksanakan tugasnya.
Panglima Mayu lalu membuat sejumlah perahu dan merekrut orang-orang
yang dianggap pantas mendampinginya untuk memerangi para bajak laut itu.
Dari sejumlah pertempuran yang terjadi diperairan timur Sumbawa
semuanya dimenangkan oleh Panglima Mayu dan anak buahnya. Akan tetapi
para bajak laut selalu lari menyelamatkan diri di Teluk Saleh diwilayah
perairan Kerajaan Kempong Dompu. Lalu Raja Kempong diingatkan agar tidak
melindungi para bajak laut tersebut. Namun Kerajaan Kempong tidak
menggubris bahkan ketika diancam akan diserangpun tetap tidak
mengindahkan peringatan Raja Sumbawa.
Akhirnya Kesultanan Sumbawa memutuskan untuk berperang dengan Raja
Kempong yang memiliki wilayah hingga ke Kecamatan Empang sekarang.
Melalui laut ditugaskan lah Panglima Mayu dan bala tentara nya. Begitu
pula bala tentara yang menyerang lewat darat. Pertama Empang ditaklukkan
setelah berhasil memukul mundur tentara Raja Kempong. Pertempuran terus
berlangsung setiap harinya hingga akhirnya tentara Kerajaan Kempong
bertahan di Desa Kwangko Dompu. Saat itulah Belanda turun tangan
menengahi pertikaian ini dan perbatasan pun berubah ketempat pertahanan
terakhir bala tentara Kerajaan Sumbawa yakni di perbatasan Sumbawa Dompu
sekarang. Karena peristiwa itu pula sebagian wilayah dompu dicaplok
oleh Sumbawa mulai dari Empang hingga ke Desa Mata sekarang.(bang mek)
0 komentar:
Posting Komentar