Nenek Moyang Orang Minang Iskandar Zulkarnain Yang Agung atau Dongsong Austronesia Yunan?
A.1. Pengantar
Untuk
menelusuri kapan gerangan nenek moyang orang Minangkabau itu datang ke
Minangkabau, rasanya perlu dibicarakan mengenai peninggalan lama
seperti megalit yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan
tempat-tempat lain di Minangkabau yang telh berusia ribuan tahun.Di
Kabupaten Lima Puluh Kota peninggalan megalit ini terdapat di Nagari
Durian Tinggi, Guguk, Tiakar, Suliki Gunung Emas, Harau, Kapur IX,
Pangkalan, Koto Baru, Mahat, Koto Gadan, Ranah, Sopan Gadang, Koto
Tinggi, Ampang Gadang.
Seperti
umumnya kebudayaan megalit lainnya berawal dari zaman batu tua dan
berkembang sampai ke zaman perunggu. Kebudayaan megalit merupakan cabang
kebudayaan Dongsong.
Megalit seperti yang terdapat disana juga tersebar ke arah timur, juga terdapat di Nagari Aur Duri di Riau. Semenanjung Melayu, Birma dan Yunan. Jalan kebudayaan yang ditempuh oleh kebudayaan Dongsong. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa kebudayaan megalit di Kabupaten Lima Puluh Kota sezaman dengan kebudayaan Dongsong dan didukung oleh suku bangsa yang sama pula.
Megalit seperti yang terdapat disana juga tersebar ke arah timur, juga terdapat di Nagari Aur Duri di Riau. Semenanjung Melayu, Birma dan Yunan. Jalan kebudayaan yang ditempuh oleh kebudayaan Dongsong. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa kebudayaan megalit di Kabupaten Lima Puluh Kota sezaman dengan kebudayaan Dongsong dan didukung oleh suku bangsa yang sama pula.
Menurut
para ahli bahwa pendukung kebudayaan Dongsong adalah bangsa Austronesia
yang dahulu bermukim di daerah Yunan, Cina Selatan. Mereka datang ke
Nusantara dalam dua gelombang. Gelombang pertama pada Zaman Batu Baru
(Neolitikum) yang diperkirakan pada tahun 2000 sebelum masehi. Gelombang
kedua datang kira-kira pada tahun 500 SM, dan mereka inilah yang
diperkirakan menjadinenek moyang bangsa Indonesia sekarang.
Bangsa
Austronesia yang datang pada gelombang pertama ke nusantara ini disebut
oleh para ahli dengan bangsa Proto Melayu (Melayu Tua), yang sekarang
berkembang menjadi suku bangsa Barak, Toraja, Dayak, Nias, Mentawai dan
lain-lain.
Mereka yang datang pada gelombang kedua disebut Deutero Melayu (Melayu Muda) yang berkembang menjadi suku bangsa Minangkabau, Jawa, Makasar, Bugis dan lain-lain.
Mereka yang datang pada gelombang kedua disebut Deutero Melayu (Melayu Muda) yang berkembang menjadi suku bangsa Minangkabau, Jawa, Makasar, Bugis dan lain-lain.
Dari
keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa nenek moyang orang
Minangkabau adalah bangsa melayu muda dengan kebudayaan megalit yang
mulai tersebar di Minangkabau kira-kira tahun 500 SM sampai abad pertama
sebelum masehi yang dikatakanoleh Dr. Bernet Bronson. Jika pendapat ini
kita hubungkan dengan apa yang diceritakan oleh Tambo mengenai
asal-usul orang Minangkabau kemungkinan cerita Tambo itu ada juga
kebenarannya.
Menurut sejarah
Iskandar Zulkarnain Yang Agung menjadi raja Macedonia antara tahun 336-323 s.m. Dia seorang raja yang sangat besar dalam sejarah dunia. Sejarahnya merupakan sejarah yang penuh dengan penaklukan daerah timur dan barat yang tiada taranya. Dia berkeinginan untuk menggabungkan kebudayaan barat dengan kebudayaan timur.
Tokoh
Iskandar Zulkarnai dalam Tambo Minangkabau secara historis tidak dapat
diterima kebenarannya, karena dia memang tidak pernah sampai ke
Minangkabau. Di samping di dalam sejarah Melayu, Hikayat Aceh dan
Bustanul Salatin TokohIskandar Zulkarnain ini juga disebut-sebut, tetapi
secara historis tetap saja merupakan seorang tokoh legendaris.
Sebaliknya
tokoh Maharajo Dirajo yang dikatakan oleh Tambo sebagai salah seorang
anak Iskandar Zulkarnain, kemungkinan merupakan salah seorang Panglima
Iskandar Zulkarnain yang ditugaskan menguasai pulau emas (Sumatera),
termasuk di dalamnya daerah Minangkabau. Dialah yang kemudian
menurunkanpara penguasa di Minangkabau, jika kita tafsirkan apa yang
dikatakan Tambo berikutnya. Sayangnya Tambo tidak pernah menyebutkan
tentang kapanperistiwa itu terjadi selain ”pada masa dahulunya” yan g
mempunyai banyak sekali penafsirannya.
Tambo juga mengatakan bahwa nenek moyang orang Minangkabau dari puncak gunung merapi. Hal ini tidak dapat diartikan seperti
yang dikatakan itu, tetapi seperti kebiasaan orang Minangkabau sendiri harus dicari tafsirannya, karena orang Minangkabau
selalu mengatakan sesuatu melalui kata-kata kiasan, ”tidak tembak
langsung”. Tafsirannya kira-kira sebagai berikut: Sewaktu Maharajo Dirajo sedang berlayar menuju pulau emas dalam
selalu mengatakan sesuatu melalui kata-kata kiasan, ”tidak tembak
langsung”. Tafsirannya kira-kira sebagai berikut: Sewaktu Maharajo Dirajo sedang berlayar menuju pulau emas dalam
mengemban tugas yang diberikan oleh Iskandar Zulkarnain, pada suatu saat dia melihat daratan yang sangat kecil karena masih sangat jauh. Setelah sampai ke daratan tersebut ternyata sebuah gunung, yaitu gunung merapi yang sangat besar.
Tetapi
oleh pewaris Tambo kemudian gunung Merapi sangat kecil yang mula-mula
kelihatan itulah yang dikatakan sebagai tanah asal orang Minangkabau.
Selanjutnya cerita Tambo yang demikian, juga masih ada sampai sekarang
pada zaman kita ini. Ada baiknya kita kutip apa yangdikatakan Tambo itu
sebagai yang dikatakan oleh Sang Guno Dirajo: ”…Dek lamo bakalamoan,
nampaklah gosong dari lauik, yang sagadang talua
itiak,sadangdilamun-lamun ombak…” (sesudah lama berlayar
akhirnyakelihatanlah pulau yang sangat kecil kira-kira sebesar telur
itik yang kelihatan hanya timbul tenggelam sesuai denga turun naiknya
ombak).
Selanjutnya
dikatakan:”…Dek lamo - bakalamoan aia lauik basentak turun, nan gosong
lah basentak naiak, kok dareklah sarupo paco, namun kaba nan bak
kian,lorong kapado niniak kito, lah mendarek maso itu, iyo dipuncak
gunuang marapi…” (karena sudah lama berlayar dan pasang sudah mulai
surut, gosong yang kecil tadi makin besar, daratan yang kelihatan itu
tak obahnya seperti perca, maka dinamakanlah daratan itu dengan pulau
perca yang akhirnya didarati oleh nenek moyang kita yang mendarat
kira-kira di gunung merapi).
Peristiwa
inilah yang digambarkan oleh mamangan adat Minangkabau berbunyi “dari
mano titiak palito, dari telong nan barapi, dari mano asal niniak kito,
dari puncah gunuang marapi” (dari mana titik pelita dari telong yang
berapi, dari mana datang nenek kita, daripuncak gunung merapi). Mamangan
adat ini sampai sekarang masih dipercaya oleh sebagian besar masyarakat
Minangkabau..Bagi kita yang menarik dari cerita Tambo ini bukanlah mengenai arti kata-katanya melainkanadalah cerita itu memberikan indikasi kepada kita tentang nenek moyang orang Minangkabau asalnya datang dari laut, (dengan berlayar) yang waktunya sangat lama. Kedatangan nenek moyang inilah yang dapat disamakan dengan masuknya nenek moyang orang Minangkabau. Dengan demikian
masuknya nenek moyang orang Minangkabau dapat diperkirakanwaktu
kedatangannya: yaitu antara abad kelima sebelum masehi dengan
abadpertama sebelum masehi, sesuai dengan umur kebudayaan megalit itu
sendiri.
Kembali
kepada permasalahan pokok pada bagian ini, maka menurut Soekomo,
tradisi Megalit pada mulanya merupakan batu yang dipergunakan sebagai
lambang untuk memperingati seorang kepala suku. Sesudah kepala suku itu
meninggal, akhirnya peringatan itu berubah menjadi penghormatan yang
lambat laun menjadi tanda pemujaan kepada arwah nenek moyang.
Bagaimana dengan megalit yang terdapat di Minangkabau? Barangkali fungsi pemujaan terhadap arwah nenek moyang masih tetap berlanjut, seperti Menhir lainnya di Indonesia. Tetapi jika
kita hubungkan Menhir itu dengan kehidupan orang Minangkabau yang berkaitan dengan Medan Nan Bapaneh, yaitu tempat duduk bermusyawarah dalam masyarakat Minangkabau sudah mulai berkembang pada zaman pra sejarah, khususnya di zaman berkembangnya tradisi menhir di Minangkabau dan keadaan ini sudah berlangsung semenjak sebelum abad masehi.
kita hubungkan Menhir itu dengan kehidupan orang Minangkabau yang berkaitan dengan Medan Nan Bapaneh, yaitu tempat duduk bermusyawarah dalam masyarakat Minangkabau sudah mulai berkembang pada zaman pra sejarah, khususnya di zaman berkembangnya tradisi menhir di Minangkabau dan keadaan ini sudah berlangsung semenjak sebelum abad masehi.
Dari peninggalan menhir dan keterangan-keterangan yang diberikan oleh pemuka masyarakat sekarang di tempat-tempat menhir itu terdapat seperti diSungai Belantik, Andieng, Kubang Tungkek, Tiakat, Padang Japang, Limbanang, Talang Anau, Padang Kandih, Balubus, Koto Tangah, Simalanggang,
Taeh Baruh, Talago, Ampang Gadang seperti yang dikatakan oleh Yuwono
Sudibyo, sebagai berikut:”Bahwa ketika sekelompok nenek moyang telah
menemukan tempat bermukim, yang pertama-tama ditetapkan atau dicari
adalah suatu lokasi yang dinamakan gelanggang. Di gelanggang ini
dilakukan upacara, yaitu semacam upacara selamatan untuk menghormati
kepala suku atau pemimpin rombongan yang telah membawa mereka ke suatu
tempat bermukim. Sebagai tanda upacara didirikanlah BatuTagak yang
kemudian kita kenal sebagai menhir. Batu Tagak ini kemudian berubah
fungsi, sebahagian menjadi tanda penghormatan kepada arwah nenekmoyang
dan sebahagian tempat bermusyawarah yang kemudian kita kenal dengan nama Medan nan Bapaneh”.
Karena
sudah ada kehidupan bermusyawarah, sudah barang tentu pula masyarakat
sudah hidup menetap dengan berburu dan pertanian sebagai mata
pencaharian yang utama. Hal ini sesuai pula dengan kehidupan para
pendukung kebudayaan Dongsong yangsudah menetap. Jika sekiranya
peninggalan-peninggalan pra sejarah Minangkabau sudah diteliti dengan
digali lebih lanjut, barangkali akan ditemui peninggalan-peninggalan
yang mendukung kehidupan berburu dan bertani tersebut.
Diwaktu
itu sudah dapat diperkirakan bahwa antaraAdat Nan Sabana Adat sudah
hidup di tengah-tengah masyarakat Minangkabau, mengingat akan ajaran
adat Minangkabau itu sendiri, yaitu Alam Takambang jadikan guru.
Sedangkan Adat Nan Sabana Adat berisi tentang hukum-hukum alam yang
tidak berubah dari dahulu sampai sekarang seperti dikatakan: Adat api
mambaka, adat aia mamabasahi, adat tajam malukoi, adat runciang
mancucuak dan sebagainya (Adat api membakar, adat
air membasahi, adat tajam melukai, adat runcing mencucuk).
Demikian
juga dengan Adat Nan Diadatkan sudah ada waktu itu, yaitu sebagai hukum
yang berlaku dalam masyarakat. Barangkali di zaman inilah berlakunya
apa yang dikenal denganhukum adat yang bersifat zalim dan tidak boleh
dibantah yaitu hukum adat yang bernama “Simumbang Jatuah” (simumbang
jatuh), mumbang kalau jatuh tidak dapat dikembalikan ke tempatnya lagi.
