Naskah-naskah
 kuno milik Indonesia banyak diincar oleh asing. Meski sudah ada 
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang mengatur tentang larangan 
penjualan benda cagar budaya, termasuk di dalamnya naskah-naskah kuno, 
kenyataannya praktik tersebut masih terus terjadi. 
 | |
 Ketua
 Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang tengah menimba 
ilmu di Tokyo, Jepang, Oman Fathurahman, melalui surat elektronik, Sabtu
 (13/7/2013), mengatakan, negara yang sangat berkepentingan mengakuisisi
 naskah kuno Indonesia adalah Malaysia. Meski yang ingin diakuisisi 
terbatas pada naskah-naskah Melayu, naskah-naskah Melayu ini merupakan 
bagian terbesar dari naskah kuno Indonesia. 
 ”Dalam
 pertemuan tahun 2005 di Kuala Lumpur, secara eksplisit Perpustakaan 
Negara Malaysia mencanangkan program akuisisi guna mengembangkan koleksi
 naskah Melayu 
 karena bahasa dan peradaban Melayu adalah bagian dari identitas yang sedang dibangun,” ujarnya. 
 Negara
 lain di Eropa, seperti Inggris dan Belanda, menurut Oman, terikat 
kesepakatan dengan UNESCO bahwa mereka tidak diperkenankan mengakuisisi 
benda cagar budaya dari negara lain untuk koleksi. Namun, tidak 
dimungkiri, ada transaksi- transaksi naskah kuno yang terjadi 
antarindividu dan luput dari pengamatan. 
 ”Serat Centhini” 
 Guru
 Besar Departemen Ilmu Susastra, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 
Universitas Indonesia (UI), Titik Pudjiastuti, secara terpisah, bahkan 
mengakui pernah ditawari untuk membeli naskah kuno Serat Centhini 
seharga Rp 3 miliar. Sayangnya, lokasi penjual pindah sehingga sulit 
dilacak. 
 Sastrawan
 Budi Darma juga membenarkan fenomena jual beli naskah-naskah kuno. 
Menurut dia, naskah kuno seperti yang banyak terdapat di Kabupaten 
Gresik dan Lamongan, Jawa Timur, kurang diurus oleh pemiliknya. 
 Achdiati
 Ikram, filolog UI, mengatakan, naskah-naskah kuno di Indonesia sulit 
diselamatkan dari perdagangan ilegal karena naskah tersebut kebanyakan 
dimiliki warga. Naskah-naskah itu diincar kolektor, sementara warga 
tidak mengerti pentingnya naskah tersebut. 
 Yayasan
 Sastra Nusantara yang diketuai Achdiati coba meneliti naskah kuno yang 
dimiliki warga, lalu membuat katalog untuk mengidentifikasi 
naskah-naskah tersebut. Naskah-naskah yang sudah dikatalogkan adalah 
naskah dari Palembang, Ambon, dan Buton. 
 Terkait keberadaan naskah Indonesia di luar negeri, dikatakan Oman, terbanyak di Belanda dan Inggris. 
 Khusus
 mengenai naskah Indonesia di British Library ada sekitar 500 naskah 
dalam berbagai bahasa, hampir semuanya sudah dideskripsikan dalam 
katalog. Dari 500 naskah itu, sekitar 270 naskah berbahasa Jawa, 
termasuk 75 naskah dari Yogyakarta. Sebagian di antaranya merupakan 
hasil rampasan dari Keraton Yogya dan dibawa ke Inggris oleh dua asisten
 Raffles, John Crawfurd dan Colin Mackenzie. 
 Sebanyak
 83 naskah Jawa yang tersimpan di Inggris (75 dari British Library, 8 
dari Royal Asiatic Society dan juga John Rylands University Library, 
Manchester), dimikrofilmkan dan menghasilkan 60 rol mikrofilm. 
 | |
Naskah Kuno Indonesia Terus Mengalir ke Luar Negeri
Jumat, 28 Februari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar