Dalam budaya Muyu, setiap keluarga inti boleh-boleh saja tinggal di rumahnya sendiri. Namun, biasanya beberapa keluarga inti menempati sebuah rumah tinggal bersama. Tinggal bersama di sebuah rumah seperti itu bukanlah sebuah keharusan, kecuali barangkali untuk alasan keamanan— untuk memperbesar kekuatan menghadapi musuh. Meskipun sebenarnya memperbesar kekuatan itu juga dapat dilakukan dengan membangun beberapa rumah saling berdekatan.
Kehidupan orang Muyu tercermin dari tipe-tipe rumah yang mereka bangun. Mereka tinggal di rumah panggung yang terbuat dari kayu dan daun-daun nibung. Rumah pohon ini biasa disebut Ayomru. Rumah-rumah itu dibangun setinggi 3—10 meter di atas tanah, dan seluas 4 hingga 8 meter persegi. Rumah-rumah itu dibangun di atas satu atau lebih tonggak pohon yang dipotong dan biasanya ditopang oleh tiang-tiang. Dindingnya dibuat dari dua lapis papan kayu.
Rumahnya dibagi menjadi beberapa ruangan. Satu sebagai ruang bersama untuk para laki-laki. Dan satu atau lebih sebagai ruang bersama untuk para wanita. Biasanya setiap wanita dewasa memiliki ruang sendiri. Hal ini sesuai dengan aturan bahwa kalau ada lebih dari satu istri — ini bukan hal yang aneh mengingat diakuinya poligami dalam budaya Muyu — maka akan ditempatkan dalam kamar tersendiri. Begitu pun kalau beberapa keluarga inti tinggal bersama dalam satu rumah. Atau kalau ada janda dan saudara gadis dari kepala keluarga. Juga kalau ada ibu yang sudah berumur yang menumpang, maka setiap wanita dewasa ditempatkan di kamar tersendiri. Kamar-kamar untuk wanita itu biasanya ditempatkan di sepanjang sisi rumah. Sedangkan ruang bersama untuk pria di tengah.
Kamar-kamar kaum wanita dipisahkan dengan baik dari bagian kaum pria karena adanya sekat yang dibuat dari daun nibung (Palma Nibung, istilah ilmiahnya ialah Oncosperma filamentosumò). Pintu keluar kamar wanita biasanya dibuat hingga mencapai ruang bersama pria. Atau sampai di dekat pintu tangga di lantai rumah, atau di sebuah “bilik” tempat pintu ke tangga. Kamar-kamar wanita itu mungkin kecil sekali ukurannya. Sedangkan ruang bersama kaum pria biasanya sangat luas. Ruang bersama kaum pria biasanya juga berfungsi sebagai ruang tamu dan tempat untuk menari.
Pemisahan kamar yang tegas antara bagian kaum pria dan bagian kaum wanita dikarenakan adanya keyakinan supernatural. Bahwa seorang wanita — khususnya selama menstruasi — akan memancarkan “supernatural” berbahaya. Suatu hal yang dapat membuat laki-laki menjadi sakit, dan dapat merusak pengaruh supernatural yang baik untuk perdagangan dan perburuan. Wanita tidak diperbolehkan memasuki bagian kaum pria, dan hanya suaminya yang boleh memasuki ruang wanita. Anak-anak kecil dapat berkeliaran di mana-mana, tetapi biasanya terdapat di bagian kaum wanita. Pemisahan antara anak laki-laki dan anak perempuan dimulai sekitar umur enam atau tujuh tahun.
Setiap pria dan wanita memiliki tempat apinya sendiri untuk pemanasan, memasak makanan, atau untuk menyalakan pipa dan rokok. Antara bagian wanita dan bagian pria, ada sebuah lubang di dinding — biasanya tingginya sesuai dengan tempat api kaum pria — yang digunakan kaum wanita untuk menyodorkan makanan untuk si pria atau untuk tamunya. Lubang ini— dan lubang-lubang lain pada dinding penyekat — memberi kesempatan bagi kaum wanita untuk melihat apa yang terjadi di bagian kaum pria. Penyekat itu tidak menghalang-halangi adanya percakapan umum, karena kaum wanita dapat ambil bagian.
Mereka pun ikut serta dalam kegembiraan yang terdapat di dalam rumah. Apabila pada malam hari api telah dinyalakan, bahan pangan yang dikumpulkan pada siang hari telah dibakar, percakapan kegembiraan pun tercipta sambil menyantap makanan.

Sumber Rujukan:
J. W. Schoorl. 1997. Kebudayaan dan Perubahan Suku Muyu dalam Arus Modernisasi Irian Jaya. Jakarta; PT Gramedia.
Indrawati, Dewi. 2009. Kearifan Lingkungan Pada Masyarakat Muyu Provinsi Irian Jaya.” dalam Bunga Rampai Kearifan Lingkungan. ed. Jonny Purba. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia.
Yosua Soemardjo. 2008. Kehidupan Suku Muyu. http://yosuasoemardjo.blogspot.com/2008/05/kehidupan-suku-muyu.html
Laporan Jurnalistik Kompas. 2008. Ekspedisi tanah Papua: laporan jurnalistik Kompas : terasing di pulau sendiri. Penerbit Buku Kompas.