Selanjutnya
juga ada hukum yang bernama “si gamak-gamak”, yaitu suatu aturan yang
tidak dipikirkan masak-masak. Disamping itu juga terdapat hukum yang
dinamakan “Si lamo-lamo” yaitu siapa kuat siapa di atas persis seperti
hukum rimba . Barangkali hukum yang dinamakan “Hukum Tariak Baleh” juga
berlaku di zaman ini. Hukum Tariak Baleh hampir sama dengan hukum Kisas
dalam agama Islam, misalnya orang yang membunuh harusdi hukum bunuh
pula.
Keempat
macam hukum adat itu memang sesuai dengan zamannya dimana belum terlalu
banyak pertimbangan terhadap suatu yang dihadapi dalam kehidupan.
Sampai kapan berlakunya hukum ini mungkin berlangsung sampai masuknya
agama Islam pertama ke Minangkabau kira-kira abad ketujuh.
Zaman
Purba Minangkabau berakhir dengan masuknya Islam ke Minangkabau, yaitu
kira-kira abad ketujuh, dimana buat pertama kali di Sumatra Barat sudah
didapati kelompok masyarakat Arab
tahun 674. Kelompok masyarakat Arab ini sudah menganut agama Islam, bagaimanapun rendahnya pendidikan waktu itu, tentu sudah pandai tulis baca, karena ajaran Islam harus diperoleh dariQur’an dan Hadist Nabi yang semuanya sudah dituliskan dalam bahasa Arab. Dengan demikian diakhir bahagian ketiga abad ketujuh itu zaman purba Minangkabau sudah berakhir.
tahun 674. Kelompok masyarakat Arab ini sudah menganut agama Islam, bagaimanapun rendahnya pendidikan waktu itu, tentu sudah pandai tulis baca, karena ajaran Islam harus diperoleh dariQur’an dan Hadist Nabi yang semuanya sudah dituliskan dalam bahasa Arab. Dengan demikian diakhir bahagian ketiga abad ketujuh itu zaman purba Minangkabau sudah berakhir.
A.2. Zaman Mula Sejarah Minangkabau
Yang
dimaksud dengan zaman mula sejarah Minangkabau ialah zaman yang
meliputi kurun waktu antara abad pertama Masehi dengan abad ketujuh.
Dalam masa tersebut masa pra Sejarah masih berlanjut, tetapi masa itu
dilengkapi dengan adanya berita-berita tertulis tertua mengenai
Minangkabau seperti istilah San-Fo Tsi dari berita Cina yang dapat
dibaca sebagai Tambesi yang terdapat di Jambi. Di daerah Indonesia
lainnya juga sudah terdapat berita atau tulisan seperti kerajaan
Mulawarman di Kutai Kalimantan dan Tarumanegara di Jawa Barat.
Namun
dari berita-berita itu belum banyak yang dapat kita ambil sebagai bahan
untuk menyusun sebuah ceritera sejarah, karena memang masih sangat
sedikit sekali dan masing-masingnyaseakan-akan berdiri sendiri tanpa ada
hubungan sama sekali. Untuk zaman ini Soekomono memberikan nama zaman
Proto Sejarah Indonesia, yaituperalihan dari zaman Prasejarah ke zaman
sejarah.Berita dai Tambo dan
ceritera
rakyat Minangkabau hanya mengemukakan secara semu mengenai hal ini,
yaitu hanya menyebutkan tentang kehidupan orang Minangkabau zaman
dahulu. Dalam hal ini Tambo mengemukakan sebagai berikut: ”…tak kalo
maso dahulu…”…(Diwaktu zaman dahulu),. ”…dari tahun musim baganti, dek
zaman tuka – batuka, dek lamo maso nan talampau, tahun jo musim nan balansuang…” (Karena tahun musim berganti, karena zaman bertukar-tukar, karena masa yang telah lewat, tahun dengan musim yang berlangsung),”… Antah barapo kalamonyo…”(entah berapa lamanya), dari ungkapan waktu yang demikian memang sulit sekali menentukan kapan terjadinya. Pengertian zaman dahulu itu saja sudah mengandung banyak kemungkinan tafsiran dan sangat relatif.
zaman tuka – batuka, dek lamo maso nan talampau, tahun jo musim nan balansuang…” (Karena tahun musim berganti, karena zaman bertukar-tukar, karena masa yang telah lewat, tahun dengan musim yang berlangsung),”… Antah barapo kalamonyo…”(entah berapa lamanya), dari ungkapan waktu yang demikian memang sulit sekali menentukan kapan terjadinya. Pengertian zaman dahulu itu saja sudah mengandung banyak kemungkinan tafsiran dan sangat relatif.
Barangkali
kehidupan zaman mula sejarah Minangkabau ini hampir sama dengan
kehidupan pada zaman Pra sejarahnya, hanya saja di akhir zaman mula
sejarah ini agama Islam sudah masuk ke Minangkabau dan sudah ada
berita-berita dari Cina. Dapat dikatakan, bahwa cerita sejarah untuk
zaman mula sejarah Minangkabau ini sangat sedikit sekali, bahkan dapat
dikatakan merupakan zaman yang paling gelap dalam sejarah Minangkabau.
Demikian gelapnya untuk menghubungkan zaman Pra Sejarah
dengan zaman sejarahnya kita tidak mempunyai sumber sama sekali, bukan lagi kabur, tetapi sudah gelap gulita.
dengan zaman sejarahnya kita tidak mempunyai sumber sama sekali, bukan lagi kabur, tetapi sudah gelap gulita.
A.3. Zaman Minangkabau Timur
Istilah ini dipinjam dari istilah yang dikemukakan oleh Drs. M.
D. Mansoer dkk, dalam bukunya, Sejarah Minangkabau, dikatakannya Minangkabau mengalami dua periode, yaitu periode Minangkabau Timur yang berlangsung antara abad ketujuh sampai kira-kira tahun 1350 dan periode Minangkabau Pagaruyung antara tahun 1347-1809. Dikatakannya, bahwa kerajaan-kerajaan lama, pusat perdagangan lada, pusat perekonomian, politik dan budaya yang pertama timbul dan berkembang di Minangkabau
adalah di lembah aliran Batang Hari dan Sungai Dareh. Daerah itu berkembang pada abad ke tujuh sampai pertengahan abad keempat belas.
D. Mansoer dkk, dalam bukunya, Sejarah Minangkabau, dikatakannya Minangkabau mengalami dua periode, yaitu periode Minangkabau Timur yang berlangsung antara abad ketujuh sampai kira-kira tahun 1350 dan periode Minangkabau Pagaruyung antara tahun 1347-1809. Dikatakannya, bahwa kerajaan-kerajaan lama, pusat perdagangan lada, pusat perekonomian, politik dan budaya yang pertama timbul dan berkembang di Minangkabau
adalah di lembah aliran Batang Hari dan Sungai Dareh. Daerah itu berkembang pada abad ke tujuh sampai pertengahan abad keempat belas.
Secara
geografis memang pantai timur pulau Sumatera lebih memungkinkan untuk
dilayari oleh kapal-kapal dagang yang dapat berlayar sampai masuk jauh
kepedalaman. Daerah pantai Sumatera Timur ini pulalah yang dahulu
didatangi oleh nenek moyang orang Minangkabau yang berlayar sampai ke
daerah Mahat di Kabupaten Lima Puluh Kota sebelah Utara.
daerah Mahat di Kabupaten Lima Puluh Kota sebelah Utara.
Pedagang-pedagang Islam yang mula-mula ke Minangkabau juga melalui daerah ini, sehingga perdagangan diwaktu periode Minangkabau ini menjadi sangat ramai sekali, bukan itu saja, Islam pertama pun masuk dari sini,baik yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Arab sendiri, maupun yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari Persia, Hindustan, Cina, India dan
lain-lain.
Pada permulaan abad Masehi perpindahan bangsa-bangsa dari
utara ke selatan telah berakhir. Mereka telah menetap disepanjang
pantai kepulauan Nusantara. Setelah mereka menempati kepulauan Nusantara dan hidup secara terpisah, akhirnya karena lingkungan alam kehidupan bahasa yang mereka pergunakan pun mengalami perubahan seperti yang kita kenal sekarang dengan suku-suku bangsa Minangkabau, Jawa, Bugis, Madura, Sunda, Bali dan lain-lain.
utara ke selatan telah berakhir. Mereka telah menetap disepanjang
pantai kepulauan Nusantara. Setelah mereka menempati kepulauan Nusantara dan hidup secara terpisah, akhirnya karena lingkungan alam kehidupan bahasa yang mereka pergunakan pun mengalami perubahan seperti yang kita kenal sekarang dengan suku-suku bangsa Minangkabau, Jawa, Bugis, Madura, Sunda, Bali dan lain-lain.
Pada
zaman purbakala, di Asia terdapat dua jalan perdagangan yang ramai
antara Barat dan Timur, yaitu melalui darat dan laut, jalan yang melalui
darat disebut jalan Sutera, mulai dari daratan Cina melalui Asia Tengah
sampai ke Laut Tengah. Perhubungan
darat ini sudah mulai semenjak abad kelima sebelum Masehi. Waktu dimulainya perpindahan bangsa Melayu Muda ke arah selatan. Perhubungan darat ini terutama menghubungkan antara Cina dengan Benua Eropah (Romawi) diwaktu itu dibawah raja Iskandar Zulkarnain dan selanjutnya dengan menyinggahi daerah sepanjang perjalanan seperti India, Persia danlain-lain.
darat ini sudah mulai semenjak abad kelima sebelum Masehi. Waktu dimulainya perpindahan bangsa Melayu Muda ke arah selatan. Perhubungan darat ini terutama menghubungkan antara Cina dengan Benua Eropah (Romawi) diwaktu itu dibawah raja Iskandar Zulkarnain dan selanjutnya dengan menyinggahi daerah sepanjang perjalanan seperti India, Persia danlain-lain.
Perhubungan
laut ialah dari Cina dan Indonesia melalui selat Malaka terus ke Teluk
Persia dan Laut Tengah. Perhubungan laut inimenjadi sangat ramai pada
awal abad pertama Masehi, karena jalan darat mulai tidak aman lagi.
Sejak waktu itulah daerah-daerah di Pantai Timur Sumatera dan Pantai
Utara Jawa menjadi daerah perhubungan antara perdagangan Arab, India dan
Cina. Keadaan ini memungkinkan pedagang-pedagang Indonesia, termasuk di
dalamnya pedagang-pedagang Minangkabau ikut aktif berdagang.
Dengan
aktifnya pedagang-pedagang Minangkabau dalam perdagangan dengan India,
maka terbuka pulalah perhubungan antara kebudayaannya. Dari sini dapat
kita lihat masuknya pengaruh Hindu ke Minangkabau melalui daerah pantai
timur pulau Sumatera. Dalam abad kedua setelah Indonesia mempunyai
perhubungan dengan India dan selama enam abad berturut-turut pengaruh
Hindu di Indonesia besar sekali.
Jadi
karena keadaan, pedagang-pedagang Minangkabau ikut terlibat dalam
kancah lalu lintas perdagangan yang ramai di Asia. Keadaan itu pulalah
yang menyebabkan Minangkabau di daerah aslinya sendiri yang jauh
terletak di pedalaman.Karena selat Malaka sangat ramai dilalui oleh
kapal-kapal dagang dari Cina dan India maka salah satu bandar diselat
itu bertumbuh dengan pesatnya sehingga akhirnya umbuh menjadi kerajaan
Melayu.
Kerajaan
Melayu ini menurut para ahli berpusat di daerah Jambi yang sekarang dan
diperkirakan berdirinya pada awal abad ketujuh Masehi. Nama Melayu
pertama kalinya muncul dalam
cerita Cina. Dalam buku Tseh Fu-ji Kwei diterangkan bahwa pada tahun 664 dan 665 kerajaan Melayu mengirimkan utusan kenegeri Cina untuk mempersembahkan hasilnya pada raja Cina. Pada waktu itu daerah Minangkabau merupakan daerah penghasil merica yang utama di dunia.
cerita Cina. Dalam buku Tseh Fu-ji Kwei diterangkan bahwa pada tahun 664 dan 665 kerajaan Melayu mengirimkan utusan kenegeri Cina untuk mempersembahkan hasilnya pada raja Cina. Pada waktu itu daerah Minangkabau merupakan daerah penghasil merica yang utama di dunia.
Rupanya
Minangkabau Timur tidak lama memegang peranan dalam perdagangan diSelat
Malaka, kareana sesudah muncul kerajaan Melayu dan kemudian sesudah
kerajaan Melayu jatuh di bawah kekuasaan Sriwijaya, Minangkabau Timur
menjadi bahagian dari kerajan Sriwijaya.Dengan berdirinya kerajaan
Melayu dan kerajaan Sriwijaya kelihatan peranan Minangkabau
Timur tidak ada lagi, karena berita-berita dari Cina hanya ada menyebut tentang Melayu dan Sriwijaya saja.
Timur tidak ada lagi, karena berita-berita dari Cina hanya ada menyebut tentang Melayu dan Sriwijaya saja.
Dalam
satu buku yang disusun oleh It-Tsing dapat kita ketahui bahwa dalam
tahun 690 Masehi, Sriwijaya meluaskan daerah kekuasaannya dan kerajaan
Melayu dapat ditaklukannya sebelum tahun 692 Masehi.
Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan pantai, negara perniagaan dan
perdagangan internasional dariAsia Timur ke Asia Barat. Selama lebih
kurang enam abad kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan utama di daerah
nusantara waktu itu. Namun sementara itu di Jawa mulai timbul
kerajaan-kerajaan baru yang lama-kelamaan menjadi saingan utama dari
kerajaan Sriwijawa dalam merebut hegemoni perdagangan di wilayah
nusantara yang menyebabkan lemahnya Sriwijaya.
Dalam
hal ini lawan kerajaan Sriwijaya yang utama adalah kerajaan Kediri di
Jawa Timur dan Kerajaan Colamandala di India selatan. Dari kelemahan
Sriwijaya itu, rupanya kerajaan Melayu dapatmelepaskan diri dari
Sriwijaya dan dapat memperkuat diri kembali dengan memindahkan ibu kota
kerajaan ke daerah hulu Sungai Batang Hari. Kerajaannya dinamakan dengan
Darmasraya. Hal ini dapat diketahui dari prasasti Padang Candi tahun
1286 yang terdapat di Sungai Langsat SiGuntur dekat Sungai Dareh dalam
Propinsi Sumatera Barat sekarang.
Pada
tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan Singosari (kerajaan yang
menggantikan kekuasaan Kediri di Jawa Timur) mengirimkan suatu ekspedisi
militer ke Sumatera dalam rangka melemahkan kekuasaan Sriwijaya dan
memperluas pengaruhnya di Nusantara. Ekspedisi ini dikenal dalam sejarah
Indonesia dengan nama ekspedisi Pamalayu.Sebagai hasil dari ekspedisi
itu, maka Kertanegara pada tahun 1286 mengirimkan acara Amogapasa ke
Sumatera sebagai hadiah untuk raja dan rakyat kerajaan Melayu. Dengan
kejadian ini dapat diartikan, bahwa semenjak peristiwa
itu kerajaan Melayu sudah mengikuti kerajaan Singosari dan menjadi daerah tumpuan untuk menghadapi kemungkinan serangan dari negeri Cina akibat peristiwa penghinaan terhadap utusan Cina sebelumnya.
itu kerajaan Melayu sudah mengikuti kerajaan Singosari dan menjadi daerah tumpuan untuk menghadapi kemungkinan serangan dari negeri Cina akibat peristiwa penghinaan terhadap utusan Cina sebelumnya.
A.4.
Maharajo Dirajo
Maharajo Dirajo
Dalam
hal ini timbul suatu kontradiksi keterangan-keterangan, yaitu nama
Maharajo Dirajo sudah disebutkan sebelumnya sebagai salah seorang
panglima Iskandar Zulkarnain yang tugaskan menguasai Pulau Emas. Kalau
memang demikian keadaannya, lalu
bagaimana dengan Maharajo Dirajo yang sedang kita bicarakan ini yang waktunya sudah sangat jauh berbeda.
bagaimana dengan Maharajo Dirajo yang sedang kita bicarakan ini yang waktunya sudah sangat jauh berbeda.
Dalam
hal ini kita tidak dapat memberikan jawaban yang pasti. Maharajo Dirajo
yang sudah kita bicarakan hanya merupakan perkiraan saja dan belum
tentu benar. Tetapi berdasarkan logika berfikir kira-kira diwaktu itulah
hidupnya Maharajo Dirajo jika dihubungkan dengan nama Iskandar
Zulkarnain. Sedangkan Maharajo Dirajo yang sedang dibicarakan sekarang
ini adalah seperti yang dikatakan Tambo Alam Minangkabau yang mana yang
benar perlu penelitian lebih lanjut. Dalam kesempatan ini kita hanya
ingin memperlihatkan betapa rawannya penafsiran dari data yang diberikan
Tambo Alam Minangkabau.
Maharajo Dirajo yang sekarang dibicarakan adalah Maharajo Dirajo seperti yang dikatakan Tambo. Dalam hal ini kita ingin
mengangkat data dari Tambo menjadi Fakta sejarah Minangkabau.
mengangkat data dari Tambo menjadi Fakta sejarah Minangkabau.
Dalam
Tambo disebutkan bahwa Iskandar Zulkarnain mempunyai tiga anak, yaitu
Maharajo Alif, Maharajo Dipang, dan Maharajo Dirajo. Maharajo Alif
menjadi raja di Benua Ruhun (Romawi), tetapi Josselin de Jongmengatakan,
menjadi raja di Turki. Maharajo Dipang menjadi raja dinegeri Cina,
sedangkan Maharajo Dirajo menjadi raja di Pulau Emas (Sumatera).
Kalau
kita melihat kalimat-kalimat Tambo sendiri, maka dikatakan sebagai
berikut: “…Tatkala maso dahulu, batigo rajo naiek nobat, nan sorang
Maharajo Alif, nan pai ka banua Ruhun, nan sorang
Maharajo Dipang nan pai ka Nagari Cino, nan sorang Maharajo Dirajo manapek ka pulau ameh nan ko…” (pada masa dahulu kala, ada tiga orang yang naik tahta kerajaan, seorang bernama Maharaja Alif yang pergi ke negeri Ruhun, yang seorang Maharajo Dipang yang pergi ke negeri Cina, dan seorang lagi bernama Maharajo Dirajo yang menepat ke pulau Sumatera).
Maharajo Dipang nan pai ka Nagari Cino, nan sorang Maharajo Dirajo manapek ka pulau ameh nan ko…” (pada masa dahulu kala, ada tiga orang yang naik tahta kerajaan, seorang bernama Maharaja Alif yang pergi ke negeri Ruhun, yang seorang Maharajo Dipang yang pergi ke negeri Cina, dan seorang lagi bernama Maharajo Dirajo yang menepat ke pulau Sumatera).
Dari keterangan Tambo itu tidak ada dikatakan angka tahunnya hanya dengan istilah “Masa dahulu kala” itulah yang memberikan
petunjuk kepada kita bahwa kejadian itu sudah berlangsung sangat lama sekali, sedangkan waktu yang mencakup zaman dahulu kala itu sangat banyak sekali dan tidak ada kepastiannya. Kita hanya akan bertanya-tanyaatau menduga-duga dengan tidak akan mendapat jawaban yang pasti. Di kerajaan Romawi atau Cina memang ada sejarah raja-raja yang besar, tetapi raja mana yang dimaksudkan oleh Tambo tidak kita ketahui. Dalam hal ini rupanya Tambo Alam Minangkabau tidak mementingkan angka tahun selain dari mementingkan kebesaran kemasyuran nama-nama rajanya.
petunjuk kepada kita bahwa kejadian itu sudah berlangsung sangat lama sekali, sedangkan waktu yang mencakup zaman dahulu kala itu sangat banyak sekali dan tidak ada kepastiannya. Kita hanya akan bertanya-tanyaatau menduga-duga dengan tidak akan mendapat jawaban yang pasti. Di kerajaan Romawi atau Cina memang ada sejarah raja-raja yang besar, tetapi raja mana yang dimaksudkan oleh Tambo tidak kita ketahui. Dalam hal ini rupanya Tambo Alam Minangkabau tidak mementingkan angka tahun selain dari mementingkan kebesaran kemasyuran nama-nama rajanya.
Percantuma
raja Romawi dalam Tambo menurut hemat kita hanya usaha dari pembuat
Tambo untuk menyetarakan kemasyhuran raja Minangkabau dengan nama raja
di luar negeri yang memang sudah sangat terkenal di seantero penjuru
dunia.
Dengan mensejajarkan kedudukan raja-raja Minangkabau dengan
raja yang sangat terkenal itu maka pandangan rakyat Minangkabau terhadap rajanya sendiri akan semakin tinggi pula. Disini kita bertemu dengan satu kebiasaan dunia Timur untuk mendongengkan tuah kebesaran rajanya kepada anak cucunya.
raja yang sangat terkenal itu maka pandangan rakyat Minangkabau terhadap rajanya sendiri akan semakin tinggi pula. Disini kita bertemu dengan satu kebiasaan dunia Timur untuk mendongengkan tuah kebesaran rajanya kepada anak cucunya.
Gelar Maharajo Dirajo sendiri terlepas ada tidaknya raja tersebut, menunjukan kebesaran kekuasaan rajanya, karena
istilah itu berarti penguasa sekalian raja-raja yang tunduk di bawah kekuasaannya. Josselin de Jong mengatakan Lord of the Word atau Raja Dunia.Dalam sejarah Indonesia gelar Maharaja Diraja tidak hanya menjadi milik orang Minangkabau saja, melainkan juga ada raja lain yang bergelar demikian seperti Karta Negara dari Singasari dengan gelar Maharaja Diraja seperti yang tertulis pada arca Amogapasa tahun 1286 sebagai atasan dari Darmasraya yang bernama raja Tribuana.
istilah itu berarti penguasa sekalian raja-raja yang tunduk di bawah kekuasaannya. Josselin de Jong mengatakan Lord of the Word atau Raja Dunia.Dalam sejarah Indonesia gelar Maharaja Diraja tidak hanya menjadi milik orang Minangkabau saja, melainkan juga ada raja lain yang bergelar demikian seperti Karta Negara dari Singasari dengan gelar Maharaja Diraja seperti yang tertulis pada arca Amogapasa tahun 1286 sebagai atasan dari Darmasraya yang bernama raja Tribuana.
Tambomengatakan
bahwa Maharajo Dirajo adalah raja Minangkabau pertama. Tetapi ada
pendapat lain yang mengatakan bahwa Srimaharaja Diraja yang disebut
dalam tambo sebagai raja Minangkabau yang pertama itu tidak lain dari
Adityawarman sendiri yang menyebut dirinya dengan Maraja Diraja. Tentang
Adityawarman mempergunakan gelar Maharaja Diraja memang semua ahli
sudah sependapat, karena Adityawarman sendiri telah menulis demikian
dalam prasasti Pagaruyung.
Dari gelar Maharaja Diraja yang dipakai Adityawarman menunjukan kepada kita bahwa sewaktu Adityawarman berkuasa
di Minangkabau tidak ada lagi kekuasaan lain yang ada di atasnya, atau dengan perkataan lain dapat dikatakan pada waktu itu Minangkabau sudah berdiri sendiri, tidak berada di bawah kekuasaan Majapahit atau sudah melepaskan diri dari Majapahit. Kerajaan Majapahit adalah ahli waris dari Singasari. Sedangkan Singasari pernah menundukkan melayu Darmasraya, tentu berada di bawah kekuasaan Singasari - Majapahit itu, maka untuk melepaskan diri dari Singasari - Majapahit itu Adiyawarman
memindahkan pusat kekuasaannya kepedalaman Minangkabau dan menyatakan tidak ada lagi yang berkuasa di atasnya dengan memakai gelar Maharaja Diraja.
di Minangkabau tidak ada lagi kekuasaan lain yang ada di atasnya, atau dengan perkataan lain dapat dikatakan pada waktu itu Minangkabau sudah berdiri sendiri, tidak berada di bawah kekuasaan Majapahit atau sudah melepaskan diri dari Majapahit. Kerajaan Majapahit adalah ahli waris dari Singasari. Sedangkan Singasari pernah menundukkan melayu Darmasraya, tentu berada di bawah kekuasaan Singasari - Majapahit itu, maka untuk melepaskan diri dari Singasari - Majapahit itu Adiyawarman
memindahkan pusat kekuasaannya kepedalaman Minangkabau dan menyatakan tidak ada lagi yang berkuasa di atasnya dengan memakai gelar Maharaja Diraja.
Ada sesuatu pertanyaan kecil yang perlu dijawab, yaitu apakah
tidak ada lagi kemungkinan bahwa gelar Maharajo Dirajo itu merupakan gelar keturunan bagi raja-raja Minangkabau, sehingga diwaktuAdityawarman menjadi raja di Minangkabau dia merasa perlu mempergunakan gelar tersebut agar dihormati oleh rakyat Minangkabau. Kalau memang demikian, maka kita akan dapat menghubungkannya dengan Maharajo Dirajo yang kita bicarakan kehidupannya sebelum abad Masehi. Tetapi hal ini kembali hanya berupa dugaan saja yang masih memerlukan pembuktian lebih
lanjut.
tidak ada lagi kemungkinan bahwa gelar Maharajo Dirajo itu merupakan gelar keturunan bagi raja-raja Minangkabau, sehingga diwaktuAdityawarman menjadi raja di Minangkabau dia merasa perlu mempergunakan gelar tersebut agar dihormati oleh rakyat Minangkabau. Kalau memang demikian, maka kita akan dapat menghubungkannya dengan Maharajo Dirajo yang kita bicarakan kehidupannya sebelum abad Masehi. Tetapi hal ini kembali hanya berupa dugaan saja yang masih memerlukan pembuktian lebih
lanjut.
Kalau kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa Maharaja
Diraja itu sama dengan Adityawarman, maka satu kepastian dapat dikatakan bahwa kerajaan Minangkabau baru bermula pad tahun 1347, yaitu padawaktu Adityawarman menjadi raja di Minangkabau yang berpusat di Pagaruyuang. Logikanya tentu sebelum Adityawarman, belum ada raja di Minangkabau, kalau ada baru merupakan daerah-daerahyang dikuasai oleh seorang kepala suku saja. Kalau pendapat itu tidak dapat diterimakebenarannya, maka tokoh Maharajo Dirajo yang disebut di dalam Tambo itu
masih tetap merupakan seorang tokoh legendaris dalam sejarah
Minangkabau dan hal ini akan tetap mengundan bermacam-macam pertanyaan yang pro dan kontra.
Diraja itu sama dengan Adityawarman, maka satu kepastian dapat dikatakan bahwa kerajaan Minangkabau baru bermula pad tahun 1347, yaitu padawaktu Adityawarman menjadi raja di Minangkabau yang berpusat di Pagaruyuang. Logikanya tentu sebelum Adityawarman, belum ada raja di Minangkabau, kalau ada baru merupakan daerah-daerahyang dikuasai oleh seorang kepala suku saja. Kalau pendapat itu tidak dapat diterimakebenarannya, maka tokoh Maharajo Dirajo yang disebut di dalam Tambo itu
masih tetap merupakan seorang tokoh legendaris dalam sejarah
Minangkabau dan hal ini akan tetap mengundan bermacam-macam pertanyaan yang pro dan kontra.
Kemungkinan gelar Maharajo sudah dipergunakan sebelum kedatangan Adityawarman memang ada. Tetapi apakah gelar itu
merupakan gelar keturunan dari raja-raja Minangkabau masih belum lagi dapat diketahui dengan pasti. Yang jelas pada waktu sekarang ini, banyak gelar para penghulu di Sumatera Barat yang memakai gelar Maharajo sebagai gelar kepenghulunya disamping nama lainnya, seperti Dt. Maharajo, Dt. Marajo, Dt. Maharajo Basa, Dt. Maharajo Dirajo.
merupakan gelar keturunan dari raja-raja Minangkabau masih belum lagi dapat diketahui dengan pasti. Yang jelas pada waktu sekarang ini, banyak gelar para penghulu di Sumatera Barat yang memakai gelar Maharajo sebagai gelar kepenghulunya disamping nama lainnya, seperti Dt. Maharajo, Dt. Marajo, Dt. Maharajo Basa, Dt. Maharajo Dirajo.
Kelihatan
gelar tersebut dipergunakan oleh masyarakatMinangkabau sebagai gelar
pusaka yang turun menurun. Sebaliknya raja-raja Pagaruyung sendiri tidak
mempergunakan gelar tersebut sebagai pusaka kerajaannya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa gelar Maharajo Dirajo tersebut merupakan gelar pusaka
Minangkabau dan sudah ada sebelum Adityawarman menjadi raja
diPagaruyung. Barangkali memang gelar itu diturunkan dari Maharajo
dirajo seperti disebutkan dalam Tambo itu.
A.5. Suri Dirajo, Cati Bilang Pandai Dan Indo Jati
Ketiga nama ini hanya terdapat dalam Tambo atau kaba yang banyak terdapat dalam masyarakat Sumatera Barat sekarang ini.
Dari situlah bersumbernya ketiga nama tersebut, sedangkan sumber-sumber sejarah lainnya seperti prasasti dan tulisan lainnya tidak ada menyebutketiga nama tersebut. Namun, sama halnya dengan nama Iskandar Zulkarnaen rakyat Sumatera Barat mempercayai ketiga nama tersebut sebagai cikal bakal orang Minangkabau.
Dari situlah bersumbernya ketiga nama tersebut, sedangkan sumber-sumber sejarah lainnya seperti prasasti dan tulisan lainnya tidak ada menyebutketiga nama tersebut. Namun, sama halnya dengan nama Iskandar Zulkarnaen rakyat Sumatera Barat mempercayai ketiga nama tersebut sebagai cikal bakal orang Minangkabau.
Menurut
Tambo Zuriat Sultan Iskandar Zulkarnaen, sewaktu Maharajo bertolak dari
Tanah Basa, (IndiaSelatan) memimpin satu rombongan yang terdiri dari:
Suri Dirajo, Indo Jati, Cati bilang Pandai, dan beberapa rombongan dari
Campa, Siam, Kambai dan lain-lain berlayar mengarungi lautan Indonesia
lalu menetap
ke gunung Merapi. P. E. Josselin de Jong juga menyebutkan nama Cati Bilang Pandai sebagai penasehat dari Maharajo.
ke gunung Merapi. P. E. Josselin de Jong juga menyebutkan nama Cati Bilang Pandai sebagai penasehat dari Maharajo.
Perlu
dijelaskan bahwanama Indo Jati sering disebutkan dengan sebutan yang
berbeda, walaupun orangnya itu juga. Hamka menyebutkan dengan nama Indo
Jelita atau dengan nama lain Ceti Reno Sudah. PE Josselin de Jong
menyebut dengan nama Indo Calita. Sedangkan untuk kedua nama yang lain
tidak ada perbedaan sebutan. Sekarang timbul pertanyaan: Apakah ketiga
nama itu betul-betul merupakan nenek moyang orang Minangkabau di zaman
dahulu dengan pengertian benar-benar ada dalam sejarah Minangkabau.
Jawabannnya mudahsaja, karena tidak ada bukti-bukti lain yang akan
mendukung, maka secara
historis ketiga tokoh ini hanya merupakan tokoh legendaris belaka dalam sejarah Minangkabau. Keberadaannya sebagai tokoh sejarah tidak dapat dibuktikan.
historis ketiga tokoh ini hanya merupakan tokoh legendaris belaka dalam sejarah Minangkabau. Keberadaannya sebagai tokoh sejarah tidak dapat dibuktikan.
Namun demikian, hampir semua Tambo Minangkabau sependapat
mengatakan bahwa Suri Dirajo dan Cati Bilang Pandai adalah tokoh yang melambangkan orang pandai, ahli pikir, baik di bidang pemerintahan maupun di bidang kemasyarakatan. Segala sesuatu yang dikerjakan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari salah seorang kedua tokoh itu, demikian besar pengaruhnya di samping Maharajo Dirajosendiri.
mengatakan bahwa Suri Dirajo dan Cati Bilang Pandai adalah tokoh yang melambangkan orang pandai, ahli pikir, baik di bidang pemerintahan maupun di bidang kemasyarakatan. Segala sesuatu yang dikerjakan, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari salah seorang kedua tokoh itu, demikian besar pengaruhnya di samping Maharajo Dirajosendiri.
Sedangkan menurut Hamka, tokoh Indo Jati yang disebutnya
sebagai Indra Jati melambangkan sesuatu yang luhur asal-usulnya. Dalam kepercayaan Hindu nama Indra adalah nama seorang dewa yang merupakan salah seorang dewa utama Trimurti. Indra adalah salah satu penjelmaanWisnu sebagai Dewa Matahari. Gelar dewa jelas menunjukkan seorang kesatria yang berdarah luhur. Jadi tokoh Indo Jati adalah salah seorang tokoh wanita kesatria dari rombongan Maharajo Dirajo.
sebagai Indra Jati melambangkan sesuatu yang luhur asal-usulnya. Dalam kepercayaan Hindu nama Indra adalah nama seorang dewa yang merupakan salah seorang dewa utama Trimurti. Indra adalah salah satu penjelmaanWisnu sebagai Dewa Matahari. Gelar dewa jelas menunjukkan seorang kesatria yang berdarah luhur. Jadi tokoh Indo Jati adalah salah seorang tokoh wanita kesatria dari rombongan Maharajo Dirajo.
A.6. Datuk
Ketumanggungan Dan Datuk Perpatih Nan Sabatang
Ketumanggungan Dan Datuk Perpatih Nan Sabatang
Siapa
tokoh ini?.Apakah mereka juga merupakan dua orang legendaris sejarah
Minangkabau?. Atau apakah keduanya merupakan tokoh historis sejarah
Minangkabau yang benar-benar ada dan hidup dalam sejarah Minangkabau
pada masa dahulu.
Penjelasan berikut ini dapat menjawab beberapa pertanyaan itu.
Penjelasan berikut ini dapat menjawab beberapa pertanyaan itu.
Suku
bangsa Minang kabau, dari dahulu hingga sekarang, mempercayai dengan
penuh keyakinan, bahwa kedua orang tokoh itu merupakan pendiri Adat Koto
Piliang dan Adat Bodi Caniago yang sampai sekarang masih hidup subur di
dalam masyarakat Minangkabau, baik yang ada di Sumatera Barat sendiri
maupun yang ada diperantauan.
Demikian
kokohnya sendi-sendi kedua adat itu sehingga tidak dapat digoyahkan
oleh bermacam-macam pengaruh dari luar, dengan pengertian akan segera
mengadakan reaksi membalik
apabila terjadi perbenturan terhadap unsur-unsur pokok adat itu.
apabila terjadi perbenturan terhadap unsur-unsur pokok adat itu.
Hal
initelah dibuktikan oleh perputaran masa terhadap kedua adat itu. Ada
petunjuk bagi kita bahwa kedua tokoh itu memang merupakan tokoh sejarah
Minangkabau. Pitono mengambil kesimpulan bahwa dari bait kedua prasasti
pada bagian belakang arca Amogapasa, antara tokoh adat Datuk PerpatihNan
Sabatang dengan tokoh Dewa Tuhan Perpatih yang tertulis pada arca itu
adalah satu tokoh yang sama.
Dijelaskan
selanjutnya bahwa pada prasasti itu tokoh Dewa Tuhan Perpatih sebagai
salah seorang terkemuka dari raja Adityawarman yaitu salah seorang
menterinya. Jadi tokoh Dewa Tuhan yang ada pada prasasti yang terdapat
di Padang Candi itu adalah sama dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Demikian kesimpulannya.
Kalaupendapat
ini memang benar, maka dapat pula dibenarkan bahwa tokoh Datuk Perpatih
Nan Sabatang itu adalah merupakan salah seorang tokoh historisdalam
sejarah Minangkabau, karena namanya juga tertulis pada salah satu
prasasti sebagai peninggalan sejarah yang nyata-nyata ada.
Bukti
lain mengenai kehadiran tokoh tersebut dalam sejarah Minangkabau adalah
dengan adanya Batu Batikam di Dusun Tuo Lima Kaum, Batusangkar.
Dikatakan dalam Tambo, bahwa sebagai tanda persetujuan antara Datuk Perpatih Nan Sabatang dengan Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu, hal ini sebagai peringatan bagi anak cucunya dikemudian hari. Sebelum peristiwa ini terjadi antara kedua tokoh adat itu terjadi sedikit kesalah pahaman. Adanya Batu Batikam itu yang sampai sekarang masih terawat dengan baik, dan ini membuktikan kepada kita bahwa kedua tokoh itu memang ada dalam sejarah Minangkabau, bukan sekedar sebagai tokoh dongeng saja sebagaimana banyak ahli-ahli barat mengatakannya.
Bukti
lain dalam hikayat raja-raja Pasai. Dikatakan bahwa dalam salah satu
perundingan dengan Gajah Mada yang berhadapan dari Minangkabau adalah
Datuk Perpatih Nan Sabantang tersebut. Hal ini membuktikan pula akan
kehadiran tokoh itu dalam sejarah Minangkabau.Di Negeri Sembilan,
sebagai bekas daerah rantau Minangkabau seperti dikatakan Tambo, sampai
sekarang juga
dikenal Adat Perpatih. Malahan peraturan adat yang berlaku di rantau sama dengan peraturan adat yang berlaku di daerah asalnya. Hal ini juga merupakan petunjuk tentang kehadiran Datuk Parpatih Nan Sabantang dalam sejarah Minangkabau. Menurut pendiri adat Koto Piliang oleh Datuk Ketumanggungan dan Adat Budi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang.
dikenal Adat Perpatih. Malahan peraturan adat yang berlaku di rantau sama dengan peraturan adat yang berlaku di daerah asalnya. Hal ini juga merupakan petunjuk tentang kehadiran Datuk Parpatih Nan Sabantang dalam sejarah Minangkabau. Menurut pendiri adat Koto Piliang oleh Datuk Ketumanggungan dan Adat Budi Caniago oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Sesudah
ternyata terbukti bahwa kedua tokoh itu benar-benar hadir dalam sejarah
Minangkabau, maka ada hal sedikit yang kurang benar yang dikemukakan
oleh Pinoto. Dia mengatakan bahwa kedua tokoh itu merupakan pembesar
dengan kedudukan menteri dalam kerajaan Adiyawarman. Tetapi pencantuman
kedua tokoh itu dalam Prasasti Adityawarman tidaklah berarti bahwa menjadi menterinya, melainkan untuk menghormatinya, karena sebelum Adityawarman datang, kedua tokoh itu sudah ada di Minangkabau yang sangat dihormati oleh rakyatnya. Maka oleh Adityawarman untuk menghormati kedudukan kedua tokoh itu dicantumkan nama mereka pada prasastinya. Tidak sembarang orang yang dapat dicantumkan di dalam prasasti itu, kecuali tokoh yang betul-betul sangat terhormat.
kedua tokoh itu dalam Prasasti Adityawarman tidaklah berarti bahwa menjadi menterinya, melainkan untuk menghormatinya, karena sebelum Adityawarman datang, kedua tokoh itu sudah ada di Minangkabau yang sangat dihormati oleh rakyatnya. Maka oleh Adityawarman untuk menghormati kedudukan kedua tokoh itu dicantumkan nama mereka pada prasastinya. Tidak sembarang orang yang dapat dicantumkan di dalam prasasti itu, kecuali tokoh yang betul-betul sangat terhormat.
Walaupun
Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan sudah merupakan
tokoh historis dalam sejarah Minangkabau sesuai dengan bukti-bukti yang
dikemukakan, akan tetapi keduanya bukanlah merupakan raja Minangkabau
melainkan sebagai pemimpin masyarakat dan penyusun kedua adat yang hidup
dalam masyarakat Minangkabau sekarang ini, yaitu adat Koto Piliang dan
Adat Bodi Caniago, bagi masyarakat Minangkabau sendiri kedudukan yang
sedemikian, jauh lebih tinggi martabatnya dari kedudukan seorang raja
yang manapun.
Antara
Datuk Parpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan adalah dua orang
bersaudara satu Ibu berlainan Ayah. Karena ada sedikit perbedaan dari
apa yang dikatakan Tambo mengenai siapa ayah dan ibu dari kedua orang
itu, rasanya pada kesempatan ini
tidak perlu dibicarakan perbedaan itu.
tidak perlu dibicarakan perbedaan itu.
Tetapi
dari apa yang dikatakan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ayah Datuk
Ketumanggungan adalah suami pertama ibunya (Indo Jati). Berasal dari
yang berdarah luhur atau dari keturunan raja-raja. Sedangkan ayah dari
Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah Cati Bilang Pandai suami kedua ibunya
yang berasal dari India Selatan juga. Perbedaan darah leluhur dari
keduanya itu menyebabkan nantinya ada sedikit perbedaan dalam ajaran
yang disusunmereka. Kesimpulannya adalah bahwa kedua orang itu yaitu
Datuk Ketumanggungan dan Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah dua tokoh
historis dalam sejarah Minangkabau, bukan tokoh legendaris sebagaimana
yang dianggap oleh kebanyakan penulis-penulis barat.
A.7. Masa
Pemerintahan Adityawarman
Pemerintahan Adityawarman
Adityawarman
bukan raja di Minangkabau, melainkan adalah raja di kerajaan Pagaruyung
yang merupakan salah satu periode dari sejarah Minangkabau yang sangat
panjang. Agar tidak mendatangkan keraguan kepada kita, maka kerajaan
yang diperintahkan oleh Adityawarman kita namai kerajaan Pagaruyung
saja.
Untuk
mengetahui siapa sebenarnya Adityawarman, perlu kita tinjau kembali
hasil dari ekspedisi Pamalayu oleh Kartanegara pada tahun 1275, bukan
hasil secara keseluruhan melainkan hasil yang berhubungan dengan
asal-usul Adityawarman saja.
Setelah ekspedisi itu berhasil, maka sewaktu rombongan ekspedisi kembali ke Jawa, mereka membawa Dara Jingga dan Dara
Petak. Sesampai di Jawa kerajaan Singasari telah diganti oleh kerajaan Majapahit. Maka Dara Petak diambil sebagai selir oleh Raden Wijaya yang menjadi raja pertama kerajaan Majapahit. Dari perkawinan ini nanti akan melahirkan seorang putra yang pada waktunya akan menjadi raja di Majapahit. Puteranya tersebut bernama Jayanegara.
Petak. Sesampai di Jawa kerajaan Singasari telah diganti oleh kerajaan Majapahit. Maka Dara Petak diambil sebagai selir oleh Raden Wijaya yang menjadi raja pertama kerajaan Majapahit. Dari perkawinan ini nanti akan melahirkan seorang putra yang pada waktunya akan menjadi raja di Majapahit. Puteranya tersebut bernama Jayanegara.
Dara
Jingga kawin dengan salah seorang pembesar kerajaan Majapahit dan
melahirkan seorang putera yang nama kecilnya. Aji Mantrolot. Aji
Mantrolot ini yang kemudian dikenal sebagai Adityawarman. Dengan
demikian Adityawarman merupakan keturunan dari dua darah kaum bangsawan,
satu darah bangsawan
Sumatera dan satu darah bangsawan Majapahit. Raja Majapahit yang kedua yaitu Jayanegara adalah saudara sepupu dari Adityawarman.
Sumatera dan satu darah bangsawan Majapahit. Raja Majapahit yang kedua yaitu Jayanegara adalah saudara sepupu dari Adityawarman.
Mengenai
asal-usul Adityawarman ini, Muhammad Yamin mengatakan bahwa
Adityawarman berasal dari tanah Minangkabau di Pulau Sumatera. Tempat
lahirnya terletak di Siguntur dekat nagari Sijunjung. Diwaktu muda dia
berangkat
ke Majapahit, tempat dia dididik disekeliling pusat pemerintahan dalam suasan keraton Majapahit. Kesempatan yang diperdapatnya itu berasal dari turunannya. Ayah bundanya mempunyai hubungan darah dengan permaisuri raja Majapahit yang pertama.
ke Majapahit, tempat dia dididik disekeliling pusat pemerintahan dalam suasan keraton Majapahit. Kesempatan yang diperdapatnya itu berasal dari turunannya. Ayah bundanya mempunyai hubungan darah dengan permaisuri raja Majapahit yang pertama.
Pendapat Muhammad Yamin mengenai tempat kelahiran Adityawarman dan hubungan kekeluargaannya dengan Kerajaan
Majapahit diperkuat oleh Pinoto yang mengatakan, bahwa Adityawarman adalah seorang putera Sumatera yang lahir di daerah aliran Sungai Kampar dan besar kemungkinan dalam tubuhnya mengalir darah Majapahit. Hubungan dengan kerajaan Majapahit bersifat geneologis dan politis.
Majapahit diperkuat oleh Pinoto yang mengatakan, bahwa Adityawarman adalah seorang putera Sumatera yang lahir di daerah aliran Sungai Kampar dan besar kemungkinan dalam tubuhnya mengalir darah Majapahit. Hubungan dengan kerajaan Majapahit bersifat geneologis dan politis.
Dengandemikian
dapat disimpulkan bahwa Adityawarman dilahirkan di Kerajaan Melayu atau
Minangkabau dan dibesarkan di Kerajaan Majapahit. Di keraton Majapahit
Adityawarman di didik bersama saudara sepupunya Jayanegara yang kemudian
menjadi raja Majapahit yang kedua. Di keraton Majapahit
kedudukan Adityawarman sangat tinggi, yaitu berkedudukan sebagai salah seorang menteri atau perdana menteri yang diperolehnya bukan saja karena hubungan darahnya dengan raja Majapahit tetapi juga berkat kecakapannya sendiri. Tahun 1325 raja Jayanegara mengirim Adityawarman segbagai utusan ke negeri Cina yang berkedudukan sebagai duta. Bersama dengan
Patih Gajah Mada, Adityawarman ikut memperluas wilayah kekuasaan Majapahit di Nusantara. Tahun 1331 Adityawarman memadamkan pemberontakan Sadeng dengan suatu perhitungan yang jitu. Tahun 1332 dia dikirim kembali menjadi utusan ke negeri Cina dengan kedudukan sebagai duta.
kedudukan Adityawarman sangat tinggi, yaitu berkedudukan sebagai salah seorang menteri atau perdana menteri yang diperolehnya bukan saja karena hubungan darahnya dengan raja Majapahit tetapi juga berkat kecakapannya sendiri. Tahun 1325 raja Jayanegara mengirim Adityawarman segbagai utusan ke negeri Cina yang berkedudukan sebagai duta. Bersama dengan
Patih Gajah Mada, Adityawarman ikut memperluas wilayah kekuasaan Majapahit di Nusantara. Tahun 1331 Adityawarman memadamkan pemberontakan Sadeng dengan suatu perhitungan yang jitu. Tahun 1332 dia dikirim kembali menjadi utusan ke negeri Cina dengan kedudukan sebagai duta.
Pada tahun 1334 Adityawarman pulang kembali ke negeri asalnya. Karena dengan lahir dan menjadi besarnya Hayam Wuruk tidak ada lagi kesempatan bagi Adityawarman utnuk menjujung mahkota kerajaan Majapahit sebagai ahli waris yang terdekat.
Adityawarman adalah cucu dari raja Melayukarena ibunya Dara Jingga adalah anak Tribuana raja Mauliwarmadewa, raja
kerajaan Melayu. Oleh karena itu, Adityawarman berhak atas takhta kerajaan Melayu tersebut. Timbulnya keinginan Adityawarman untuk mendirikan kerajaan Melayu yang mandiri, disebabkan karena kegagalan usaha patih Gajah Mada menguasai selat malaka. Pada tahun 1347 Adityawarman menjadi raja kerajaan Melayu yang dipusatkan di Darmasraya.
kerajaan Melayu. Oleh karena itu, Adityawarman berhak atas takhta kerajaan Melayu tersebut. Timbulnya keinginan Adityawarman untuk mendirikan kerajaan Melayu yang mandiri, disebabkan karena kegagalan usaha patih Gajah Mada menguasai selat malaka. Pada tahun 1347 Adityawarman menjadi raja kerajaan Melayu yang dipusatkan di Darmasraya.
Hal ini dapat dibuktikan dengan prasasti yang dipahatkan pada bagian belakan arca Amogapasa dari Padang Candi. Dalam Prasasti itu Adityawarman memakai nama : “Udayadityawarman Pratakramarajendra Mauliwarmadewa” dan bergelar “Maharaja Diraja” dengan memakai gelartersebut rupanya Adityawarman hendak menyatakan bahwa dia merupakan raja yang berdiri sendiri dan tidak ada lagi raja yang berada di atasnya.
Dengan demikian dia sudah bebas dari Majapahit. Sebagai realisasi dari pernyataan tersebut, maka Adityawarman pada tahun 1349 memindahkan pusat kerajaan dari Darmasraya ke Pagaruyung di Batusangkar.
Selama
pemerintahannya Adityawarman berusaha membawa kerajaan Pagaruyung ke
puncak kejayaannya. Dalam usaha memajukan kerajaan itu Adityawarman
mengadakan hubungan dengan luar negeri, yaitu dengan Cina. Tahun 1357,
1375, 1376 Adityawarman mengirim utusan ke negeri Cina. Selama masa
pemerintahannya di Pagaruyung yang berlangsung dari tahun 1349 sampai 1376, kerajaan Pagaruyung berada di puncak kejayaannya. Bahkan dapat dikatakan pada waktu itu Indonesia bagian barat dikuasai kerajaan Pagaruyung dan Indonesia bagian Timur berada di bawah pengaruh kekuasaan Majapahit.
pemerintahannya di Pagaruyung yang berlangsung dari tahun 1349 sampai 1376, kerajaan Pagaruyung berada di puncak kejayaannya. Bahkan dapat dikatakan pada waktu itu Indonesia bagian barat dikuasai kerajaan Pagaruyung dan Indonesia bagian Timur berada di bawah pengaruh kekuasaan Majapahit.
Adityawarman sebagai orang yang dididik dan dibesarkan di
Majapahit serta telah pula pernah menjabat beberapa jabatan penting di kerajaan Majapahit, tentulah paham betul dengan seluk beluk pemerintahan di Majapahit. Dengan demikian corak pemerintahan kerajaan Majapahit sedikit banyaknya berpengaruh pada corak pemerintahan Adityawarman di Pagaruyung. Hal ini ternyata pada prasasti yang ditinggalkan Adityawarman terdapat nama Dewa Tuhan Perpatih dan Tumanggung yang oleh
Pinoto dibaca Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan.
Majapahit serta telah pula pernah menjabat beberapa jabatan penting di kerajaan Majapahit, tentulah paham betul dengan seluk beluk pemerintahan di Majapahit. Dengan demikian corak pemerintahan kerajaan Majapahit sedikit banyaknya berpengaruh pada corak pemerintahan Adityawarman di Pagaruyung. Hal ini ternyata pada prasasti yang ditinggalkan Adityawarman terdapat nama Dewa Tuhan Perpatih dan Tumanggung yang oleh
Pinoto dibaca Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan.
Menurut
Tambo kekuasaan Adityawarman hanya terbatas di daerah Pagaruyung,
sedangkan daerah lain di Minangkabau masih tetap berada dibawah
pengawasan Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuk ketumanggungan dengan
pemerintahan adatnya. Dengan demikian di Pagaruyung Adityawarman dapat
dianggap sebagai lambang kekuasaan saja, sedangkan kekuasaan sebenarnya
tetap berada di tangan kedua tokoh pemimpin adat tersebut, sehingga hal
ini menyebabkan kemudian pengaruh budha yang dibawa ke Pagaruyung tidak
dapat tempat di hati rakyat Minangkabau, karena prinsipnya rakyat
Minangkabau sendiri secara langsung tidak berkenalan dengan
pengaruh-pengaruh tersebut.
Disamping itu, selama menjadi raja Pagaruyung yang mengatur kehidupan masyarakat Minangkabau tetap hukum
Adat Koto Piliang dan Bodi Caniago. Dalam hal ini Tambo mengatakan bahwa Adityawarman walaupun sudah menjadi raja yang besar, tetap saja merupakan seorang sumando di Minangkabau, artinya kekuasaannya sangat terbatas.
Adat Koto Piliang dan Bodi Caniago. Dalam hal ini Tambo mengatakan bahwa Adityawarman walaupun sudah menjadi raja yang besar, tetap saja merupakan seorang sumando di Minangkabau, artinya kekuasaannya sangat terbatas.
Barangkali hal ini memang disengaja oleh Datuk yang berdua
itu, mengingat pada mulanya kekuasaan Adityawarman yang sangat besar sekali. Agar kehidupan masyarakat Minangkabau jangan terpengaruh oleh kebiasaan yang dibawa ole Adityawarman maka kedua Datuk itu memagarinya dengan pengaturan kekuasaan, Adityawarman boleh menjadi raja yang sangat besar, tetapi kekuasaannya hanya terbatas di sekitar istana saja,
sedangkan kekuasaan langsung terhadap masyarakat tetap dipegang olehmereka. Sesudah meninggalnya Adityawarman yang memang merupakan seorang raja yang besar dan kuat, kekuasaan kerajaan Pagaruyung mulai luntur.
itu, mengingat pada mulanya kekuasaan Adityawarman yang sangat besar sekali. Agar kehidupan masyarakat Minangkabau jangan terpengaruh oleh kebiasaan yang dibawa ole Adityawarman maka kedua Datuk itu memagarinya dengan pengaturan kekuasaan, Adityawarman boleh menjadi raja yang sangat besar, tetapi kekuasaannya hanya terbatas di sekitar istana saja,
sedangkan kekuasaan langsung terhadap masyarakat tetap dipegang olehmereka. Sesudah meninggalnya Adityawarman yang memang merupakan seorang raja yang besar dan kuat, kekuasaan kerajaan Pagaruyung mulai luntur.
Kelihatannya dengan pengaturan yang dilakukan oleh Datuk Perpatih Nan Sabatang berdua dengan Datuk Ketumanggungan tidak memberi kesempatan kepada pengganti Adityawarman yang menganut agama budha untuk berkuasa seterusnya.
Adityawarman sebagai raja Pagaruyung merupakan seorang
raja yang paling banyak meninggalkan prasasti. Hampir dua puluh buah prasasti yang ditinggalkannya. Diantaranya yang telah dibaca seperti Prasasti Arca Amogapasa, Kuburajo, Saruaso I dan II, Pagaruyung, Kapalo Bukit Gambak I dan II, Banda Bapahek, dan masih banyak lagi yang belum dapat dibaca.
raja yang paling banyak meninggalkan prasasti. Hampir dua puluh buah prasasti yang ditinggalkannya. Diantaranya yang telah dibaca seperti Prasasti Arca Amogapasa, Kuburajo, Saruaso I dan II, Pagaruyung, Kapalo Bukit Gambak I dan II, Banda Bapahek, dan masih banyak lagi yang belum dapat dibaca.
Diantara yang telah dapat dibaca itu menyatakan kebesaran dan kemegahan kerajaan Pagaruyung, barangkali diantara
raja-raja yang pernah ada di Indonesia tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkan prasasti sebanyak yang telah ditinggalkan oleh Adityawarman. Sayangnya di Minangkabau kebiasaan seperti itu hanyadilakukan oleh Adityawarman seorang raja. Sebelum dan sesudahnya Adityawarman tidak ada yang membiasakan sehingga sampai sekarang kebanyakan data sejarah Minangkabau agak gelap.
raja-raja yang pernah ada di Indonesia tidak ada seorang pun yang pernah meninggalkan prasasti sebanyak yang telah ditinggalkan oleh Adityawarman. Sayangnya di Minangkabau kebiasaan seperti itu hanyadilakukan oleh Adityawarman seorang raja. Sebelum dan sesudahnya Adityawarman tidak ada yang membiasakan sehingga sampai sekarang kebanyakan data sejarah Minangkabau agak gelap.
Sesudah
Adityawarman meninggal kerajaan Pagaruyung yang tidak lagi mempunyai
raja yang merupakan keturunan darah langsung dari Adityawarman.
Sedangkan Ananggawarman yang dikatakan dalam salah satu prasasti
Adityawarman sebagai anaknya tidak pernah memerintah, karena kekuasaan
Adityawarman langsung digantikan oleh Yang Dipertuan Sultan Bakilap
Alam. Dari sebutan raja itu saja, kelihatannya sesudah Adityawarman raja
yang menggantikannya sudah menganut agama Islam.Adanya Sultan Bakilap
Alam sebagai raja Minangkabau Pagaruyung dijelaskan oleh Tambo . Dengan
sudah dianutnya agama Islam oleh pengganti Adityawarman, maka hilang
pulalah pengaruh agama Budha yang dianut Adityawarman di Minangkabau.
Sampai
dengan pertengahan abad ke-16 sesudah Adityawarman kita tidak
memperoleh keterangan yang lengkap mengenai kerajaan Pagaruyung. Rupanya
sesudah Adityawarman meninggal,
kerajaan Majapahit kembali berusaha untuk menguasai Pagaruyung serata Selat Malaka.
kerajaan Majapahit kembali berusaha untuk menguasai Pagaruyung serata Selat Malaka.
Tetapi
usaha tersebut gagal kaena angkatan perang kerajaan Majapahit yang
datang dari arah pantai timur dikalahkan oleh tentara Pagaruyung dalam
pertempuran di Padang Sibusuk tahun 1409.Akibat pertempuran Padang
Sibusuk itu membawa akibat yang sangat besar dalam struktur pemerintahan
kerajaan Pagaruyung selanjutnya.
Semasa
Adityawarman menjadi raja, pemerintahan bersifat sentralisasi menurut
sistem di Majapahit. Tetapi sesudah pertempuran Padang Sibusuk itu,
nagari-nagai di Minangkabau membebaskan diri dari kekuasaan yang
berpusat di Pagaruyung.
A.8. Kerajaan Pagaruyung Sesudah
Adityawarman
Adityawarman
Dari berita Tambo Pagaruyung dapat diketahui bagaiman
keadaan Pagaruyung sesudah Adiyawarman demikian pula wawancara dengan S.M. Taufik Thaib SH. Dikatakan mengenai silisilah raja-raja Pagaruyung adalah sebagai berikut:
keadaan Pagaruyung sesudah Adiyawarman demikian pula wawancara dengan S.M. Taufik Thaib SH. Dikatakan mengenai silisilah raja-raja Pagaruyung adalah sebagai berikut:
Adityawarman (1339-1376)
Ananggawarman
(1376)
(1376)
Yang Dipertuan Sultan Bakilap Alam
Yang Dipertuan Sultan
Pasambahan
Pasambahan
Yang Dipertuan Sultan Alif gelar Khalifafullah
Yang
Dipertuan Sultan Barandangan
Dipertuan Sultan Barandangan
Yang Dipertuan Sultan Patah (Sultan
Muning II)
Muning II)
Yang Dipertuan Sultan Muning III
Yang Dipertuan Sultan
Sembahwang
Sembahwang
Yang Dipertuan Sultan Bagagar Syah
Yang Dipertuan Gadih
Reni Sumpur 1912
Reni Sumpur 1912
Yang Dipertuan Gadih Mudo (1912-1915)
Sultan
Ibrahim 1915-1943 gelar Tuanku Ketek
Ibrahim 1915-1943 gelar Tuanku Ketek
Drs. Sultan Usman 1943 (Kepala
Kaum Keluarga Raja Pagaruyung)
Kaum Keluarga Raja Pagaruyung)
Dari data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sesudah Adityawarman raja-raja di Pagaruyung sudah menganut agama
Islam sesuai dengan sebutan Sultan (pengaruh Islam).
Islam sesuai dengan sebutan Sultan (pengaruh Islam).
Bila
Sultan Bakilap Alam memerintah tidak disebutkan oleh tambo tersebut,
tetapi dapat diperkirakan sesudah tahun 1409, karena sampai 1409
pemerintahan Pagaruyung masih bersifat sentralisasi seperti sewaktu
pemerintahan Adityawarman. Sesudah tahun tersebut pemerintahan
Pagaruyung sudah desentralisasi dengan pengertian bahwa nagari-nagari
sudah mempunyai otonom penuh dan pemerintahan di Pagaruyung sudah mulai
melemah.
Selanjutnya
dikatakan bahwa di atas pemerintahan nagari-nagari terlihat adanya dua
tingkat pemerintahan yaitu Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai. Rajo
Tigo Selo dimaksudkan adalah tiga orang raja yang sekaligus berkuasa di
bidang masing-masing. Raja Alam berkedudukan di Pagaruyung sebagai pucuk
pimpinan, Raja Adat berkedudukan di Buo yang melaksanakan tugas-tugas
kerajaan dibidang adat. Raja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus dan
melaksanakan urusan keagamaan kerajaan. Gambaran ini adalah lembaga pemerintahan di tingkat raja.
melaksanakan urusan keagamaan kerajaan. Gambaran ini adalah lembaga pemerintahan di tingkat raja.
Sedangkan
ditingkat Menteri dan Dewan Menteri yang dimaksud dengan Basa Ampek
Balai terdiri dari:1. Bandaro (Titah) di Sungai Tarab sebagai Perdana
Menteri2. Tuan Kadi di Padang Ganting yang mengurus masalah Agama3.
Indomo di Saruaso mengurus masalah keuangan4. Makhudum di Sumanik yang
mengurus masalah pertahanan dan rantau Masyarakat nagari dalam mengusut
persoalannya berjenjang naik sampai ketingkat kerajaan. Dibidang adat
dari nagari terus ke Bandaro \dan kalau tidak putus juga diteruskan lagi
kepada Raja Buo dan kalau
tidak putus juga masalahnya diteruskan lagi kepada Raja Alam di
Pagaruyung yang akan memberikan kata putus. Begitu juga dalam bidang agama. Dari nagari naik kepada tuan Kadi di Padang Ganting, terus kepadaraja Ibadat di Sumpur Kudus, dan bula tidak selesai juga akhirnya sampai kepada raja Alam yang akan memberikan kata putusnya.
tidak putus juga masalahnya diteruskan lagi kepada Raja Alam di
Pagaruyung yang akan memberikan kata putus. Begitu juga dalam bidang agama. Dari nagari naik kepada tuan Kadi di Padang Ganting, terus kepadaraja Ibadat di Sumpur Kudus, dan bula tidak selesai juga akhirnya sampai kepada raja Alam yang akan memberikan kata putusnya.
Selanjutnya
dikatakan bahwa Lembaga Rajo Tigo Selo dibentuk bersama dengan
pembentukan Lembaga Basa Ampek Balai. Penobatan dan pelatikan Rajo Tigo
Selo dan Basa Ampek Balai bersamaan pula dengan pengangkatan dan
pengiriman “Sultan Nan Salapan” ke daerah rantau Minangkabau yaitu
daerah-daerah: Aceh, Palembang, Tambusai, Rao, Sungai Pagu, Bandar
Sepuluh, Siak Indra Pura, Rembau Sri Menanti dan lain-lain. Pengangkatandan pelantikan itu dilakukan oleh Sultan Bakilap Alam.
Sepuluh, Siak Indra Pura, Rembau Sri Menanti dan lain-lain. Pengangkatandan pelantikan itu dilakukan oleh Sultan Bakilap Alam.
Dalam
hal iniBahar Dt Nagari Basa, mengatakan bahwa Basa Ampek Balai pada
mulanya terdiri dari Bandaro di Sungai Tarap, yang menjadi Payung Panji
Koto Piliang; Datuk Makhudum di Sumanik yang menjadi Pasak Kungkung
KotoPiliang; Indomo di Saruaso yang menjadi Amban Puruak (bendahara)
Koto Piliang; Tuan Gadang di Batipuah yang menjadi Harimau Campo Koto
Piliang, yaitu Menteri Pertahanan Koto Piliang. Kemudian setelah Islam masuk ke Minangkabau dimasukkan Tuan Kadhi sebagai anggota Basa Ampek Balai dan “Tuan Gadang” di Batipuh ke luar dari keanggotaan itu dengan berdiri sendiri sebagai orang yang bertanggung jawab dalam masalah pertahanan Koto Piliang. Semuanya itu terdapat di Tanah Datar yang merupakan pucuk pimpinan di Minangkabau. Selanjutnya dikatakan yang menjadi kebesaran Luhak Agam adalah Parik Paga dan Kebesaran Lima Puluh Kota adalah Penghulu.
Piliang, yaitu Menteri Pertahanan Koto Piliang. Kemudian setelah Islam masuk ke Minangkabau dimasukkan Tuan Kadhi sebagai anggota Basa Ampek Balai dan “Tuan Gadang” di Batipuh ke luar dari keanggotaan itu dengan berdiri sendiri sebagai orang yang bertanggung jawab dalam masalah pertahanan Koto Piliang. Semuanya itu terdapat di Tanah Datar yang merupakan pucuk pimpinan di Minangkabau. Selanjutnya dikatakan yang menjadi kebesaran Luhak Agam adalah Parik Paga dan Kebesaran Lima Puluh Kota adalah Penghulu.
Dari keterangan itu yang dapat diambil kesimpulan bahwa Lembaga Basa Ampek Balai sudah ada sebelum Islam masuk
ke Minangkabau dengan bukti seperti yang dikatakan oleh Datuk Nagari Basa dengan susunan yang sedikit berbeda dari apa yang kita kenal kemudian. Baru sesudah Islam masuk ke Minangkabau kedudukan Tuan Kadhi diserahkan untuk mengurus masalah agama Islam. Selanjutnya susunan Basa Ampek Balai dengan Tuan Gadang sudah seperti yang kita kenal sekarang ini.
ke Minangkabau dengan bukti seperti yang dikatakan oleh Datuk Nagari Basa dengan susunan yang sedikit berbeda dari apa yang kita kenal kemudian. Baru sesudah Islam masuk ke Minangkabau kedudukan Tuan Kadhi diserahkan untuk mengurus masalah agama Islam. Selanjutnya susunan Basa Ampek Balai dengan Tuan Gadang sudah seperti yang kita kenal sekarang ini.
Mengenai
susunan pemerintahan Pagaruyung sesudah Adityawarman ini diuraikan
dengan lengkap dalam cerita Cindua Mato. Cindua Mato (Candra Mata)
adalah sebuah cerita rakyat Minangkabau yang menggambarkantentang
keadaan pemerintahan Minangkabau Pagaruyung di zaman kebesarannya.
Walaupun dalam cerita ini mengenai raja-raja yang diceritakan sudah ada
unsur legendanya, tetapi yang mengenai masalah lainnya sama dengan apa
yang dikatakan Tambo.
Menurut
Tambo, Basa Ampek Balai pernah memegang kedudukan Raja Alam yaitu
sesudah Sultan Alif meninggal, karena orang yang akan menggantikan
Sultan Alih masih belum dewasa. Buat sementara dipegang oleh Basa Ampek
Balai.
A.9.
Kedatangan Bangsa Barat Ke Minangkabau
Hubungan
Minangkabau denganbangsa Barat yang pertama kali dilakukan dengan
bangsa Portugis. Menurut berita Portugis, permulaan abad ke 16 ada
utusan kerajaan Melayu yang datang ke Malaka. Kedatangan utusan tersebut
adalah untuk membicarakan masalah perdagangan dengan bangsa Portugis
yang waktu itu menguasai Malaka. Tetapi dengan berhasilnya Aceh
menguasai pesisir barat pulau Sumatera, maka hubungan dagang dengan
Portugis itu terputus.
Dengan
bangsa Belanda hubungan Minangkabau terjadi pertama kali kira-kira
tahun 1600, diwaktu Pieter Both memerintahkan Laksamana Muda Van Gaedenn
membeli lada ke pantai barat pulau Sumatera. Waktu itu
beberapapelabuhan yang ada disana menolak permintaan Belanda dibawah
kekuasaan Kerajaan Aceh.
Pada waktu Sultan Iskandar Muda dari kerajaan Aceh meninggal dunia, maka kekuasaan kerajaan Aceh menjadi lemah, sehingga
mulai tahun 1636 sewaktu Iskandar Muda meninggal dunia, daerah-daerah Pesisir Barat kerajaan Pagaruyung mulai membebaskan diri dari kekuasaan Aceh dan melakukan hubungan dagang langsung dengan Belanda, seperti yang dilakukan oleh raja-raja Batang Kapas, Salido, Bayang di Pesisir Selatan.
mulai tahun 1636 sewaktu Iskandar Muda meninggal dunia, daerah-daerah Pesisir Barat kerajaan Pagaruyung mulai membebaskan diri dari kekuasaan Aceh dan melakukan hubungan dagang langsung dengan Belanda, seperti yang dilakukan oleh raja-raja Batang Kapas, Salido, Bayang di Pesisir Selatan.
Pada tahun 1641 Belanda merebut Malaka dari Portugis dan
semenjak itu Belanda mulai memperbesar pengaruhnya di pesisir barat Sumatera untuk menggantikan kerajaan Aceh. Mula-mula Belanda mendirikan kantor dagangnya di Inderapura terus ke Salido. Kemudian di PulauCingkuak juga didirikan lojinya pada tahun 1664 untuk mengatasiperlawanan rakyat pesisir yang dikoordinir oleh Aceh.
semenjak itu Belanda mulai memperbesar pengaruhnya di pesisir barat Sumatera untuk menggantikan kerajaan Aceh. Mula-mula Belanda mendirikan kantor dagangnya di Inderapura terus ke Salido. Kemudian di PulauCingkuak juga didirikan lojinya pada tahun 1664 untuk mengatasiperlawanan rakyat pesisir yang dikoordinir oleh Aceh.
Untuk
melepaskan pesisir barat pulau Sumatera dari pengaruh Aceh, maka
Belandamelakukan perjanjian dengan raja Pagaruyung yang merupakan
pemilik sesungguhnya dari daerah tersebut. Oleh raja Pagaruyung Belanda
diberikan kebebasan untuk mengatur perdagangannya pada daerah tersebut.
Perjanjian itu dilakukan pihak Belanda dengan Sultan Ahmad Syah padatahun 1668. Mulai saat itu Belanda, melangkah selangkah demi selangkah menanamkan pengaruhnya di Sumatera Barat dengan jalan politik pecah belahnya yang terkenal itu. Disatu pihak mereka menimbulkan perlawanan rakyatnya terhadap raja atau pemimpinnya sesudah itu mereka datang sebagai juru selamat dengan mendapat imbalan yang sangat merugikan pihak Minangkabau, sehingga akhirnya seluruh Minangkabau dapat
dikuasai Belanda.
Semenjak abad ke 17 terjadi persaingan dagang yang
sangat memuncak antara bangsa Belanda dengan bangsa Inggris di
Indonesia. Pada tahun 1684 Belanda dapat mengusir Inggris berdagang di Banten. Sebaliknya Inggris masih dapat bertahan di daerah Maluku dan menguasai perdagangan di daerah pesisir Sumatera Bagian Barat.
sangat memuncak antara bangsa Belanda dengan bangsa Inggris di
Indonesia. Pada tahun 1684 Belanda dapat mengusir Inggris berdagang di Banten. Sebaliknya Inggris masih dapat bertahan di daerah Maluku dan menguasai perdagangan di daerah pesisir Sumatera Bagian Barat.
Pada
tahun 1786 berhasil menguasai pulau Penang di Selat Malaka sehingga
mereka dapat mengontrol jalan dagang diseluruh pulau Sumatera. Sumatera
mulai dibanjri oleh barang-barang dagang Inggris. Tentu saja hal ini
sangat merugikan pihak Belanda.Tahun 1780-1784 pecah perang antara
Inggris dan Belanda di Eropa. Peperangan ini merambat pula sampai ke
daerah-daerah koloni yang mereka kuasai di seberang lautan. Pada
tahun1781 Inggris menyerang kedudukan Belanda di Padang dari pusat
kedudukannya di Bengkulu, dan Padang serta benteng Belanda di Pulau
Cingkuak di hancurkan.
Dengan demikian pusat perdagangan berpindah ke Bengkulu. Setelah terjadi perjanjian antara kerajaan Belanda dengan
kerajaan Inggris maka Inggris terpaksa mengembalikan seluruh daerah yang sudah direbutnya.
kerajaan Inggris maka Inggris terpaksa mengembalikan seluruh daerah yang sudah direbutnya.
Bangsa Prancis yang pernah datang ke Sumatera Barat, yaitu ketika bajak laut yang dipimpin oleh Kapten Le Me dengan
anak buahnya mendarat di Pantai Air Manis Padang. Hal ini terjadi padatahun 1793. mereka dapat merebut Kota Padang dan mendudukinya selama lima hari. Setelah mereka merampok kota, mereka pergi lagi. Pada tahun1795 Inggris merebut Padang lagi, karena terlibat perang lagi dengan Belanda.
anak buahnya mendarat di Pantai Air Manis Padang. Hal ini terjadi padatahun 1793. mereka dapat merebut Kota Padang dan mendudukinya selama lima hari. Setelah mereka merampok kota, mereka pergi lagi. Pada tahun1795 Inggris merebut Padang lagi, karena terlibat perang lagi dengan Belanda.
A.10. Pembaharuan oleh Agama Islam
Seperti
yang telah disebutkan pada bagian terdahulu, bahwa pada pertengahan
abad ke tujuh agama Islam sudah mulai memasuki Minangkabau. Namun pada
waktu itu perkembangan Islam di Minangkabau masih boleh dikatakan
merupakan usaha yang kebetulan saja, karena adanya pedagang-pedagang
yang beragama Islam datang ke Minangkabau. Pengaruh Islam pun hanya
terbatas pada daerah-daerah yang didatangi oleh pedagang-pedagang Islam,
yaitu di sekitar kota-kota dagang di pantai Timur Sumatera.
Masuknya
agama Islam itu ada yang secara langsung dibawa oleh pedagang Arab dan
adayang dibawa oleh Pedagang India atau lainnya, artinya tidak langsung
datang dari negeri Arab.
Perkembangan yang demikian berlangsung agak lama juga, karena terbentur kepentingan perkembangan Politikk Cina dan Agama Budha.
Di
kerajaan Pagaruyung sampai dengan berkuasanya Adityawarman, agama yang
dianut adalah agama Budha sekte Baiwara dan pengaruh agama Budha ini
berkisar di sekitar lingkungan istana raja saja. Tidak ada bukti-bukti
yang menyatakan kepada kita bahwa rakyat Minangkabau juga menganut agama
tersebut. Secara teratur agama Islam pada akhir abad ke tiga belas yang
datang dari Aceh. Pada waktu itu
daerah-daerah pesisir barat pulau Sumatera dikuasai oleh kerajaan Aceh yang telah menganut agama Islam.
daerah-daerah pesisir barat pulau Sumatera dikuasai oleh kerajaan Aceh yang telah menganut agama Islam.
Pedagang
Islam sambil berdagang sekaligus mereka langsung menyiarkan agama Islam
kepada setiap langganannya. Dari daerah pesisir ini, yaitu
daerah-daerah seperti Tiku,Pariaman, Air Bangis dan lain-lain dan
kemudian masuk daerah perdalaman Minangkabau. Masuknya agama Islam ke
Minangkabau terjadai secara damai dan nampaknya agama Islam lebih cepat
menyesuaikan diri dengan anak nagari. Barangkali itulah sebabnya
bekas-bekas peninggalan Hindu dan Budha tidak banyak kita jumpai di
Minangkabau, karena agama itu tidak sampai masuk ketengah-tengah
masyarakat, tetapi hanya disekitar istana saja. Habis orang-orang istana
itu, maka habis pulalah bekas-bekas pengaruh Hindu dan Budha.
Perkembangan
agama Islam menjadi sangat pesat setelah di Aceh diperintah oleh Sultan
Alaudin Riayat Syah Al Kahar (1537-1568 ), karena Sultan tersebut
berhasil meluaskan wilayahnya hampir ke seluruh pantai barat Sumatera.
Pada
permulaan abad ketujuh belas, seorang ulama dari golongan Sufi penganut
Tarikat Naksabandiyah mengunjungi Pariaman dan Aceh. Kemudian beberapa
lama menetap di Luhuk Agam dan Lima Puluh Kota. Juga dalam ke abad ke-17
itu di Ulakan Pariaman bermukim seorang ulama Islam yang bernama Syeh
Burhanuddin,
murid dari Syeh Abdurauf yang berasal dari Aceh. Syeh Burhanuddin adalah penganut Tarikat Syatariah. Murid-murid Syeh Burhanuddin itulah yangmenyebarkan agama Islam di pedalaman Minangkabau dan mendirikan pusat pengajian di Pamansiangan Luhak Agam. Sebaliknya ulama-ulama dari Luhak
Agam ini pergi memperdalam ilmunya ke Ulakan Pariaman, yaitu tempat yang dianggap sebagai pusat penyebaran dan penyiaran Islam di Minangkabau.
murid dari Syeh Abdurauf yang berasal dari Aceh. Syeh Burhanuddin adalah penganut Tarikat Syatariah. Murid-murid Syeh Burhanuddin itulah yangmenyebarkan agama Islam di pedalaman Minangkabau dan mendirikan pusat pengajian di Pamansiangan Luhak Agam. Sebaliknya ulama-ulama dari Luhak
Agam ini pergi memperdalam ilmunya ke Ulakan Pariaman, yaitu tempat yang dianggap sebagai pusat penyebaran dan penyiaran Islam di Minangkabau.
Dari
Luhak Agam inilah nanti lahir ulama-ulama besar yang akan membangun
agama Islam selanjutnya di Minangkabau seperti Tuanku Nan Tuo dari
daerah Cangkiang Batu Taba Ampek Angkek Agam. Tuanku Imam Bonjol
sendirimerupakan salah seorang murid Tuanku Nan Renceh Kamang Mudiak
Agam.
Pada
awalnya agama Islam di Minangkabau tidak dijalankan secara ketat,
karena disamping melaksanakan agama Islam para penganut juga masih
menjalankan praktek-praktek adat yang pada dasarnya bertentangan dengan
ajaran agama Islam itu sendiri.
Keadaan
ini ternyata kemudian setelah datangnya beberapa orang ulama Islam dari
Mekkah yang menganut paham Wahabi. Yaitu suatu paham dimana
penganut-penganutnya melaksanakan
ajaran Islam secara murni. Di tanah Arab sendiri tujuan gerakan kaum Wahabi adalah utnuk membersihkan Islam dari Anasir-anasir bid’ah. Kaum Wahabi menganut Mazhab Hambali dan bertujuan kembali kepada pelaksanaan Islam berdasarkan Qur’an dan Hadist.
ajaran Islam secara murni. Di tanah Arab sendiri tujuan gerakan kaum Wahabi adalah utnuk membersihkan Islam dari Anasir-anasir bid’ah. Kaum Wahabi menganut Mazhab Hambali dan bertujuan kembali kepada pelaksanaan Islam berdasarkan Qur’an dan Hadist.
Pada
waktu beberapa ulama di Minangkabau, seperti Tuanku Pamansiangan,
Tuanku Nan Tuo di Cangkiang, Tuanku Nan Renceh dan lain-lain juga sudah
melihat ketidak beresan dalam pelaksanaan praktek ajaran Islam di
Minagkabau dan ingin melakukan pembersihan terhadap hal tersebut, tetapi
mereka belum menemukan bagaimana caranya yang baik. Baru pada tahun
1803 dengan kembalinya tiga orang haji dari Mekkah, yaitu Haji Miskin,
Haji Sumanik dan Haji Piobang, sesudah mereka itu menceritakan bagaimana
yang dilakukan oleh gerakan Wahabi disana (di Makkah).
Untuk melaksanakan pembersihan
terhadap ajaran agama Islam itu Tuanku Nan Renceh membentuk suatu badanyang dinamakan “Harimau Nan Salapan” terdiri dari delapan orang tuanku yang terkenal pada waktu itu di Minangkabau. Diakhir tahun 1803 mereka memproklamirkan berdirinya gerakan Paderi dan mulai saat itu mereka melancarkan gerakan permurnian agama Islam di Minangkabau.
terhadap ajaran agama Islam itu Tuanku Nan Renceh membentuk suatu badanyang dinamakan “Harimau Nan Salapan” terdiri dari delapan orang tuanku yang terkenal pada waktu itu di Minangkabau. Diakhir tahun 1803 mereka memproklamirkan berdirinya gerakan Paderi dan mulai saat itu mereka melancarkan gerakan permurnian agama Islam di Minangkabau.
Mula-mula
Paderi memulai gerakan pembersihannya di daerah Luhak Agam yang tidak
terlalu lama telah mereka kuasai, dengan berpusat di Kamang Mudik.
Selanjutnya
gerakan Paderi melancarkan kegiatannya ke daerah Lima Puluh Kota dan di
daerah ini mereka mendapat sambutan yang baik dari rakyat Lima Puluh
Kota.
Gerakan
kaum paderi baru mendapat perlawanan yang berat dalam usahanya di Luhak
Tanah Datar, karena pada waktu itu Luhak Tanah Datar masih merupakan
pusat kerajaan Pagaruyung yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan tertentu
secara tradisional. Tetapi berkat kegigihan para pejuiang paderi
akhirnya daerah Luhak Tanah Datar dapat juga diperbaharui ajaran Islam
nya berdasarkan Qur’an dan Hadist, selanjutnya gerakan kaum paderi mulai
meluas ke daerah rantau.
Pada
waktu itu di daerah Pasaman muncul seorang ulama besar yang membawa
rakyatnya ke arah pembaharuan pelaksanaan ajaran Islam sesuai dengan
Alquran dan Hadist Nabi. Karena gerakannya berpusat di Benteng Bonjol
maka ulama tersebut akhirnya terkenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol,
yang
semulanya terkenal dengan nama Ahmad Sahab Peto Syarif.
semulanya terkenal dengan nama Ahmad Sahab Peto Syarif.
Setelah
di daerah Minangkabau dapat diperbaharaui ajaran Islamnya oleh kaum
paderi,maka gerakan selanjutnya menuju keluar daerah Minangkabau, yaitu
ke daerah Tapanuli Selatan yang akhirnya juga dapat dikuasai
danmenyebarkan ajaran Islam di sana.
Setelah
Tuanku Nan Renceh meninggal tahun 1820, maka pimpinan gerakan paderi
diserahkan kepada Tuanku Imam Bonjol dan diwaktu itu gerakan paderi
sudah dihadapkan kepada kekuasaan
Belanda yang semenjak tahun 1819 sudah menerima kembali daerah Minangkabau dari tangan Inggris. Karena terjadinya perbenturan kedua kekuatan di Minangkabau yaitu antara kekuatan paderi di satu pihak yang dengan sekuat tenaga menyebarkan agama Islam secara murni dengan kekuatan Belanda di lain pihak yang ingin meluaskan pengaruhnya di Minangkabau maka terjadilah ketegangan antara kedua kekuatan itu dan
akhirnya terjadi perang antara kaum paderi dengan Belanda di
Minangkabau. Perang ini terjadi antara tahun 1821-1833. pada akhirnya rakyat Minangkabau melihat bahwa kekuatan Belanda tidak hanya ditujukan kepada gerakan kaum paderi saja, maka pada tahun 1833 rakyat Minangkabau secara keseluruhannya juga mengangkat senjata melawan pihak Belanda.
Belanda yang semenjak tahun 1819 sudah menerima kembali daerah Minangkabau dari tangan Inggris. Karena terjadinya perbenturan kedua kekuatan di Minangkabau yaitu antara kekuatan paderi di satu pihak yang dengan sekuat tenaga menyebarkan agama Islam secara murni dengan kekuatan Belanda di lain pihak yang ingin meluaskan pengaruhnya di Minangkabau maka terjadilah ketegangan antara kedua kekuatan itu dan
akhirnya terjadi perang antara kaum paderi dengan Belanda di
Minangkabau. Perang ini terjadi antara tahun 1821-1833. pada akhirnya rakyat Minangkabau melihat bahwa kekuatan Belanda tidak hanya ditujukan kepada gerakan kaum paderi saja, maka pada tahun 1833 rakyat Minangkabau secara keseluruhannya juga mengangkat senjata melawan pihak Belanda.
Perang
ini berlangsung sampai tahun 1837. Tetapi karena kecurangan dan
kelicikan yang dilakukan pihak Belanda akhirnya peperangan itu dapat
dimenangkan Belanda, dalam arti kata semenjak tahun 1837 itu seluruh
daerah Minangkabau jatuh ke bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.
Dari
masa inilah Minangkabau di rundung duka yang dalam, karena menjadi anak
jajahan Belanda. Tuanku Imam ditangkap Belanda dengan tipu muslihat,
dikatakan untuk berunding tetapi nyatanya Belanda menangkap beliau,
dibuang semula ke Betawi, tinggal di Kampung Bali, selanjutnya
dipindahkan ke Menado. Ditempat yang sangat jauh dari kampung halaman,
badan yang telah sangat tua itu akhirnya dihentikan Tuhan Dari
penderitaan yang berat, berpulanglah seorang Patriot Islam Minangkabau
dirantau orang.
dirantau orang.
Beliau telah berjuang sekuat tenaga menegakkan Syiar Islam di Ranah Minangkabau tercinta ini, jasatnya terbujur disebuah desa
kecil yang sepi bernama “Lotak” nun jauh diujung pulau Selebes,
harapannya kepada kita semua anak Minangkabau, lanjutkan perjuangan beliau dengan menegakkan akidah Islam dalam kehidupan sehari-hari, jawabnya barangkali yang paling tepat bagi kita sekarang, ” Mari kita berbenar-benar menegakkan Adat Basandi Syarak-syarak Basandi Kitabullah “dalam kehidupan kita.
kecil yang sepi bernama “Lotak” nun jauh diujung pulau Selebes,
harapannya kepada kita semua anak Minangkabau, lanjutkan perjuangan beliau dengan menegakkan akidah Islam dalam kehidupan sehari-hari, jawabnya barangkali yang paling tepat bagi kita sekarang, ” Mari kita berbenar-benar menegakkan Adat Basandi Syarak-syarak Basandi Kitabullah “dalam kehidupan kita.
2 komentar:
mungkin perihal bunyi tambo "Dek lamo bakalamoan, nampaklah gosong dari lauik, yang sagadang talua itiak,sadangdilamun-lamun ombak…" tidak harus diartika sebagai gambaran dari orang yang sedang berlayar. Tapi coba disesuaikan dengan kondisi bumi pada zaman deutro melayu (sekitar 500 SM).
Dalam catatan sejarah, setidaknya pernah terjadi 3 kali siklus Ice Age (Zaman Es), dimana setiap mula dan akhirnya ditandai dengan turun dan naiknya permukaan air laut. Berakhirnya zaman es diikuti oleh naiknya permukaan air laut, dan sebaliknya permulaan zaman es diikuti oleh turunnya permukaan air laut. Selama zaman es (Permukaan air laut turun), kawasan nusantara ini memiliki 2 paparan (paparan sunda dan sahul), yang berarti sumatera dan jawa menjadi satu daratan dengan benua Asia, tidak terpisah oleh selat-selat. Namun pada masa banjir besar (permukaan laut sangat tinggi, Pulau sumatera ini berada di bawah permukaan laut, sehingga daerah2 tinggi seperti gunung-gunung hanya terlihat bagian permukaannya saja.
Karena pergantian siklus itu juga, dalam catatan sejarah terjadi peristiwa migrasi besar2an, baik itu dari daerah nusantara ke arah asia, maupun arus sebaliknya dari daerah asia ke daerah nusantara. Tidak hanya itu, bisa saja pada saat itu, tidak semua peradaban melakukan migrasi tersebut. Bisa saja sebagian memilih menetap dengan bermigrasi ke daerah gunung-gunung dan menetap di sana. Tentu saja daerah gunung-gunugn tersebut pada saat itu hanyalah sebuah daerah dekat pantai karena permukaan air laut tinggi (dilamun-lamun ombak). Namun ketika permukaan air laut turun, orang2 yang menetap di daerah gunung-gunung tersebut turun ke daerah pantai. Tentu saja turunnya permukaan air laut berlangsung secara bertahap dalam kurun waktu yang sangat lama. Pergantian siklus Ice Age itu bukan siklus tahunan, tapi ratusan tahun. Karena itu juga, masuk akal bila dikatakan awal penyebaran penduduk minang kabau dari puncak gunung merapi yang diibaratkan sebesar telur itik, kemudian seiring waktu dengan turunnya air laut penduduk itu terus menyebar ke daerah pantai. Bahkan ketika sudah menduduki daerah tiga luhakpun, daerah kota Padang saja dahulunya masih berada di bawah permukaan laut. Lokasi yang di sebut sebagai sitinjau lauik merupaka lokasi tempat mereka memantau daerah laut, yang ketika airnya surut dan kota Padang mulai menjadi daratan, migrasi penduduk di mulai dari lokasi ini, turun dan membukan permukiman baru di Padang dan bagian pesisir selatan, ada sebagian yang turunnya dari daerah Agam membuka pemukiman di daerah pariaman dan sekitarnya.
Sementara datangnya utusan Iskandar ini terjadinya ketika permukaan air laut sudah mulai turun, ketika daerah pantai pariaman sudah terbentuk. Karena itu juga cerita legendanya pun bersesuaian dengan legenda dari daerah Aceh dan semenanjung Melayu. Jadi sebelum petugas dari Iskandar agung sampai di sini pun, sudah ada nenek moyang orang asli minang kabau yang menetap di puncak gunung merapi ketika saat itu masih berupa sebuah pulau kecil di tengah-tengah laut. Bisa saja petugas dari iskandar tersebut hanya datang ke sini untuk memulai sistem pemerintahan, dari penduduk asli yang hidupnya bersifat primitif kemudia membangun sebuah peradaban pemerintahan dan pengikutnya berasimilasi dengan orang-orang lokal. Bukan berarti cikal bakal kita secara murni dari Iskandar Agung. Tapi ada pada satu fase di mana terjadi asimilasi ras dengan pendudukan asli di sini. Yang jelas, kita yang sekarang ini merupakan subras dari austronesia. Bisa saja asimilasi dengan pendatang tersebut yang memunculkan adanya subras tersebut.
Bisa saja sejarah dari peninggalan peradaban megalitikun dan cerita tambo itu bersesuaian. Ada nenek moyang asli austronesia, dan ada pendatang utusan dari Iskandar Agung, ras austronesia ini berasimilasi dan dengan sebagian kecil pendatang tersebut dan dari sini lah muncul subras dari austronesia.
Posting Komentar